Dara menenggak ludah, menghentikan ucapannya. Dia sulit percaya tidak ada apa-apa dengan Danu. Namun, lebih sulit menerima kemungkinan Danu benar-benar berselingkuh. Cara Danu berbicara ... tidak seperti orang yang akan mengingkari ikrar yang dia buat sendiri. Sampai saat ini, Danu hanya tidak menyatakan perasaannya sesungguhnya pada Dara. Entah itu butuh, suka, cinta, atau hanya sekadar menjadikan Dara pelengkap. Namun, lelaki itu sudah berulang kali mengumumkan perihal wajibnya saling setia.

"Aku nggak tau perempuan itu dititip Pak Brata atau gimana. Yang jelas, mereka berusaha menyembunyikan itu. Entah karena Pak Brata belum mendapatkan restu anaknya. Entah karena ada agenda khusus. Entahlah. Aku belum dapat jawaban. Sementara itu, aku menemukan fakta yang lain. Danu ... untuk suatu alasan ... menyelidiki anak Pak Brata. Entah disuruh tua bangka itu, atau demi keinginannya sendiri. Yang jelas, ada sesuatu di sini. Dan untuk bisa mendapatkan jawaban, mungkin kamu harus mendapatkan tenaga bantuan."

"Te ... tenaga bantuan?"

Lucy mengangguk. "Vicky, mantan karyawan kesayangan Danu itu."

"Vicky? Mantan karyawan?"

"Yes. Belakangan ini dia tidak pernah ke rumah dan menemui kamu, kan? Itu karena dia memang tidak dipekerjakan Danu lagi."

"Hah? Tidak mungkin. Kata Mas Danu--"

"Dia fokus ke pekerjaan dan kamu akan dibantu oleh orang lain nantinya?" Lucy mengerutkan wajah lalu menggelengkan kepala. Tangannya menggenggam tangan Dara lembut. "Banyak yang Danu rahasiakan, salah satunya ini. Dia itu tipe pemain tunggal, mengerjakan semuanya sendiri, menyimpan semuanya sendiri. Aku bahkan menduga ... tidak ada yang dia biarkan mengenal dirinya selain dirinya sendiri, termasuk keluarganya. Mungkin itu yang membuat kamu merasa sulit untuk percaya pada Danu, termasuk percaya kalau dia setia dan benar-benar menginginkan kamu. Tapi ... sebagai anak yang ... kamu tahulah keluargaku bagaimana. Perlakuan mereka selama ini ke aku kurang lebih membuat aku paham kenapa Danu bersikap seperti itu. Menjadi anak sulung, laki laki, dan lahir di keluarga yang seperti itu membuat dia sulit untuk membiarkan orang lain menyetir hidupnya. Sulit untuk berbagi karena yang dia tau, karena yang dia alami selama ini semua orang saling memanfaatkan satu sama lain demi keuntungan mereka sendiri."

Genggaman tangan itu dipererat Dara karena seperti sedang mendapatkan pencerahan. "Itu yang sering Mas Danu bilang! Dia bilang--"

"Jangan pernah biarkan orang lain tahu terlalu banyak tentang kamu?"

"Lebih ke isi hati. Katanya, jangan sampai lawan bicara mudah menebak dan mengetahui isi hatiku. Dan ... jangan sampai aku terlalu mudah dipengaruhi omongan orang lain."

"Ya, karena selama ini, apa yang orang di sekelilingnya ucapkan, belum tentu sesuai dengan kenyataan. Bahkan untuk ucapan yang paling realistis sekalipun."

"Kenapa kamu lihat aku begitu?" tanya Dara saat pandangan Lucy menyendu seakan iba kepadanya.

"Termasuk ibumu, Dara."

Pintu terbuka, ibu Dara muncul di ambang pintu dengan wajah marah. "Sedang apa kamu di sini, Lucy?! Danu tidak akan suka ini! Berhenti bergaul dengan Dara!" Dia masuk dengan langkah cepat dan menghampiri Lucy. "Tidak tahu diuntung! Sudah syukur kamu diberikan bantuan oleh Danu! Malah melunjak!" Ditariknya tangan Lucy lalu didorongnya keluar kamar. 

Lucy yang biasa pemarah pun tidak berontak seheboh biasanya. Dia hanya melawan sebentar, lalu saat ibu Dara berpikir dia telah mengalah dan akan keluar dari kamar sehingga wanita tua itu kini berdiri berkacak pinggang menghadap ke Dara, dia memberi kode kepada Dara dengan melengketkan tangan ke telinga membentuk telepon sambil mengedipkan mata.

Dara tidak mengerti. Hanya saja, Lucy sudah benar-benar pergi. Jadi, dia memfokuskan pandangan ke arah ibunya.

"Ibu akan merahasiakan ini dari Danu karena ini bisa membuat dia marah besar! Tidak hanya ke kamu, tapi juga ke Ibu! Astaga Dara ... kenapa kamu masih saja bergaul dengan wanita serusak Lucy?  Kalian sudah berbeda kelas sekarang! Kamu istrinya Danu! Wanita terhormat yang harus menjaga pergaulan dan menjaga diri!"

Dara hanya tersenyum dan mengangguk sambil memasang wajah seolah benar-benar menyesal agar sang ibu berhenti mengoceh. 

"Ibu ... benar-benar nggak akan ngasih tau Mas Danu?" tanyanya saat sang ibu terlihat mulai lelah memarahinya.

"Sekali ini, iya! Tapi, nggak akan untuk kedua kalinya. Jangan buat posisi kita menjadi sulit, Dara!" ucap ibu Dara sedikit meringis.

Dara mengangguk sambil mengelus perutnya. Ada sesuatu dan tampaknya lebih besar dari yang dia duga. Melibatkan Danu, keluarga Danu, Julia, Pak Brata, Lucy, termasuk ... keluarga Dara sendiri.

NB



Tar kulanjut yak. Seadanya dulu.

DaraWhere stories live. Discover now