"Sudah Dad."

"Baguslah masih ingat keluarga. Yang membesarkan kamu itu orang tua, bukan setumpuk buku." sindir Adrian langsung.

"Anak kamu Mas!" Sita mencubit gemas paha suaminya. "Belajar gak kenal waktu, kerja gak pernah lihat jam!"

"Mas kerja buat kamu, Sayang."

"Preet," cibir Sita.

Lisa menyerahkan paper bag di tangannya untuk Sita. Sebuah tas pengeluaran terbaru dari Chanel, Sita memekik girang lalu memeluk Lisa erat. "Kamu peka banget sih, gak kayak suami Tante. Dikode 85 kali juga gak akan peka."

Rio merangkul bahu ayahnya, merasa prihatin. "Sabar Dad, Mommy memang selalu benar."

Adrian mengangguk pasrah. Seingatnya kemarin dia sudah menawarkan Sita ingin berbelanja apa, namun istrinya malah cemberut dan berlalu begitu saja dari hadapan Adrian. Dia serba salah harus bagaimana.

"Tumben kamu Bang Kevin bawa Kak Lisa ke sini. Mau apa?" tanya Rio.

"Minta restu orang tua."

Adrian tiba-tiba bangun dari duduknya, menaruh iPad di sofa. "Kamu mau menikah sekarang? Jadi Daddy harus mempersiapkan lamaran ke rumah Hardi?" tanya Adrian antusias. Sedangkan Sita mengernyit bingung, "Emang adiknya Lisa setuju Mas?"

"Belum Mom." sebelum Adrian membalas, Kevin menyela terlebih dulu. "Lisa emang baru liburan dan berniat mengunjungi Mommy sebelum pulang."

"Hah? Besok udah balik ke Jakarta lagi?" wanita itu melirik persediaan sapu lidi di sekitarnya.

"Iya."

Sita mengambil kembali sapu lidi, mengayunkan sapu itu ke arah Kevin tapi pria itu menghindar dan berakhir mengenai pinggang Adrian.

"Bang!" Adrian menyentuh pinggangnya yang terkena serangan dari istrinya. "Kamu kok malah menghindar, jadi Daddy yang kena."

"Sakit Dad." Kevin mengusap lengannya yang sebelumnya terkena ayunan maut dari sapu lidi ibunya.

*******

Kembali pada kepadatan Jakarta. Lisa menghembuskan napas lelah setelah berlibur dari Jogja bersama teman-temannya. Dia merenggangkan otot badannya yang remuk, mobil yang dikendarainya sekarang adalah mobil pemberian Kevin yang baru.

Pemberian pria itu yang kemarin saja baru beberapa kali Lisa pakai, saat itu mobilnya sudah berganti lagi.

Di depan rumah Lisa sudah ditunggu bodyguard kesayangannya. Masing-masing dari mereka membawa sebuah kotak yang Lisa yakini berisi oleh-oleh.

"Kak Is." Asta menghambur pelukan kepada Kakaknya, Lisa membalas pelukan Asta tak kalah erat. "Kangen banget."

"Kak Is juga kangen."

Sekarang Regan dan Raka maju, mereka memeluk Lisa bersamaan. Dan mengecup pipi kakaknya. "Gimana Jogja?"

"Masih sama. Menyimpan banyak kenangan."

"Pulang-pulang dari Jogja langsung jadi anak indie, keren." sahut Regan sambil melepas pelukannya.

"Keseringan ngopi sambil ngelihatin senja." balas Lisa.

"Kak Lisa!!" pekikan nyaring itu muncul dari balik pintu rumah. Sayang dengan boneka di tangannya berlari dan menerjang tubuh Lisa dengan pelukan. "Aku kangen banget."

"Kakak juga kangen." Lisa mengelus punggung pacar adiknya. Jam menunjukkan pukul 12 siang, berarti 2 jam lagi Sayang akan dijemput kakaknya.

"Aku beliin boneka."

"Boneka apa?"

"Boneka santet. Kata Asta buat santet Kak Kevin."

"Bercanda Kak Is, itu boneka babi." koreksi Asta segera kala mendapat tatapan tak suka dari kakaknya.

Lisa juga memberikan Sayang sebuah tempat makan. "Apa ini Kak?"

"Bakpia."

Sayang memekik senang, dia menerima sekotak bakpia dari Lisa dan memeluknya di dada. Bukankah mereka memiliki banyak kesamaan? Lisa tidak sulit menentukan oleh-oleh yang tepat untuk pacar adiknya.

Tiba-tiba ponsel Sayang bergetar. Lisa mengintip, nama Venus tertera jelas di sana. "Venus? Siapa itu?" tanya Lisa penasaran.

"Temen Kak." jawabnya sambil menerima telefon dari Venus. "Hal—"

Pendengaran Asta cukup peka. Dia langsung merebut ponsel kekasihnya dan mematikan sambungan telefon secara sepihak.

"Asta!" teriak Sayang kesal.

Asta tak membalas, pemuda itu berlalu dari hadapan Sayang. Masuk ke dalam rumahnya dengan langkah cuek seakan tak pernah terjadi apapun sebelumnya.

"Asta kenapa?" tanya Lisa heran.

"Gak tau. Asta itu kayak rumus nuklir, bikin bingung." jawab Sayang bergumam.

Raka merangkul pundak Sayang. Senyum konyol terbit di wajahnya. "Sebingung-bingungnya rumus nuklir, aku lebih bingung. Kok wajahmu gak hilang-hilang dari pikiranku ya?" ucapnya sengaja mengeraskan nada suaranya.

Sebuah sandal Swallow biru milik Laras melayang ke wajah Raka disusul kedatangan Asta yang menarik tangan Sayang dan merangkul pinggang kekasihnya posesif.

Raka mengelus kepalanya yang terkena lemparan sandal dari Asta. "Bangsat!" umpatnya.

******

Me And Mr. Billionaire [END]Where stories live. Discover now