Selamanya [Sudah Terbit]

Bởi LaksmiDAP

318K 24.3K 2.7K

Salmira membenci Ronan. Lelaki itu pernah menorehkan luka dalam hatinya di masa lalu. Sayangnya takdir memper... Xem Thêm

Perkenalan
Bertemu Sahabat Mama
Pertemuan
Mantan
Di Luar Prediksi
Kita Bisa Berteman?
Gak Perlu Temuin Gue Lagi
Belum Move On?
Good Idea
Pengganggu
Big Boss
Rumah Sakit
Menyemai
Memahami Perasaan
Merajut
Kotak Kenangan
Penyesalan Ronan
Deep Talk, Curi Dengar
Ketahuan
Janji Ronan
Break Up
She is Mine
Tidak Berpihak
Penguntit
Bawa Salmira Kembali
Bantuan Orang Tua
Mama Dareen
Satu Malam
Luluh?
Princess Lala
Cinta Lama
Bajingan
Dilema
Ada Apa dengan Ronan?
Jangan Bersedih Salmira
De Javu
Dua Lelaki Galau
My Heart
Aki dan Nini
Dua Rasa yang Berbeda
Semua Salmira Dirayakan
Wedding Day
First Day
Apartment Kita
Sedih Tak Berujung
Do You Love Him?
Ronan's Wife
Suami dan Sahabat
Aku dan Kamu, Kita
Tutur Cahaya
LDR
Dia Pergi
Rumah
Perempuan Gila
Perempuan Gila 2
Posesif
Mantan Ronan (Lagi)
Menantu Mama Una
Let Me Love You (Dareen- Lala)
Family Man
Selamat Datang Cinta yang Baru
Hallo
Author Menyapa
Pre Order SELAMANYA

Butuh Waktu

3.8K 404 55
Bởi LaksmiDAP

Salmira menghampiri mamanya ketika bau masakan menyeruak. Ada banyak makanan tersaji di meja makan. Beberapa camilan kesukaan Salmira juga terlihat memenuhi tempat tersebut. Gadis itu dibuat penasaran.

"Ada apa ini Ma?" tanya Salmira memandangi mamanya keheranan.

"Keluarga Om Edy mau makan malam di sini. Katanya sekalian ada yang mau diomongin sama kita," sahut Cahaya.

"Keluarga Om Edy?"

"Ya, Kak. Kamu bebersih dulu sana. Mereka udah mau jalan kesini katanya. Tadi habis jalan kemana kamu?"

"Nontonin hujan, Ma," sahut Salmira seadanya. Memang benar, seharin di puncak hanya dihabiskan dengan menunggu hujan reda.

Cahaya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Salmira. Kemudian ia kembali menyibukkan diri untuk penyambutan tamunya nanti. Sebenarnya Cahaya sudah mengetahui tujuan kedatangan keluarga sahabatnya itu. Hanya saja ia tidak memberi tahu Salmira. Biarkan gadis itu tahu sendiri dari Ronan dan keluarganya dan memutuskan sendiri nantinya.

Pukul tujuh malam, mobil mewah milih Ronan memasuki halaman rumah Salmira. Lelaki itu datang bersama orang tuanya. Ia berjalan di belakang orang tuanya. Mengenakan kemeja navy yang lengannya digulung hingga siku. Dua kancing kemeja bagian atasnya terbuka. Potongan rambut belah tengah khas dirinya membuat Ronan makin terlihat menawan. Seluruh gadis di luar sana mungkin saja bisa terpesona dengan ketampanan dan karisma Ronan, kecuali gadis yang akan dilamarnya malam itu. Ronan masih pesimis. Sungguh ia tidak berani berharap.

Keluarga Salmira menyambut kedatangan lelaki itu. Salmira melihat baju yang ia kenakan, celana kain hitam dengan sweater rajut berwarna navy. Warna yang sama persis dengan yang Ronan kenakan.

"Kok bisa samaan?" Salmira bertanya dalam hati setelah melihat kecocokan pakaian mereka.

Cahaya mempersilahkan mereka masuk, berbincang sejenak di ruang tamu rumah Salmira yang tidak terlalu luas. Bella dan Iyan memilih duduk di teras karena di dalam terlalu ramai. Rumah itu tidak cukup luas untuk menampung banyak orang.

