How We Fix Sorrow ✅

Von TaliaMefta

65.1K 5.4K 392

Flora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainny... Mehr

Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
Bab 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52
BAB 53
BAB 54
BAB 55
BAB 56
Epilog
Bonus Chapter Info

BAB 16

781 77 8
Von TaliaMefta

"Permisi."

"Permisi."

"Halo. . . permisi, apa kau mendengarkanku?" Seseorang menjentikkan jarinya di hadapanku. Aku berkedip dengan cepat sebelum memfokuskan wajahku kepadanya.

"Oh, maaf. Ada yang bisa aku bantu?" Aku bertanya sambil tersenyum ke arah orang di hadapanku.

"Aku ingin meminjam beberapa buku ini." Dia menunjukkan beberapa buku mulai dari novel hingga buku sejarah.

"Oke, aku akan mengeceknya dari komputer—atas nama siapa?"

"Louisa Reid."

"Oke, baiklah. Bukunya sudah teregistrasi. Ini buktinya, jangan sampai hilang." Aku memberikannya kertas bukti yang aku stempel sebelum ia mengucapkan terima kasih dan pergi.

Aku kembali membuka halaman novel yang aku baca yang masih berada di tengah-tengah, mungkin karena aku melamun setiap sepuluh menit, jika saja aku tidak melamun maka aku dapat menyelesaikan buku ini dalam tiga jam.

Sebentar lagi perpustakaan ditutup, aku mulai membereskan meja lalu mematikan komputer. Beberapa orang yang membaca di perpustakaan mulai keluar tidak lupa menata bukunya kembali ke dalam rak. Ada beberapa orang yang meletakkan bukunya di atas meja. Aku mendengus pelan sebelum mengambil buku tersebut dan menatanya dengan rinci menurut genrenya.

Aku meletakkan kartu identitasku sambil mengucapkan selamat tinggal kepada Jodi dan Tonya. Mereka melambaikan tangannya kepadaku sementara aku mengangguk kecil.

Di rumah makan aku masih bergerak menjadi kasir, di sana aku juga melatih diriku untuk tidak muntah saat ada orang yang memesan makanan. Tentu saja tidak mudah, aku sempat berkeringat dingin dan harus menahan napas setiap makanan baru disajikan dadi dapur.

Tugasku yang berdiri di depan kasir sebagian besar membuat kakiku pegal, pahaku masih perih setiap aku menggesekkan tanganku ke pakaian dengan tidak sengaja. Lengan dan perutku juga masih perih, aku tidak bisa bergerak dengan bebas, aku harus membeli antiseptik dan antibiotik ke toko obat sebelum aku kembali.

Aku bahkan tidak tahu jika aku ingin kembali ke tempat itu.

Selama bekerja aku mencoba untuk fokus, untung saja hari ini rumah makan tidak sepadat hari-hari biasanya, masalahnya adalah hujan deras mengguyur kota, membuat orang-orang lebih memilih untuk tidak makan ketimbang harus keluar dari rumah. Bahkan beberapa orang yang memesan makanan kepada kami diantar melalui aplikasi makanan online.

James menemukan alternatifnya beberapa bulan yang lalu saat aku memberitahunya. Dia dengan cepat meregistrasi akun agar orang-orang dapat membeli makanan melalui aplikasi online. James berkata bahwa hal ini menambah profit ruang makan, dia tertawa sambil menepuk punggungku pelan membuatku mengernyit karena ada beberapa goresan di sana.

Lola masih sibuk mengurus tanaman venusnya yang datang seminggu yang lalu, dia juga membeli kapur serangga untuk mencegah semut keluar dari dapur kecuali melalui tanaman venus. Dia berkata bahwa kini hanya ada sedikit semut yang mengitari dapurnya. 

Perutku kembali keroncongan, hal ini selalu terjadi setiap malam saat aku hanya memakan satu kentang rebus setiap hari dan dua gelas air setiap hari. Aku tidak memiliki peraturan lainnya, yang jelas aku tidak butuh makan karena hal itu akan menghambat penurunan berat badanku.

