Seong Hun menatap sendu Bibi Cha dan Wonwoo yang masih duduk bersampingan, di bilik yang berseberangan dengan tempatnya duduk saat ini. Dengan semua perasaan yang sekarang ini sedang bercampur aduk di dalam hatinya. Karena sebenarnya, pria itu sedang mencoba untuk memahami semua yang baru saja diceritakan oleh Bibi Cha.
Tentu saja hal ini tidaklah mudah bagi pria bermarga Jeon tersebut. Setelah dua puluh tahun berlalu, tiba-tiba saja Bibi Cha memberitahunya sebuah hal yang tentu tidak bisa langsung diterima oleh Seong Hun. Secara mendadak, ia diberitahu jika Kwon Soon Young yang saat ini sedang terbaring koma di rumah sakit adalah putra kandungnya.
"Jadi, ini alasan sebenarnya kenapa kau tiba-tiba pamit pergi saat itu, Cha Sang Mi?" Tanya Seong Hun setelah hampir sepuluh menit mereka sempat dalam keheningan.
Seong Hun sekarang tahu, karena kejadian ini lah yang membuat Sang Mi tiba-tiba pamit pergi kepada dirinya dan Mi Hyun lebih dari dua puluh tahun lalu itu. Ternyata saat itu Sang Mi sudah dalam keadaan mengandung. Rupanya ia pergi guna menepati janjinya kepada Mi Hyun. Jika sampai ia hamil, maka ia yang akan pergi.
"Iya, Oppa." Jawab Bibi Cha sembari menganggukkan sedikit kepalanya.
Seong Hun menghembuskan napas frustasi setelah mendengar jawaban Bibi Cha. Ia merasa seperti orang bodoh, sekaligus menjadi orang paling jahat sekarang ini. Akibat perbuatannya, Seong Hun telah membuat Sang Mi menderita sendirian. Pun harus menyembunyikan semua rahasia ini seorang diri.
"Aku minta maaf, Sang Mi-ah."
Ya, hanya itulah kalimat yang bisa Seong Hun sampaikan kepada Bibi Cha. Tentu saja ia merasa sangat bersalah pada wanita yang sudah ditinggalkan selama-lamanya oleh sang suami ketika usia pernikahan mereka baru menginjak di tahun ketiga tersebut.
Tetapi di sisi lain, ia juga tidak bisa menyalahkan mendiang istrinya. Seong Hun pun mengerti, posisi Woo Mi Hyun yang adalah seorang istri. Ia pasti kecewa berat atas kejadian malam itu. Dan tentu saja ia juga tidak ingin berbagi suami dengan wanita manapun. Yang mungkin termasuk dengan Sang Mi, yang sebenarnya sudah ia anggap sebagai adik perempuannya sendiri. Seong Hun sangat memahami hal itu.
Dan satu-satunya orang yang bisa ia salahkan adalah, dirinya sendiri. Andai saja ia tidak mabuk berat malam itu, pasti semuanya tidak akan terjadi sampai serumit ini. Ya, semua ini adalah kesalahannya.
"Oppa,"
"Aku bersalah. Aku telah membuat kalian semua menderita. Aku sama sekali tidak berguna. Maafkan aku, Sang Mi-ah. Maafkan aku telah membuatmu menderita dan menanggung semuanya sendirian. Bahkan aku juga telah mencelakai Soon Young. Maafkan aku. Maafkan appa juga, Wonwoo-ya." Seong Hun menundukkan kepalanya. Dadanya semakin sesak saja rasanya.
Seong Hun tidak pernah menyangka jika jalan hidupnya akan seterjal dan serumit ini. Karirnya hancur. Niatnya yang ingin lari dari semua kesalahan dan rasa malunya dengan mencoba mati bersama keluarga kecilnya, ternyata malah menjadi bumerang untuknya. Istrinya meninggal dan membuat Wonwoo harus kehilangan ibu tercintanya, dan ia akhirnya tetap dipenjara juga. Dengan menanggung rasa bersalah yang semakin berlebih.