Cahaya duduk di single sofa, bersama Salmira yang memilih mendudukkan dirinya di bahu sofa tempat mamanya duduk. Sementara Ronan dan kedua orang tuanya duduk di sofa panjang.

"Gapapa kan Ma, Salmira duduk di sini?" tanya Salmira tidak enak. Kalau mamanya keberatan ia akan bergabung bersama adik-adiknya.

"Gapapa Sal. Kita mau bicara juga sama kamu," sahut Edy.

"Kenapa Om?"

"Jadi gini Sal-

Edy menggantungkan kalimatnya.

Salmira menutup rapat mulutnya, menunggu kelanjutan kalimat pria itu.

"Om dan tante, sebagai orang tua Ronan bermaksud untuk melamar kamu untuk anak kami. Ronan serius sama kamu. Dia mencintai kamu. Om harap kamu bisa mempertimbangkan dan menerima niat baik kami ini."

Salmira menundukkan kepalanya dalam-dalam. Semuanya terasa sangat mendadak. Ia tidak bisa memutuskan apa-apa. Menikah dengan Ronan, lelaki yang membuatnya patah hati, lelaki yang kehadirannya tidak pernah Salmira harapkan lagi, bagaimana bisa?

Sementara Ronan menatap gadis itu nanar. Jika Salmira nanti akan menolak lamarannya, ia harus mempersiapkan hati saat itu juga. Jantungnya berdegup kencang. Melihat Salmira yang tertunduk membuat Ronan semakin takut. Ia belum siap merelakan gadis itu.

"Ini kesempatan terakhir untuk Ronan. Dia berjanji akan melepas kamu kalau kamu tolak lamarannya. Keputusannya ada di kamu, Sal. Kami tidak memaksa. Ronan pun begitu. Yang paling penting kamu bahagia," ucap Edy lagi yang membuat Salmira mengangkat kepalanya dan menatap Ronan.

Lelaki itu terlihat menyedihkan. Tatapannya kosong. Seperti tidak bersemangat. Ronan pasti berpikir kalau malam itu Salmira akan menolaknya.

"Om, Tante, Ronan, boleh Salmira minta waktu untuk berpikir? Ini terlalu mendadak untuk Salmira."

Edy dan Una mengangguk. Sementara Ronan menarik nafas berat. Lelaki itu seperti digantung. Tidak berani berharap karena takut dipatahkan oleh harapannya sendiri, namun cara Salmira menatapnya seperti seolah harapan itu ada.

"Aku tunggu, Sal. Apapun keputusan kamu, aku akan terima," sahut Ronan setelah berhasil melawan badai di dadanya.

Cahaya menggenggam tangan Salmira. Tubuh gadis itu bergetar karena kaget dengan situasi tersebut.

"Kok jadi pada tegang. Gapapa Kak, kamu pikirin pelan-pelan ya. Gak ada yang nekan kamu kok. Ya kan Na, Ed?"

"Ya sayang, take your time. Jangan jadiin beban ya," sahut Una.

"Panggil adik-adik kamu, Kak! Kita makan yuk! Udah pada laper kan?" Cahaya bangkit dari tempat duduknya. Disusul oleh yang lainnya.

Meja makan yang biasa terisi oleh empat orang, kini bertambah tiga orang. Meski terasa penuh dan sedikit berdesakan, Salmira sungguh merasakan hangatnya keluarga di sana. Tidak ada kecanggungan meski Una dan Edy sedang bertamu. Mereka sama sekali tidak sungkan dan Salmira menyukai itu.

"Iyan, Bella, kalian belum pernah ketemu Om kan?"

Keduanya mengangguk.

"Salam kenal ya, Om," ucap Iyan sopan.

"Om Edy sama Tante Una ini sahabat Mama waktu muda," ucap Cahaya mengenalkan kedua temannya pada anak-anaknya.

Iyan dan Bella hanya menganggukkan kepalanya sopan.

"Gak usah canggung sama kami. Anggap saja orang tua sendiri," ucap Una.

