Wanita mengandalkan perasaan dan laki-laki lebih mengandalkan logika.

Lisa sering mendengar 'senakal-nakalnya seorang laki-laki, dia ingin mendapat wanita baik.', Lisa sebagai perempuan juga ingin mendapatkan lelaki baik untuk dirinya jika boleh jujur.

"Iya Ma. Lisa akan selalu ingat ucapan Mama."

"Itu baru anak Mama." Laras mengacak rambut Lisa.

**********

Lisa menangis di kantin perusahaan Ayahnya. Kevin yang bingung melihat tunangannya menangis, dia menarik Lisa untuk dipeluk. Mengelus punggung gadis itu agar tenang.

"Kamu kenapa?"

"Keinget omongan Mama."

"Tante Laras ngomong apa?"

Lisa menceritakan semua percakapan dirinya dan Laras di dalam mobil. Dia merasa bersalah telah tinggal bersama dalam satu apartemen dengan Kevin selama Laras pergi berlibur dengan ayahnya dulu.

Dia memang masih suci, namun Kevin pernah menyentuh dirinya, tak mencapai batas lebih dalam tetapi Lisa merasa perbuatannya telah menghancurkan kepercayaan ibunya.

"Aku salah."

"Ssttt," Kevin membisikkan kalimat-kalimat penenang untuk kekasihnya. "Semua udah terjadi Sa. Aku janji gak akan pernah perlakuin kamu lebih dari sekedar ciuman sebelum kita menikah."

"Aku udah rusak kepercayaan Mama."

"Sayang,"

"Gimana kalau kita emang gak jodoh?" tanya Lisa lemah.

Tubuh Kevin menegang, elusan di punggung Lisa berhenti. "Maksud kamu?"

"Kita gak tau gimana alur hidup kita Kak. Aku hanya—"

"Kamu gak mau menikah sama aku Sa?"

"Bukan gitu maksud aku."

"Terus apa?"

"Takdir bisa aja berubah dan—"

Kevin memojokkan tubuh Lisa ke dinding kantin. Dia tadi sengaja mengambil tempat privat di kantin kantor, Kevin tidak mau mengambil resiko akan diperhatikan karyawan calon ayah mertuanya. Dia malas menjadi pusat perhatian.

"Takdir apapun bakalan aku lawan buat hidup bersama kamu Sa. Ingat itu, sekalipun kamu menjauh dari aku. Aku bakalan narik kamu sampai kamu gak bisa lepas dari aku." ucap Kevin tajam, bulu kuduk Lisa merinding mendengarnya.

Kevin menjauhkan tubuhnya dari Lisa. Mengambil tempat semula dengan pandangan sulit diartikan.

"Kak, jangan gini. Aku tadi cuma berandai-andai."

"Aku juga gak suka kamu ngomong tentang itu. Ada banyak hal yang bisa kita bahas." Kevin menjauhkan sepiring nasi goreng kantin dari matanya. Dia tak berselera makan lagi. "Kamu buat aku sakit hati Sa."

"Maaf ucapan aku menyakiti Kakak." Lisa mendekati Kevin yang meminum air mineral. Gadis itu melingkarkan tangannya di pinggang kekasihnya. "Maaf ya."

Kevin mengusap lengan tunangannya. "Jangan diulang. Aku benci membicarakan perpisahan kita."

"Enggak akan ada perpisahan kecuali maut yang menjemput." Lisa mengacungkan jari kelingkingnya. "Janji?"

Kevin mengaitkan jari kelingking mereka. "Janji." sahutnya sambil tersenyum.

"Tadi Justin kasih undangan untuk kita." jelas Kevin. "Acara syukuran untuk anak mereka."

"Emang dia udah pesan gedung?"

"Justin membeli sebuah gedung di Jakarta buat acara pernikahannya. Dia tinggal menyiapkan catering dan mendekorasi tempat pernikahan sesuai keinginan Inez. Sekarang gedung itu untuk syukuran hamil Inez."

"Masa kita kalah sama Jas Jus sih." Lisa mencebikkan bibirnya kesal. "Perasaan yang pacaran kita duluan. Gak adil nih!"

Lisa ingin protes, tapi dia bingung ingin mengutarakan protes pada siapa.

"Maaf ya gak bisa ngurus pernikahan kilat. Pernikahan impian kamu gak bisa cepat di dekorasi."

Lisa nyengir. "Aku ngerepotin Kak Kevin. Udah biasa jadi beban keluarga, semoga besok gak jadi beban suami."

"Kamu bukan beban. Kamu tanggung jawab aku."

Lisa tersenyum lebar. Dia menarik piring Kevin ke arahnya dan menyuapi tunangannya nasi goreng yang baru sekali tersentuh pria itu. Memandangi wajah Kevin yang menampilkan senyum tulus padanya.

Dunia Lisa telah lengkap.

Jika kalian ingin mencari laki-laki sejenis Kevin. Cobalah sekali cek di Shopee, siapa tahu pria sejenis Kevin terdaftar di sana.

********

Me And Mr. Billionaire [END]Where stories live. Discover now