Sontak para pria di meja makan menyentuh miliknya yang tiba-tiba nyeri.

"Sepertinya Papa bisa menolak ajakan Bu Ayu Ma."

"Loh, gak jadi?" tanya Laras kaget.

"Papa menemani Mama di rumah."

"Njir, nyeri." Regan masih menyentuh sesuatu dari balik celana selututnya. Hal yang dilakukan Laras tadi masih berdampak padanya.

Arkan yang biasanya tenang pun tangannya juga bertengger di bagian bawah. Setelah memotong pisang, buah itu terjatuh di meja makan dan Laras menindasnya dengan telapak tangan sampai gepeng.

"Mama marahnya ngeri. Gak ngomong apa-apa tapi tangannya bahaya." ucap Asta seakan memberi kode ayahnya supaya lebih menjaga mulut jika berurusan dengan ibunya.

"Apaan sih kamu Ta." Laras terkekeh gemas, tangannya berganti menggenggam garpu dan menancapkan garpu pada pisang yang masing tersegel.

Arkan, Regan, Asta dan Raka kompak memandang tajam Hardi. Pria itu tadi yang memulai pertarungan, bisa hancur satu rumah kalau mood Laras tidak baik. 

"Papa gak akan pergi Ma."

"Pergi juga gak apa-apa." balas Laras tanpa beban. "Besok juga aku diajak Rudy—"

"Mas gak jadi pergi Ras!" Hardi membentak frustasi. Mendengar nama seorang relasi bisnisnya yang menyandang status duda membuatnya kalut.

Rudy kerap mendekati Laras, mulai dari modus ditemani berbelanja hingga mengajak lunch atau dinner. Pesona istrinya di masa tua malah bertambah memikat untuk pria seumuran mereka. Tak jarang banyak pemuda yang menawarkan diri menjadi simpanan Laras.

Tidak hanya perempuan yang bisa jual murah. Laki-laki juga bisa melakukannya.

"Santai aja kali. Aku males di rumah sendiri, mumpung ada yang ngajak keluar ya aku ayo aja. Ngapain mikirin kamu sama perempuan lain kalau banyak laki-laki yang nunggu aku jadi janda."

Laras mengibaskan rambutnya dan beranjak dari meja makan. Dia berjalan ke dapur untuk menaruh piringnya untuk di cuci pelayan rumah.

"Asik Bapak baru!" Asta berseru senang. "Heran ya Pa. Setiap pengambilan rapot dari jaman aku SD sampai SMA. Pasti ada aja bapak-bapak yang baikin aku." lanjutnya.

"Kemarin Pak Widodo tanya tentang Mama." Arkan menyela dingin.

Wajah Hardi bertambah pucat. Arkan tak pernah berbohong, hama yang menyukai istrinya makin bertambah. Dia berlari menyusul istrinya yang baru saja memasuki lift menuju kamar mereka.

"Kejar Julietmu, Romeo!" Raka mengepalkan tangannya lalu meninju udara. Memberi semangat. "Sebelum jatah hari ini gugur!"

"Pada jamannya aja Mama udah populer. Sampai sekarang juga masih aja." ucap Regan setelah tubuh Hardi menghilang dari balik lift kedua di samping lift yang mengantar Laras ke lantai empat.

"Cantik tidak hanya dari luar. Tante Laras mempunyai kecantikan dari dalam membuatnya tak pernah terlihat biasa saja." ucap Kevin membuka suara pertama kalinya.

"Ada orang ya selain kita?" tanya Regan pada Raka.

"Kalian bisa jangan terus-menerus bersikap kurang ajar sama Kak Kevin?" Lisa terpancing emosi. "Dia lebih tua dari kalian. Belajar menghormati!"

Kevin mengambil tangan Lisa. Mencegah gadis itu berkata lebih tajam lagi. "Sa."

"Sekali-kali emang kamu perlu dikasih pelajaran ya Gan." Lisa tak mengindahkan tegukan Kevin. "Berulang kali Kak Lis mau menjelaskan alasan kenapa kita gak pernah dapet kabar dari Kak Kevin, tapi kamu selalu menyela dan gak mau."

"Buat apa dengerin pembelaan—"

"BISA JANGAN MENYELA KAKAK?!" Lisa menggebrak meja makan. "Mama mengajari kamu apa? Kamu belum tuli kan?" menatap Regan tak bersahabat membuat adik-adiknya terdiam.

"Sikap kamu lama-lama gak bisa Kak Lis tolerir. Kamu selalu menyimpulkan dengan apa yang kamu lihat dari satu sisi. Kamu ini mantan ketua OSIS Gan, apa kamu selalu menyimpulkan sesuatu bukan dari semua sudut pandang?"

Regan tak menjawab. Hanya keheningan yang menyelimuti meja makan.

"Jeno. Dia yang udah ambil semua surat dan hadiah-hadiah dari Kak Kevin. Kamu tau kemana aja hadiah itu berakhir? Di tempat pembakaran sampah Gan."

Semua adik Lisa terkejut, termasuk Arkan. Dia memang mengira tak mungkin Kevin hilang tanpa kabar, namun tak menyangka dalang kejadian ini adalah Jeno.

"Tapi Kak, bisa aja Bang Kevin cari pembelaan dengan bilang surat itu disembunyiin Kak Jeno."

"Kamu pikir Kak Kevin sepicik itu?" sinis Lisa. "Kak Lis yang nemuin bukti surat di loteng rumah Jeno. Jelas tertempel di kotak sampai itu tulisan jangan lupa dibakar. Sekarang kamu bisa menyimpulkan sendiri, siapa tokoh antagonis yang berlindung di balik topeng protagonis."

"Dimana Kak Jeno sekarang?" tanya Asta tiba-tiba. Dia sudah hampir bangkit dari tempat duduknya.

"Gak tau, terakhir kali masih terapi kakinya, kayaknya patah." balas Lisa tidak perduli.

"Kamu gak usah ngelakuin apa-apa. Biar Papa yang nyelesaiin masalah ini, jangan terus-terusan pakai kekerasan Ta. Cukup Kak Is aja." lanjut gadis itu.

******

Me And Mr. Billionaire [END]Where stories live. Discover now