My Lovely Sister (S1) [COMPLE...

由 hejitsmanda

451K 13.4K 774

#1 on Sister Tag (14-07-2020) #2 on SHS Tag (26-06-2020) #54 on Fiksi Remaja Tag (14-05-2018) #95 on Story Ta... 更多

Prolog
Part 1: Mom Wedding
Part 2 : New Family Member
Part 3 : The Worst Thing I've Ever Heard
Part 4 : WHAT?! HE'S IN MY SCHOOL?!
Part 5 : F(uck)irst Day At School
Part 6 : Good Things
Part 7 : He Comeback
Part 8 : Unnerved
Part 9 : Confused
Part 10 : Serious or pretend?
Part 11 : Panic Attack
Part 12 : Why you gotta be so rude?
Part 13 :The Bad Day (Part 1)
Part 14 : The Bad Day (Part 2)
Part 15 : Why you always make me angry with you?
PENTING!! BUTUH COMMENT KALIAN PARA READERS TERCINTA:)
Part 16 : Fainted again?
Part 17 : A Little Happiness?
Part 18 : What's Wrong With Me?
Part 19 : A Little Moment
Part 20 : Care About Her
Part 21 : Almost
Part 22 : Bad Feeling (Part 1)
Part 23 : Bad Feeling (Part 2)
Curhatan Author
Part 24 : The New Beginning
Part 25 : Worry Feeling (Part 1)
Part 26 : Worry Feeling (Part 2)
Part 27 : Rio Plan (Part 1)
Part 28 : Rio Plan (Part 2)
Part 29 : What Happen With Rio?
Part 30 : The Fragile Side of Giselle
Part 31 : The Mysterious Message
Part 32 : New Protector For Giselle
Part 33 : That Message Again?
Part 34 : Poison?
Part 35 : Revealed (Part 1)
Part 36 : Revealed (Part 2)
Part 37 : Revealed (Part 3)
Part 38 : The Memory (Part 1)
PENGUMUMAN!! PLEASE READ THIS CHAPTER!!
Part 40 : The Investigation (Part 1)
Part 41 : The Investigation (Part 2)
Part 42 : The Investigation (Part 3)
Part 43 : The Investigation (Part 4)
Part 44 : Lead to The Truth
Part 45 : The Truth (Part 1)
Part 46 : The Truth (Part 2)
ANNOUNCEMENT!! Please dibaca!! Sangat penting
Part 47 : The Truth (Part 3)
Part 48 : The Truth (Part 4)
Part 49 : The Truth (Part 5)
Part 50 : The Truth (Part 6)
Epilog

Part 39 : The Memory (Part 2)

3.3K 109 4
由 hejitsmanda

"Va-Vara uda-udah ga ada, To," ucap Jollie dengan terbata-bata. Setelah mendengar ucapan itu, Christof pun diam membeku. Seketika dirinya tidak bisa berpikir jernih.

"Ma-maksud mama apa? Dia ga ada gimana? Vara udah pulang ma? Ya udah kalo gitu, Risto mau pulang ma," seru Christof yang membuat air mata Jollie semakin turun dengan derasnya.

"Vara udah meninggal, To!" seru Hanson masih dengan emosi yang memuncak. Seketika itu, pikiran Christof menjadi kosong dan pandangannya pun menjadi kosong juga. Segala pernyataan tersebut membuat Christof semakin terpuruk.

"A-apa? Va-Vara udah ga ada?" Jollie pun hanya membalas dengan sebuah anggukan lemas. Saat itu juga Christof langsung meneteskan air matanya dan tak terasa bahwa tangannya menggenggam erat selimut yang sedang dipakainya.

"Vara!" teriak Christof yang membuat Jollie segera memeluk anak pertamanya itu.

"Vara, maafin kakak Vara!" seru Christof kembali sambil menangis. Hanson yang sedari tadi kesal pada anak pertamanya itu, segera memeluk Christof dan berusaha menenangkan Christof yang saat itu berteriak di dalam kamar rawat inapnya.

