"Mandi lagi."

"Masuk angin."

"Aku kerokin pakai bawang."

"Nanti Kak Kevin jijik aku bau bawang."

"Mau apa saja yang melekat di tubuh kamu. Aku tetap suka." Kevin menyembunyikan wajahnya di ceruk leher favoritnya. "Sa, mau kawin lari sama aku?"

"Kasihan Imamnya."

"Kenapa?" Kevin memberi gigitan kecil di leher Lisa.

"Ngikat janji suci diam di tempat aja capek. Apalagi lari."

"Minta ijin ke adik kamu kelamaan Sa. Mereka masih liburan di Jogja, sedangkan waktu kita berangkat. Mereka pulang."

"Kak Kevin jelasin sama mereka. Bilang Jeno yang ngumpulin surat dari Kak Kevin."

"Aku gak yakin mereka mau menerima alasan itu Sa."

"Coba dulu."

Lisa memutar tubuhnya menghadap Kevin. Mengalungkan tangannya di tengkuk lelaki di hadapannya. "Morning kiss?"

Kevin menjatuhkan tubuh mereka ke ranjang. Dia mencium bibir Lisa yang menggoda. Biarlah kasur yang sudah ditata sedemikian rupa menjadi tak beraturan lagi. Lisa mengalungkan kakinya di pinggang Kevin.

Sambutan yang indah di pagi hari. Tetapi ciuman Kevin bertambah ganas mengingat waktunya berdua dengan Lisa akan habis ketika adik-adik gadis itu pulang dari liburan.

Lisa merasa ciuman Kevin yang berbeda menahan pundak laki-laki itu. "Kak Kevin kenapa?" gadis itu mengusap rambut Kevin yang berjatuhan di dahi.

"Waktu kita tinggal bersama sisa seminggu lagi."

"Kita masih bisa ketemu di kantor."

Kevin merebahkan tubuhnya di atas Lisa. Gadis itu tak keberatan menimpa beban yang lebih berat darinya, Kevin sedang mode manja.

"Nanti yang siapkan baju aku siapa Sa?"

"Ada pembantu."

"Yang suapin aku makan di mobil siapa?"

"Di kantor aku bisa suapin."

"Gak ada yang bisa aku peluk waktu tidur."

"Ada pocong." balas Lisa kalem.

"Siapa yang aku cium setiap saat?"

"Guling di tempelin foto aku."

Lisa mengusap punggung Kevin. Bibirnya seolah menjadi sasaran lelaki itu jika waktu Kevin senggang. Anehnya Lisa menikmati, rasanya itu... Ah mantap. Sayangnya mereka belum menikah, kalau sudah pasti mantapnya ditambah satu lagi menjadi ah mantap-mantap.

"Saran kawin lari lebih baik Sa."

"Kak Kevin sabar. Kita masih bisa ketemu di kantor, daripada enggak sama sekali?"

Kevin menggeleng di pundak Lisa. "Kamu cari alasan yang masuk akal lalu menginap di sini."

"Asta pasti tau Kak. Dia bakalan cek di rumah Inez kalau aku bilang mau nginep rumah Inez."

"Lalu?"

"Kak Kevin pura-pura buat alasan nginap di rumah aku. Ada urusan sama Papa kek atau apa. Mama juga sepenuhnya  dukung."

Lisa sebenarnya merasa sedikit sebal pada ibunya. Bagaimana tidak, Laras tahu kejadian Kevin mengirim surat padanya rutin setiap bulan namun Laras tak memberitahunya dengan alasan dia kira gadis itu sudah tahu tentang surat dari Kevin. Laras pun ikut terkejut ketika Kevin bicara padanya kalau surat itu selama ini di sembunyikan Jeno.

Percuma memasang cctv di rumah jika ujung-ujungnya tidak digunakan dengan baik.

"Nanti aku pikirkan." Kevin menghela napas berat. Dia harus memanfaatkan kesempatan selama seminggu ini.

"Kak Kevin mandi sana. Aku mau telfon Mama."

Kevin menyingkir dari tubuh Lisa. Dia mengecup bibir gadisnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelan pakaian untuk keberangkatan ke bandara sudah disiapkan Lisa.

Gadis itu mengambil ponsel di sebelah bantal. Matanya mencari kontak Laras di ponselnya. Setelah menemukan nama yang dia cari. Lisa segera menghubungi Laras.

"Halo?!" bukan suara ibunya yang keluar pertama kali, tapi suara Hardi yang membentak sang penelpon.

"Papa?"

"Loh, ini Lisa?" suara di seberang sana melunak. Lisa dapat mendengar teriakan Laras disusul krasak-krusuk perebutan ponsel. "Sa?"

"Hp-nya udah di tangan Mama?"

"Udah."

"Lisa mau ngomong." Lisa membetulkan posisi tubuhnya.

"Bukan masalah kamu hamil anak Kevin kan?" tanya Laras.

"Buset doa-nya. Hamilku jangan sekarang, belum ada suami."

"Terus? Kamu esek-esek duluan sama Kevin?"

"Bukan Ma! Pikirannya jangan negatif dong."

"Terus apalagi?"

"Mama bisa bantu aku?"

"Bantu apa? Beli test pack?"

"Aku kebiri aset Papa ya lama-lama kalau Mama ngeselin."

Laras terkekeh. "Jangan Sa, masa Mama main sama setengah otong."

"Lisa minta tolong ke Mama buat bantu Kak Kevin nginep di rumah. Secara presiden rumah itu Mama."

"Itu mah masalah gampil."

Senyum senang, Lisa memberi kecupan jauh beberapa kali untuk wanita kesayangannya. Coba Laras di depannya, wajah wanita itu akan habis diciumi Lisa menggambarkan rasa terima kasihnya.

*******

Apa bab ini bisa sampai 410 vote?

Sepertinya tidak.

Ditunggu vote dan komennya 🙃

Me And Mr. Billionaire [END]Where stories live. Discover now