Sepulang dari rumah makan aku memutuskan untuk pergi ke toko obat. Aku mengambil obat anti nyeri, antiseptik, obat oles agar lukanya tidak basah, serta satu boks perban dan satu pak kapas.

Max, seorang pria lulusan perkuliahan farmasi berjaga di toko, dia tidak terlalu peduli dengan apa yang orang lain lakukan. Aku tahu dia tahu tentang apa yang terjadi denganku tapi dia tidak berbicara apapun. Aku tidak apa, aku harap orang-orang ini tidak membuat masalah besar tentang apa yang aku lakukan.

Aku melihat sekeliling sampai melihat botol pil pengurus badan yang terpampang di depan meja kasir.

"Ini baru?" Aku menarik satu botol obat pil tersebut sebelum memperhatikannya.

"Itu baru datang kemarin, produk ini sangat ampuh karena kandungan fen-phen di dalamnya." Dia memakan apel sambil mengecek seluruh barang-barangku. Aku tidak tahu apa itu fen-phen, tapi aku yakin itu zat kimia yang ampuh untuk menurunkan berat badan, seperti apa yang Max katakan.

Aku melihat kode kadaluarsanya. Dua tahun? Aku mungkin bisa menyetoknya. Satu botol berisi sembilan puluh pil. Aturan penggunaannya adalah dua kali sehari dan dijamin berat badan akan turun satu setengah kilo sehari.
 
Aku mengambil empat botol.

Memberikannya kepada Max sebelum pria itu menarik satu alisnya. "Maksimal pembelian dua botol." 

Aku menggeleng. "Aku ingin menyetoknya. Aku akan membayarmu lebih."

"Oke."

Max langsung mengecek seluruh barangku sebelum aku menyerahkan uangnya, tidak mengambil kembaliannya karena Max akan mengambilnya.

Aku memasukkan seluruh barangku ke dalam tas ransel, berjalan keluar toko lalu kembali menuju ke apartemen. 

Aku langsung masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Aku mengeluarkan seluruh obatnya sebelum memasukkannya ke dalam laci kecuali obat pil dan antiseptiknya.

Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sesekali mencegah isakan yang keluar dari bibirku yang aku gigit kuat, apalagi sabun yang mengenai diriku membuatku meringis kasar ingin segera keluar.

Setelah semuanya selesai aku berdiri di depan wastafel sebelum mengeluarkan kapas dan antiseptik lalu mengusapnya pada seluruh bekas goresan milikku. Setelah semuanya selesai aku melihat botol pil tersebut sebelum melihat peringatannya.

Satu hari dua pil.

Aku mengambil dua pil dan langsung menelannya. Aku meletakkan obat pil tersebut ke laci gantung yang ada di sebelah wastafel. Aku kembali menuju kamar sebelum menutupi seluruh tubuhku dengan selimut, aku tidak ingin melakukan apapun sekarang kecuali tidur.

•••

Aku ada di dalam mall. Perpustakaan ditutup hari ini karena ada konstruksi di seberang jalan yang membuat bagian blok bangunan tersebut mati lampu selama seharian penuh. Aku memutuskan untuk menghabiskan waktu ke dalam mall untuk mencari gaun.

Aku mencari gaun seukuranku yang tentunya harganya tidak mahal. Mengitari seluruh bangunan, aku berdecak saat tidak menemukan gaun yang pas dengan tubuhku. Aku menarik napas pelan, mungkin aku harus pergi ke lantai bawah untuk mengecek toko yang lain.

Memutari mall lebih lama, aku akhirnya menemukan toko ukuran besar. Aku masuk ke dalam sambil melihat-lihat gaun yang ditampilkan di etalase kaca. Tanganku melihat-lihat gaun yang kebanyakan terbuka, aku tidak menyukainya, jadi aku terus masuk ke dalam toko melihat gaun lainnya yang lebih tertutup.

Aku menemukan satu. Gaun warna cokelat tua dengan lengan panjang dan rok panjang. Gaunnya simpel, mungkin gaunnya tidak terlihat seperti gaun yang aku gunakan tapi ini merupakan satu-satunya gaun yang tidak menunjukkan banyak tubuhku.