Kemudian acara makan malam itu dimulai diiringi obrolan ringan. Pujian-pujian untuk masakan Cahaya terlontar dari mulut tamunya itu secara bergantian. Cerita nostalgia ketiga sahabat itu juga tidak pernah absen membuat para anak-anak ikut cekikikan ketika ada cerita yang menggelitik.

"'Mama kalian ini dulu tomboy banget, galak pula. Om takut deketin Tante Una bukan karena orang tuanya, tapi karena dia punya sahabat galak."

Ketiga anak Cahaya tertawa, "ternyata mama udah galak sejak dini," celoteh Bella. Kedua kakaknya mengangguk setuju.

Ronan diam saja. Sibuk pada makanannya yang terasa hambar meski berulang kali orang tuanya memuji masakan tersebut. Pikirannya terlalu berisik. Terlalu banyak hal buruk yang berputar di sana.

Salmira menyadarinya. Sejak tadi ia diam-diam memperhatikan Ronan yang duduk berhadapan dengannya. Lelaki itu tampak tidak tenang. Tidak bersemangat juga.

"Kak, Kak Ronan ganteng, ya?" bisik Bella di telinga Salmira.

"Semua laki-laki juga kamu bilang ganteng, Bell," sahut Salmira juga ikut berbisik.

Ronan meneguk air putih di gelasnya, kemudian mengelap mulutnya dengan tissue yang ia ambil di sudut meja.

"Ronan permisi ke depan sebentar, ya. Mau ngerokok," pamit Ronan yang diangguki semua orang.

Salmira menatap punggung Ronan yang menjauh. Lelaki itu masuk ke dalam mobilnya, mengambil tasnya kemudian bersandar di kap mobil.

"Ma, Salmira boleh ke depan juga nggak?"

Cahaya tersenyum kemudian mengangguk, "sekalian tawarin ke Ronan," ucapnya sambil menunjuk puding kesukaan Salmira.

"Ron, mau puding nggak?" Ronan menoleh pada sumber suara. Salmira memegang piring berisi potongan puding mangga buatan mamanya.

"Lagi ngerokok Sal," sahut Ronan.

Salmira melangkah ke teras bersama piring di tangannya. Meletakkan piring tersebut di atas meja, kemudian ia duduk mengamati Ronan yang sibuk menyesap rokoknya dan mengepulkan asap dari mulutnya.

"Kok nggak masuk?" tanya Ronan menghampiri Salmira. Lelaki itu mematikan rokoknya saat menyadari ternyata Salmira tidak masuk ke dalam rumahnya.

"Ron, ini serius? Maksudnya lamaran ini serius?"

Ronan mengangguk mantap.

"Sal, aku gak pernah bohong soal perasaanku ke kamu. Aku cinta sama kamu Sal. Ini adalah cara terakhirku untuk buktiin keseriusanku ke kamu."

"Tapi Ron-

"Kamu gak perlu khawatir Sal. Seperti yang mama bilang, just take your time. Apapun keputusan kamu, aku janji akan menerimanya."

"Gue pikirin dulu, ya Ron. Gue gak bisa kasi lo jawaban sekarang."

Ronan meraih tangan Salmira, "aku akan nunggu, Sal."

Salmira mengangguk, "cobain pudingnya deh, Ron! Ini desert terbaik buatan mama." Salmira teringat akan makanan kesukaannya itu.

🌻

Salmira termenung di kamarnya. Kedatangan keluarga Ronan dan lamaran yang mendadak itu cukup menyita pikiran Salmira. Gadis itu bingung harus bagaimana. Ia belum menemukan jawaban meski berpikir semalaman. Meminta petunjuk pada Tuhan di penghujung doanya.

"Kak!" Panggil Aya saat melihat Salmira termenung. Pintu kamar gadis itu memang tidak tertutup jadi mamanya bisa melihatnya dengan jelas.

"Kamu gak tidur semaleman ya?"

Salmira mengangguk. Kemudian Cahaya memasuki kamar gadis itu, duduk di tepi ranjang, menghadap Salmira.

"Mama boleh ngasi kamu saran? Mama gak maksa kamu Sal. Semua keputusan ada di tangan kamu. Mama cuma mau kamu pertimbangin saran mama."

Salmira mengangguk. Ia memang sedang menbutuhkan sebuat saran saat itu.