Ditambah lagi dengan kenyataan lain tentang terungkapnya sebuah rahasia, yang tidak kalah membuatnya semakin frustrasi. Rasa bersalahnya semakin menggunung. Seong Hun merasa penjara saja tidak akan cukup untuk menebus semua kesalahannya.
"Gwaenchana, Oppa. Tidak ada yang perlu disalahkan di sini. Semuanya adalah takdir Tuhan. Ini sudah menjadi jalan untuk kita semua, Oppa." Bibi Cha mencoba menenangkan Seong Hun yang semakin dalam menundukkan wajahnya. Ia sangat tahu pria itu merasa begitu tertekan sekarang ini.
Mendengar apa yang baru saja dikatakan Bibi Cha, Seong Hun lalu mengangkat kepalanya. Menatap wanita itu serta Wonwoo secara bergantian, dengan air mata yang masih mengalir melewati kedua belah pipinya. Memang benar apa yang dikatakan Bibi Cha, mungkin memang seperti inilah takdir Tuhan. Tapi, tentu saja semua ini tidak mudah baginya.
Sementara itu di belakang Wonwoo dan Bibi Cha, masih ada Hoshi yang sedari tadi hanya mampu menatap mereka bertiga dengan sorot mata sendu. Jika saja ia bisa menangis, Hoshi pasti juga sudah ikut menangis sekarang. Tapi anehnya, saat ini Hoshi tengah merasakan sesak di dadanya. Seperti seseorang yang ingin menangis, namun tertahan.
Dan tanpa disadari oleh siapapun, di tengah suasana yang masih penuh dengan emosional tersebut, dalam satu kedipan mata saja, kini Hoshi sudah berada di belakang Seong Hun. Yang sekarang ia ketahui merupakan ayah kandungnya.
Roh Hoshi menatap nanar bagian belakang tubuh pria yang mengenakan pakaian tahanan berwarna biru itu. Perlahan-lahan melangkah mencoba lebih dekat dengan Seong Hun. Tangan kirinya juga terulur ke arah bahu lelaki itu. Rupanya Hoshi tengah mencoba untuk menyentuh Seong Hun.
"Appa." Satu kata itu akhirnya keluar dari bibir Hoshi, yang kini telah sukses menyentuh bahu Seong Hun. Meskipun terdengar sangat lirih, namun syarat akan kehangatan dan ketulusan. Seong Hun yang merasakan sesuatu menyentuh salah satu bagian tubuhnya itupun langsung menoleh ke arah belakang. Pun dengan Wonwoo. Ia yang mendengar suara Hoshi pun langsung mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan itu.
Hingga akhirnya, kedua matanya berkilat indah ketika pandangannya mulai menuju ke arah ayahnya yang berada di bilik seberang. Wonwoo menyipitkan matanya ketika samar-samar kedua mata birunya itu seperti melihat satu sosok berdiri di dekat ayahnya. Sosok itu begitu transparan. Sesekali terlihat jelas, namun juga tampak seperti akan menghilang. Dan Wonwoo terbelalak kaget, ketika ia mulai menyadari siapa sosok itu. Ya, tentu saja. Siapa lagi jika bukan Hoshi, alias Kwon Soon Young.
"Hoshi-ya!" Pekik Wonwoo yang membuat Seong Hun, Bibi Cha serta Hoshi langsung menatap ke arahnya secara bersamaan. Dibanding dengan ketiga orang itu, sebenarnya Wonwoo lah yang lebih terkejut. Itu karena ia bisa melihat Hoshi lagi. Ya meskipun samar-samar, tapi Wonwoo sangat yakin jika sosok yang sedang berdiri di belakang ayahnya, dengan mata yang menatap terkejut ke arahnya saat ini adalah benar-benar Hoshi.
"Wae-waegeurae, Wonwoo-ya?" Tanya Bibi Cha pada Wonwoo yang sesekali mengedarkan pandangannya ke sekitar. Mencoba berusaha menebak keberadaan Hoshi yang tentu saja tidak akan membuahkan hasil. Percuma, karena ia tidak akan bisa melihat roh putranya itu.