"Sudah To, ikhlaskan dia, sayang. Mama gamau liat dia ga tenang disana kalau kamu begini," ucap Jollie masih sambil memeluk Christof yang saat ini sangat rapuh.

"Ma, Risto mau jenguk Vara. Kapan Risto bisa kesana?"

"Secepetnya ya sayang. Mama sama papa akan tanya dulu sama dokter kapan kamu boleh pulang. Kalau kamu bisa pulang besok, pulang dari sini kamu bisa langsung kesana." Christof pun mengangguk setuju.

"Ya udah, sekarang kamu tidur. Papa sama mama juga harus pulang. Besok kita akan kesini lagi," sahut Hanson tiba-tiba sambil pergi keluar kamar.

"To, maafin papa kamu tadi ya. Papa tadi kebawa emosi aja. Papa memang belum bisa melepas kepergian Vara."

"Iya ma, Risto ngerti kok. Ma, Risto mau tanya. Va-vara sejak kapan udah ga ada?" Jollie yang mendengarnya hanya bisa menghela nafas dan tersenyum kecil kearah Christof.

"Persis tiga minggu yang lalu ketika kalian bertiga baru saja sampai di rumah sakit. Waktu itu, kamu dan Mario tidak separah Vara. Menurut sanksi mata, bantal keselamatan punya Vara gak mengembang. Ya bisa dibilang yang mengembang cuman punya kamu aja. Karena itu luka Vara sangat parah ketimbang punya kamu dan Mario. Dan ketika kalian bertiga dibawa ke rumah sakit, hiks..hiks.. nyawa Vara sudah tidak tertolong, To. Begitu dibawa masuk ke ruang ICU, Vara sudah dinyatakan meninggal. Disitu mama sama papa belum sampe rumah sakit dan kita berdua pun tau dari tetangga yang membawa kalian kesini." Seketika itu, Christof segera memeluk Jollie untuk menguatkan sang mama.

"Yaudah mama jangan nangis lagi. Nanti Risto nangis lagi loh ma," ucap Risto dengan masih memeluk sang mama.

"Iya-iya sayang. Ya udah, mama pulang dulu ya sama papa. Kamu istirahat yang cukup. Semoga besok pagi mama kesini, kamu bisa pulang ya sama dokter." Christof pun mengangguk. Jollie pun keluar kamar menyusul Hanson yang sudah lebih dahulu keluar.

Selepas kepergian Jollie, Christof kembali termenung dan tak terasa air matanya kembali menetes. Tak disangka, semua yang awalnya hanya coba-coba membuat adiknya, Vara kembali menghadap sang Pencipta. Bahkan Christof masih ingat betul sebelum kecelakaan itu terjadi, dirinya dan juga Ivara mengalami perdebatan yang hebat dan saat itu Christof belum sempat mengucapkan permohonan maaf kepada Ivara. Kini rasa bersalahnya kepada Ivara semakin menumpuk hingga rasanya Christof tak bisa memaafkan dirinya sendiri atas tindakan buruk yang selama ini sudah ia lakukan kepada Ivara.

"Maafin kakak, Vara. Maafin gue," bisik Christof dalam hati saat ia berdoa untuk kepergian Ivara selamanya dari kehidupannya.

Keesokan harinya pun Christof sudah dinyatakan dapat kembali ke rumah oleh dokter yang merawatnya selama di rumah sakit. Christof sangat bersyukur dengan hal tersebut. Karena dengan begitu, ia dapat menengok Ivara yang sudah berada di alam yang berbeda dengan dirinya dan kedua orang tuanya.

"Ma, abis ini kita langsung ke makam Vara kan?" tanya Christof saat mempersiapkan diri untuk pulang. Jollie pun tersenyum dan berkata, "Iya sayang. Sebentar lagi kamu akan ketemu sama adek kamu kok. Sabar ya."