Aku berjalan menuju ke ruang ganti sebelum mengenakannya. Ritsleting yang ada di samping membuatku dengan mudah menutup gaunnya. Aku sempat berpikir bahwa gaun ini tidak akan cukup bagiku, tapi saat aku mengenakannya gaun ini ternyata cukup pada tubuhku. Aku menarik napas pelan sebelum melepasnya. Aku akan memilih ini.

Setelah membayar aku mencari sepatu hak tinggi yang berjejeran di lantai bawah. Aku menemukan satu sepatu hak tinggi yang tidak terlalu mencolok lalu membayarnya.

Aku mengecek dompet setelah membayar sepatu haknya. Aku rasa aku punya uang pas, aku tidak punya uang lain selain tabungan, aku juga belum bayaran bulan ini sehingga aku harus memilih barang sesuai budgetku.

Berjalan ke area riasan, aku langsung mengambil satu jenis riasan masing-masing sebelum membayarnya. Aku sempat menggigit bibir saat melihat harga, tapi untung saja uangku cukup. Aku menarik napas dalam sebelum membawa peralatan riasan tersebut kembali ke apartemen.

Memasuki apartemen, aku bergerak menuju ke kamar dengan cepat saat aku melihat Caden dan Lily yang sedang bercumbu di sofa ruang tamu. Aku menghiraukan perasaan, hati, dan bisikan dalam diriku sebelum aku mengunci kamar.

Aku mengeluarkan seluruh barang yang aku bawa dan meletakkannya ke meja kosong di sebelah kasur, tidak terlalu memikirkan barangnya, yang aku mau hanya tidur semalaman.

Saat aku terbangun di tengah hari, ponsel retakku kembali menyala, ada berbagai macam pesan yang masuk ke dalam ponselku sebelum aku membacanya satu persatu. Saat aku melihat pesan dari James aku langsung mengacak-acak rambutku dengan kasar, aku lupa jika aku punya jadwal seperti biasa di Rumah Makan Lee. 

Bagaimana aku bisa melupakan hari kerjaku? Bagaimana aku dapat lalai dalam menjalankan tugas, bagaimana aku dapat lupa, aku tidak pernah lupa.

Aku membalas pesan James meminta maaf sebesar-besarnya karena aku lupa dengan tanggung jawabku. Dia memaafkanku, hanya saja dia ingin aku lebih bertanggung jawab setelahnya yang aku pahami benar-benar agar tidak membahayakanku.

Aku tetap bangun sampai subuh, menggambar di buku gambarku yang baru berusaha untuk membuat desain gambar pakaian yang berbeda-beda. Aku berakhir dengan tujuh gambar pakaian sebelum aku kembali mengacak-acak rambut. Apa yang aku lakukan dengan hidupku? Ini sangat menyedihkan. 

Melihat gambaran desain pakaian membuatku sebal, aku tidak dapat melakukan hal lain kecuali menggambar. Aku harap aku masih punya alat jahitku. Aku harap Lila dan ibu tidak membantingnya tepat di hadapanku saat mereka sedang marah kepadaku tentang keluarga mereka.

Aku harap mereka tidak merobek sebagian besar pakaian yang aku jahit dengan kain-kain yang aku beli dengan uangku sendiri lalu membakarnya di taman belakang. Aku benci saat aku tidak dapat mengelak. Apa yang harus aku lakukan?

Aku dapat pergi ke perguruan tinggi jika orang tuaku tidak menyabotase pihak administrasi agar mereka bisa memasukkan Lila ke dalam universitas yang sama denganku, menghabiskan seperempat dari uang perusahaan mereka untuk Lila sehingga mereka tidak mempunyai uang lebih untuk membayar karyawan perusahaan.