"Menurut mama, Ronan itu memang beneran cinta sama kamu. Cinta yang gak akan main-main lagi. Kalau kamu nerima lamarannya, dia pasti akan memperlakukan kamu dengan baik."

"Jadi menurut mama, aku harus nerima Ronan?"

"Terserah kamu kak. Kan tadi mama bilang mau ngasi saran. Lewat perspektif mama."

"Tapi Salmira gak cinta sama Ronan, Ma."

"Kamu mencintai orang lain? Dareen?"

Salmira menggeleng, "nggak ada, Ma."

"Sal, mama mau lihat kamu bahagia. Sebagai seorang ibu, mama punya perasaan yang kuat kalau Ronan akan selalu perjuangin kebahagiaan kamu."

"Ma, Salmira gak cinta sama Ronan, bagaimana Salmira bisa bahagia menikahi orang yang gak Salmira cintai."

Cahaya menatap lurus ke depan, tatapannya nanar. Ada gurat kesedihan di sana.

"Menikahi orang yang kamu cintai gak bisa menjamin kebahagiaan kamu, Sal. Mama contohnya. Mama pikir cinta mama akan membuat mama bahagia bersama papamu, ternyata mama salah. Sejak awal mama menderita."

"Ma." Salmira mengusap air mata mamanya. Sudah lama sekali rasanya gadis itu tidak melihat air mata mamanya tumpah.

"Dulu orang tua mama selalu nyuruh mama berpikir dua kali untuk menikah dengan papa. Mereka bilang papamu gak seserius itu sama mama. Tapi cinta mama yang terlalu besar membuat mama buta dan tuli. Mama tetap memaksa menikah dengan papamu meski tanpa restu orang tua."

"Kamu lihat sendiri kan Kak, gimana hidup mama setelah menikah dengan papamu? Apa mama bahagia?"

Salmira memeluk mamanya yang mulai terisak.

"Berkali-kali mama diselingkuhin. Mama dipukulin, dibohongin. Mama bertahan demi kalian sampai akhirnya mama menyerah. Mama gak pernah ngerasain bahagia setelah menikah dengan laki-laki yang mama cintai."

"Mertua mama juga selalu menyalahkan mama saat papamu ketahuan selingkuh. Mereka bilang mama galak lah, suka marahin papa lah, makanya papa jadi nyeleweng. Gak ada satupun yang bela mama. Sementara orang tua Ronan sangat menyanyangi kamu, terutama Tante Una. Apa kamu pikir dia akan diam saja kalau kamu disakiti? Nggak Sal, mama kenal Una sejak kecil."

"Mama tahu, gak semua laki-laki seperti papa. Tapi dicintai jauh lebih baik Sal. Laki-laki yang mencintai kamu, gak akan tega melukai kamu."

"Jadi menurut mama Salmira sebaiknya nerima Ronan?"

"Ikuti kata hatimu, Kak. Mama cuma mau ngasi kamu bayangan dari kisah hidup orang tuamu. Mama akan merestui apapun keputusan kamu. Mama gak mau kamu melangkah tanpa restu, mama gak mau kamu merasakan penderitaan mama."

Cahaya mengelus puncak kepala Salmira. Kemudian meninggalkan anak sulungnya itu. Setetes air mata menetes di wajah Salmira setelah kepergian mamanya. Selama ini Salmira selalu salah paham pada mamanya. Ia berpikir mamanya adalah wanita galak yang tidak berperasaan. Wanita itu memendam terlalu banyak luka sendirian. Saat itu akhirnya ia menyadari kalau tidak ada yang lebih menyayangi dirinya dan adik-adiknya selain mamanya.

🌻

Thank you for reading and see you in the next chapter💙💙💙

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

Kepingan Narasi Bởi Saaaaab

Tiểu Thuyết Chung

1.4K 83 6
Cerita-cerita pendek lepasan. Nggak ada tema, tapi kebanyakan tentang cinta dan harapan. Original works ✨
193K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
46.5K 1.5K 30
[COMPLETED] Hanya barisan kata yang membuatku merasakan bahagia, Hanya sebuah aksara yang semoga lebih bermakna, Dimana aku menuliskan tentang mu dan...
97K 17.7K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...