Begitu Hanson selesai menyelesaikan urusan administrasi, Jollie dan Christof pun mengikuti Hanson menuju ke parkiran mobil. Selama perjalanan, Christof tak hentinya melihat kearah langit. Menurut Christof, melihat ke arah langit adalah obat jika kita sedang merindukan seseorang yang telah pergi jauh. Karena dengan begitu, kita seolah melihat sosoknya di atas sana.

Tanpa terasa, Christof, Jollie, dan Hanson sudah sampai di tempat dimana Ivara terlelap untuk selamanya.

"Ayo sayang lewat sini." Christof pun mengikuti langkah kaki Jollie dan Hanson. Hingga mereka semua tiba di depan batu nisan yang bertuliskan nama Ivara Julliana. Melihat batu nisan tersebut, membuat Christof menitikkan air mata kembali. Benar adanya jika dalam situasi seperti ini Christof menjadi sosok laki-laki yang rapuh dan mudah meneteskan air matanya.

"Vara! Maafin kakak, Vara! Gue gatau kalo akhirnya kayak gini. Andai aja gue dengerin kata-kata lo, lo pasti masih adakan di dunia ini? Lo ga akan ninggalin gue sama mama papa kayak ginikan? Bener semua ini salah gue. Harusnya gue aja Var yang ada di posisi lo."

"Risto, jangan ngomong kayak gitu," sahut Jollie yang mendengar semua kata-kata Christof.

"Itu bener ma. Seharusnya Risto yang ada diposisi Vara sekarang. Vara gak pantes untuk dapet semua ini. Bener kata papa ini semua salah Risto. Risto yang membuat dia udah gak disini lagi ma," ucap Christof masih dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Sudah nak, jangan salahkan dirimu. Maafin papa yang kebawa emosi sejak kemarin. Papa gak bermaksud menyalahkan kamu atas semua kejadian ini. Papa hanya belum bisa mengikhlaskan Vara. Papa pun juga marah sama diri papa sendiri karena tidak bisa menjaga anak-anak papa dengan baik," ucap Hanson sambil menenangkan Christof.

Christof yang berada disamping persis Hanson segera memeluk dan saling minta maaf satu dengan yang lain. Jollie yang melihat pemandangan tersebut sangat senang karena akhirnya suami dan anak pertamanya bisa kembali rujuk dan sekarang tidak ada lagi permusuhan diantara keluarga kecil mereka.

"Var, gue tau dan masih inget banget sebelum kecelakaan itu terjadi, gue sama lo dan Iyo lagi berantem. Sekarang pun gue ngaku kalo gue yang salah ngenilai lo berdua. Seharusnya gue ikutin kata-kata lo dan juga Iyo. Kalo gue dengerin kalian, mungkin akhirnya ga kayak gini jadinya. Gue berharap lo bisa maafin gue walaupun gue tau kesalahan gue fatal banget. Tapi jujur, gue bener-bener minta maaf karena telah membuat lo begini."

"Vara, kamu maukan maafin kakak kamu? Mama tau mungkin kamu masih berat buat maafin Risto. Tapi mama tau anak mama yang namanya Ivara Julliana adalah perempuan yang pemaaf. Oh ya sayang, kamu hati-hati ya disana. Kita bertiga sayang Vara." Hanson, Jollie, dan juga Christof pun beranjak dari makam Vara dan berjalan kembali ke rumah. Selama perjalanan pulang, hati Christof masih resah ditambah lagi memikirkan nasib adiknya yang sekarang sudah tenang.

"Ma, keadaan Iyo gimana?" tanya Christof tiba-tiba.

"Oh dia siuman lebih cepat daripada kamu, sayang. Malah dia pulang ke rumah lebih dulu."

"Loh kok bisa? Memang lukanya ga parah?"

"Iya lukanya gak separah kamu sama Vara. Hanya ada beberapa bekas luka di kepalanya."

Christof yang mendengarnya sedikit terkejut ketika tahu keadaan Mario saat kecelakaan tidak separah dirinya dan juga Ivara. Pada saat inilah, tiba-tiba kegeraman hati Christof muncul bersamaan dengan mengepalnya tangan Christof selama perjalanan kembali ke rumah.