"Aku-aku, aku bisa melihat Hoshi lagi, Bi." Jawab Wonwoo sambil menunjuk ke satu arah.
"Apa?! Di-di mana dia, Woo?" Tanya Bibi Cha lagi. Lalu mata wanita itu langsung menuju ke arah yang telah ditunjuk Wonwoo. Benar, Wonwoo menunjuk ke arah bilik tempat Seong Hun duduk saat ini.
Seong Hun yang merasa menjadi tempat yang ditunjuk pun terlihat kebingungan. Ia beberapa kali melihat ke arah sekitarnya. Mungkin ketika ia merasa seperti ada yang memegang bahunya tadi, ada sangkut pautnya dengan yang sedang dibicarakan oleh Wonwoo dan Bibi Cha. Tapi tunggu, Hoshi?
"Sepertinya Soon Young ingin menyentuhmu, Appa." Kata Wonwoo dengan senyum tipis yang tercipta di bibirnya.
"Soon Young?" Seong Hun mengulang nama yang disebutkan Wonwoo. Seolah-olah ingin meyakinkan diri dengan apa yang telah didengarnya. Bukan hal lain, Seong Hun hanya tidak mengerti dengan maksud perkataan Wonwoo. Soon Young? Bagaimana bisa?
"Akh!" Namun, tidak beberapa lama kemudian, Wonwoo yang menjadi satu-satunya yang bisa melihat Hoshi, dibuat terkejut saat roh itu memekik kesakitan sembari memegangi dadanya. Wonwoo mendadak panik. Dan membuat Bibi Cha serta Seong Hun kebingungan.
"Hoshi-ya? Waegeurae, eoh? Hya!" Wonwoo bangkit dari duduknya. Menatap Hoshi yang semakin terlihat samar.
"Sa-sakit." Itulah kata terakhir yang terucap dari mulut Hoshi, sebelum akhirnya roh itu benar-benar menghilang.
Wonwoo semakin panik. Sembari memanggil nama Hoshi, Wonwoo mengedarkan pandangannya mencari sosok Hoshi. Bahkan ia beberapa kali mengabaikan Bibi Cha yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Ada apa, Wonwoo-ya?" Tanya Bibi Cha entah sudah yang keberapa kali.
"Hoshi tiba-tiba menghilang. Dia terlihat sangat kesakitan, Bi."
"Apa?!" Bibi Cha tentu saja terkejut. Tapi hanya selang beberapa detik kemudian, ponsel yang ada di dalam tasnya berdering. Melihat sebaris nama di layarnya, Bibi Cha langsung menggeser ikon telepon warna hijau di sana. Itu adalah panggilan dari Bae Sujin.
"Iya, Sujin? Ada apa?"
Sementara Bibi Cha sedang menerima telepon, Seong Hun yang masih kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi, seorang sipir yang tadi mengantarkannya ke bilik tersebut akhirnya kembali datang untuk menjemputnya. Guna membawanya kembali ke dalam sel tahanan, karena waktu jam besuk yang sudah habis.
"Appa?" Kata Wonwoo yang melihat ayahnya hendak dibawa pergi dari tempat tersebut.
"Maafkan appa, Wonwoo-ya. Appa pergi." Kata Seong Hun berpamitan pada Wonwoo.
"A-apa?!" Pekik Bibi Cha yang tampak begitu terkejut. Membuat Seong Hun yang hendak ikut bersama sipir, akhirnya kembali berbalik lagi.
"Tunggu sebentar, Pak. Beri aku waktu lima menit lagi." Seong Hun mencoba untuk menawar kepada sipir penjaga.
"Ada apa, Bi? Apa itu tentang Soon Young?" Bibi Cha mengangguk untuk menjawab pertanyaan Wonwoo. Raut wajahnya masih terlihat sangat terkejut.
"Waegeurae, Sang Mi-ah? Apa terjadi sesuatu yang buruk dengan putraku?"
To be Continued!
23 Oktober 2020