****

Sosok itu masih nyaman terbaring diatas ranjang rumah sakit yang sudah didiaminya selama satu minggu lebih. Begitu sinar matahari menyinari wajahnya, kedua kelopak matanya mulai bergerak menandakan adanya pertanda bagus.

"Rio?" sapa seorang laki-laki paruh baya. Orang yang dipanggil Rio itu yang tak lain adalah Mario Reynaldo, segera mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menormalkan penglihatannya. Setelah ia benar-benar bisa melihat dengan jelas, Rio menyapa sang laki-laki paruh baya itu.

"Papa?" Begitu mendengar kata 'papa', Herman pun langsung memeluk Rio—anak semata wayangnya itu.

"Puji Tuhan. Terima kasih Tuhan," batin Herman.

"Papa keliatannya seneng banget begitu aku bangun. Memangnya aku disini udah berapa lama?"

"Sudah seminggu lebih, Yo. Makanya papa seneng banget akhirnya kamu bangun juga. Sendirian itu ga enak tau, Yo," kata Herman sambil menekan tombol untuk memanggil suster.

"Sumpah pa, papa kayak anak muda aja sih. Pa, inget umur pa. Kalo Rio yang ngomong kayak gitu gapapa deh. Tapi pa, Rio kok bisa dirawat di rumah sakit ya? Sampe seminggu lagi. Perasaan Rio ga pernah selama itu di rumah sakit. Rio sakit apaan pa emangnya?" Herman yang ditanya seperti itu seketika diam membeku.

"Pa?" panggil Rio menyadarkan Herman dari lamunannya.

"Eh-Oh kamu pingsan setelah jatuh dari kamar mandi. Papa juga gatau kronologinya gimana kamu bisa jatuh. Tapi yang jelas kalau waktu itu papa ga dobrak pintu kamar mandinya, mungkin papa akan telat menyelamatkan nyawa kamu," jawab Herman dengan helaan nafas berat.

Jujur Rio terkejut setelah mendengar kata-kata Herman. Dirinya tak ingat jika pernah jatuh dari kamar mandi. Ada keinginan dalam diri Rio untuk bertanya lagi tentang kejadian yang menimpanya, namun begitu melihat wajah Herman berubah menjadi sendu, Rio pun hanya bisa berkata, "Makasih banyak pa."

"Sama-sama, nak." Ketika Rio ingin benar-benar bertanya lebih jauh kepada Herman, seorang dokter dan seorang suster pun masuk ke dalam kamar rawat inap Rio.

"Selamat pagi, Pak dan Rio," sapa dokter yang baru saja masuk.

"Pagi, dok," balas Herman dan Rio bersamaan.

"Bagaimana keadaannya? Sudah lebih segar?"

"Sudah kok dok."

"Baiklah. Coba saya cek sebentar ya." Rio pun mempersilakan dokter tersebut memeriksa kondisinya. Hanya butuh beberapa menit untuk dokter itu memeriksa kondisi Rio.

"Baik Rio, kondisi kamu sekarang sudah stabil dan tubuhmu juga sudah menunjukkan perkembangan yang sangat bagus. Oh ya, apa kamu masih merasa sakit pada bagian keningmu?"

"Kening saya, dok? Memangnya kening saya kenapa?"

"Keningmu luka cukup parah karena terbentur lantai kamar mandi. Kamu sudah tahu kan kalau kamu dirawat karena jatuh dari kamar mandi?"

"Iya dok saya baru dikasih tau papa saya. Tapi, saat ini saya tidak merasakan sakit apapun dok di kening saya. Mungkin lukanya sudah sembuh."

"Baik, bagus kalau begitu. Oh ya pak, mungkin Rio harus tetap disini kira-kira satu sampai dua hari kedepan untuk melihat perkembangan dari tubuhnya mengingat dia baru saja siuman."

"Baik dok itu tidak masalah. Yang penting begitu pulang dari sini, anak saya benar-benar sudah pulih kembali." Dokter tersebut pun mengangguk mengerti.

"Sus, tolong nanti perban pasien diganti dengan yang baru dan jangan lupa untuk cek kondisi lukanya." Suster itu pun mengangguk dan segera pergi meninggalkan kamar rawat inap Rio setelah mencatat beberapa informasi yang dibutuhkan. Kepergian suster tersebut disusul juga dengan sang dokter. Namun, sebelum dokter itu benar-benar pergi, ia meminta Herman untuk menemuinya di ruangannya.

"Rio, papa tinggal dulu. Papa ingin membeli sesuatu dulu ke luar. Kamu istirahat lagi saja atau menunggu sarapanmu yang sebentar lagi datang," ucap Herman berbohong.

"Iya pa." Herman pun keluar dari kamar rawat Rio dan segera berjalan menuju ruangan dokter.

"Permisi, dok."

"Ya pak, silakan duduk."

"Ada apa dokter memanggil saya? Apakah ini ada hubungannya dengan anak saya?"

"Betul pak, ini tentang Rio. Begini pak, saya ingin menjelaskan mengapa saya menyuruh bapak untuk mengatakan kepada Rio bahwa dirinya jatuh dari kamar mandi? Alasannya adalah karena Rio mengalami amnesia disosiatif."

"Sebentar dok, Rio amnesia? Saya pikir Rio benar-benar sehat dok. Dan apa itu amnesia disosiatif dok?"

"Amnesia disosiatif adalah salah satu jenis amnesia yang diakibatkan karena sebuah kecelakaan yang membuat trauma pada kepalanya. Efek dari amnesia ini adalah Rio akan lupa tentang hal yang menyangkut dunia pribadinya. Bapak patut bersyukur bahwa begitu Rio siuman, ia bisa mengenali bapak dengan jelas. Karena biasanya mereka lupa dengan orang-orang terdekatnya. Orang tua bisa saja ia lupakan." Mendengar penuturan sang dokter, Herman sempat tak percaya dengan apa yang menimpa Rio. Namun, Herman pun percaya setelah akhirnya dokter itu membuka suaranya lagi.

"Semua ini murni efek karena kecelakaan yang menimpanya. Benturan yang mengenai kepala Rio sangat kencang pak sehingga benturan tersebut mengenai otak Rio. Sehingga, saat ini Rio tidak bisa dipaksa untuk mengingat orang-orang yang pernah dekat dengan dirinya. Dia harus bisa mengingat dengan sendirinya seperti dia mengingat bapak. Karena jika tidak, itu akan membahayakan kondisi otak Rio dan akan ber-efek juga pada kondisi tubuhnya. Jadi, inilah alasan saya meminta bapak untuk tidak menceritakan kejadian sebenarnya kepada Rio. Karena jika dia tahu yang sebenarnya, saya takut kondisi Rio akan drop apalagi kejadian yang menimpanya ini ia alami bersama dengan orang-orang terdekatnya."

"Lalu, apa dokter punya saran untuk kebaikan Rio kedepannya?"

"Saya menyarankan agar Rio berada di lingkungan yang baru pak. Hal ini dilakukan demi kebaikan kondisi otak Rio. Karena jika Rio terlalu lama berada di lingkungan masa lalunya terutama lingkungan yang bisa mengingatkan pada orang-orang terdekatnya, saya takut Rio akan sering merasakan sakit kepala."

"Sakit kepala, dok?"

"Iya pak itu adalah efek yang akan dirasakan Rio jika tiba-tiba ia teringat tentang kenangan masa lalunya. Untuk saat ini pak yang paling penting adalah hindari perbincangan yang terlalu berat dengan Rio. Otak Rio belum cukup kuat untuk menerima hal-hal yang terlalu berat."

Herman yang mendengarnya pun mengangguk mengerti. Ia segera mengingat setiap detail informasi yang diberikan dokter itu kepada dirinya tentang Rio. Begitu dokter itu selesai memberikan informasi tentang Rio, dirinya segera pamit dan tak lupa Herman mengucapkan terima kasih kepada dokter tersebut.

Begitu Herman meninggalkan ruang dokter tersebut, tanpa terasa ia sudah sampai didepan kamar rawat Rio. Dari luar pun terlihat Rio yang sedang menonton televisi dengan wajah tenang. Bukannya melangkah masuk, Herman justru melangkahkan kakinya menuju taman rumah sakit. Herman pun duduk di salah satu bangku taman. Helaan nafas berat akhirnya ia keluarkan. Ia tak pernah menyangka bahwa anak semata wayangnya akan mengalami hal seperti ini.

"Baik nak, kita akan pindah secepat mungkin. Semoga rencana ini membuat kamu pulih dan tidak mengingat lagi tentang masa lalumu yang membawa malapetaka dalam hidupmu," batin Herman sambil memandang langit biru.

Keputusan Herman sudah bulat. Herman dan Rio akan segara pindah dari Bandung—kota yang selama ini menjadi tempat masa kecil Rio. Meskipun Herman tak tega meninggalkan kota ini, namun ia harus melakukannya demi kebaikan Rio kedepan.

Dua hari setelah Rio siuman, dirinya diperbolehkan pulang oleh dokter. Betapa senangnya Rio, akhirnya ia bisa istirahat di rumah kesayangannya itu. Ketika baru saja tiba di rumahnya, Rio berpapasan dengan seorang remaja laki-laki yang baru saja keluar dari rumah yang berada tepat disebelah rumah Rio. Melihat laki-laki itu, Rio menilai laki-laki itu umurnya lebih tua darinya.

Saat Rio ingin menyapa, laki-laki itu justru menatapnya dengan sinis dan segera membuang muka. Rio yang diperlakukan seperti itu pun bingung dan hanya bisa menatap kepergian laki-laki itu dengan tatapan bertanya.

"Kenapa Yo?" tanya Herman ketika melihat anaknya seperti melihat sesuatu.

"Itu siapa pa? Sejak kapan sebelah rumah kita punya anak cowo?" Herman kaget karena ternyata Rio benar-benar lupa akan orang-orang terdekatnya. Berarti semua perkataan dokter itu benar adanya.

"Sebelah rumah kita? Salah kali kamu. Sebelah rumah kita kan ga punya anak cowo. Yaudah gak usah kamu pikirin mending sekarang kamu masuk dan istirahat. Mulai sekarang, kamu harus banyak istirahat supaya kondisi fisikmu cepat pulih terutama lukamu itu," kata Herman sambil menyuruh Rio masuk kedalam rumah.

"Yo, sebelum kamu istirahat papa ingin membicarakan suatu hal yang penting. Sini duduk." Rio pun duduk berhadapan dengan Herman.

"Jadi, begini Yo, setelah papa pikir-pikir, papa pengen kita pindah rumah."

"Apa pa, pindah rumah? Ga salah pa? Alasannya apa pa kita pindah rumah? Bukannya disini kita baik-baik aja ya pa?" tanya Rio heran. Rio heran sekali dengan Herman. Kenapa tiba-tiba papanya ingin pindah rumah. Memang ada apa dengan rumah ini?

"Yo, rumah ini gak kenapa-kenapa. Tapi, papa aja yang sudah tidak nyaman tinggal disini. Papa ingin mencari suasana baru untuk kamu dan juga papa. Kalau kembali ke rumah ini, papa akan selalu tersiksa dengan mengingat ketika kamu jatuh di kamar mandi dan belum lagi rumah ini mengingatkan papa tentang mama kamu," jawab Herman dengan wajah sendu. Melihat wajah Herman berubah menjadi sendu, seketika Rio dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Herman.

"Baik pa, Rio mau kalau kita pindah rumah. Mungkin dengan kita pindah merupakan langkah kita untuk membuat lembaran hidup yang baru untuk keluarga ini," jawab Rio dengan mantap setelah sempat merenung sejenak.

"Kamu serius, Yo? Kamu ga terpaksakan?" Rio menggeleng. Melihatnya, Herman segera tersenyum bahagia.

"Jadi, kapan kita pindah?" tanya Rio dengan semangat. Herman hanya memberikan senyum misterius kearah Rio.

Tak butuh waktu lama, seminggu setelah kepulangan Rio ke rumah, Rio dan Herman sudah siap akan pindah rumah. Saat ini di depan rumah Rio, sudah ada truk pengangkut barang yang terparkir dan satu persatu bekakas yang ada di rumahnya mulai diangkut dan mulai memperlihatkan bentuk asli dari rumah Rio. Sejenak Rio mengamati rumahnya untuk terakhir kalinya.

"Ma, tolong jaga rumah kita ya. Maaf, kalau aku sama papa harus pindah dari sini dan memulai kehidupan baru di kota lain. Tapi tenang aja, aku akan selalu ingat dengan mama. Kalau gitu, aku pamit ma," batin Rio sambil tersenyum.

"Ayo Yo kita berangkat," seru Herman dari luar rumah. Rio pun segera keluar rumah dan berjalan menuju mobil. Namun, betapa kagetnya ketika melihat orang sebelah rumahnya juga ingin pindah seperti dirinya. Rio pun juga kembali berpapasan dengan anak laki-laki itu. Tatapannya masih sama dingin dan sinis. Tak berapa lama, laki-laki itu membuang mukanya lagi.

"Itu anak kenapa sih sama gue? Perasaan gue ga punya masalah sama dia. Ga sopan lagi natep gue kayak gitu. Berasa kayak kenal aja," batin Rio sambil masuk kedalam mobil.

"Ada apa, nak?"

"Gapapa pa. Rio rasa memang keputusan kita pindah rumah bener pa. Apa kita udah siap jalan?"

"Siap. Mari kita berangkat." Herman pun menyalakan mesin mobil dan segera melajukan mobilnya diikuti dengan truk pengangkut barang yang berada dibelakang. Rio pun menghela nafas lega.

"Semoga kepindahan ini benar-benar awal dari lembaran baru kehidupan gue," batin Rio.

#FLASHBACK OFF

****

HELLO GUYS!!!

FINALLY, GUE UPDATE JUGA PART 39-NYA!!!

Gimana nih part 39-nya?? Kalian semua yang baca ngertikan cerita flashbacknya? Kalo masih ada yang ga ngerti boleh nanya dicomment ya..

Finally, gue kelar UN dan yap mulai sekarang waktu luang gue buat nulis sudah lebih banyak dan semoga cerita ini bisa selesai yaaa....

Dan kalo kalian perhatiin, gue baru aja update Cover "My Lovely Sister" edisi terbaru loh!!!

Oh ya jangan lupa untuk follow Official Instagram Wattpad gue untuk keep update tentang story-story gue ya!!

See you di part 40!!!

Gisell xx

-14 April 2018-

繼續閱讀

You'll Also Like

1K 240 59
Masa depan yang begitu menyeramkan untuk seluruh umat manusia, kawanan Amo datang dan membuat banyak manusia menjadi kehilangan kesadaran atas diriny...
685 187 9
Jenuh akan pekerjaannya, membuat Sohyun sering menghabiskan waktu sepulang kerjanya dengan mabuk-mabukan. Semuanya tampak membosankan, hingga ia meli...
4.8M 290K 85
SUPAYA NGGAK BINGUNG, BACA SESUAI URUTAN! 1. CRAZY POSSESSIVE (TERBIT) - SELF PUBLISH, PESAN DI GUA AJA - 2. EX (TERBIT) - ADA DI GRAMEDIA - 3. HIS G...
3.8K 325 10
[don't forget to follow brillantemine] Hibry tidak melakukan apapun, namun kematian temannya yang tiba-tiba membuatnya dirundung mimpi paling buruk...