Aku ingin mereka memperlakukanku sama seperti mereka membanggakan Lila. Jika saja aku merupakan seorang lelaki maka hidupku akan lebih mudah dan mereka akan menyukaiku. Salah satunya adalah mereka akan membuatku mengatur perusahaan mereka. Ayah dan ibu tahu bahwa Lila tidak menginginkan perusahaan karena dia ingin membuka bisnis sendiri, jadi mereka seharusnya memberikan perusahaannya kepadaku saat aku lahir.

Tidak sampai mereka melihat jika aku hanya seorang perempuan.

Aku selalu mengatakan kepada diriku bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi aku tahu itu bohong, semuanya tidak akan baik-baik saja utamanya saat aku merasa tidak nyaman berada di manapun atau bersama siapa saja. Aku masih berusaha untuk tetap positif, tapi menjadi positif tidak akan membawaku ke mana-mana.

Aku menyobek seluruh lembaran desain pakaianku sebelum meremas masing-masing dari kertasnya, melempar desain pakaian tersebut ke boks kotak tempat menyimpan buku catatan harianku.

Saat matahari mulai muncul, aku berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh seluruh tubuh, tidak lupa memberikan cairan antiseptik ke arah luka-lukaku sebelum aku mengenakan pakaianku. 

Dalam tiga hari aku akan menuju ke rumah keluarga Green lagi, entah apa yang semua orang rencanakan, aku hanya ingin semuanya cepat selesai karena aku tidak merasa nyaman bersama orang-orang tersebut. Mereka tidak melihatku seperti. . . orang yang sama dengan mereka. Entah karena apa, Caden punya banyak poin saat dia mengatakan mengenai semua kekuranganku.

Aku pikir orang-orang dapat membacaku dengan mudah, hanya saja aku berharap mereka tahu apa yang mereka lakukan kepadaku, mungkin mereka tidak ingin melihat konsekuensi mengenai apa yang mereka lakukan kepadaku, tapi benar. . . aku juga tidak ingin melihat lebih dalam kepada diriku, mungkin sedikit, aku tidak mau merasa kasihan kepada diriku. Mungkin ini takdirku, aku ada karena aku harus menderita, entah karena apa yang terjadi padaku di kehidupan sebelumnya atau dunia ini terlalu kejam dan hidup itu menyebalkan.

Aku berjalan ke lantai bawah, Lily ada di dapur sambil meminum kopi yang baru saja dia tuangkan ke dalam cangkirnya. Aku berusaha menghiraukannya, tapi wanita super menawan itu memanggil namaku, membuatku berbalik arah sambil menatapnya.

"Aku pikir kau akan buat sarapan kepada kami?" Dia bertanya, masih menyeruput kopinya, ia mengenakan kemeja putih yang terlalu besar untuk ukurannya sebelum berjalan ke arahku dengan pelan, aku dapat melihat pakaian dalamnya dari kemeja tersebut. 

Lily sangat menawan, aku akan katakan itu, mungkin karena dia seorang model, itu pekerjaannya, harus tampil menawan setiap hari sampai masyarakat mengatakan bahwa kau memiliki keriput di mata, maka dari itu mereka akan membuatmu berhenti.

"Aku hanya membuatkannya saat Caden tidak bisa membuat makannya sendiri?" Aku menjawab.

"Kau hanya membuat makanan saat dia sakit? Apa yang kau lakukan di rumah ini?" Dia tertawa sinis.

"Aku bekerja empat belas jam sehari, Caden bisa memasak sendiri, lagipula dia mengatakan kepadaku bahwa dia tidak menginginkan aku menyentuh barang-barangnya," tuturku sambil menatapnya bosan.

Lily tertawa. "Jadi kau tinggal di sini tanpa membayar, hanya berada di dapur saat dia sakit, dan tidak pernah membersihkan rumah? Caden benar, kau memang tidak berguna." 

Aku menghembuskan napas kasar. "Ya, dia mengatakan itu kepadaku beberapa kali." Aku lalu menatapnya dengan alis terikat, membenarkan tas ranselku sebelum aku mengaitkan alis. "Aku melihatmu bersama pria lain di dekat apartemen Caden."

Mata Lily terbuka lebar, dia langsung mencengkram lenganku kuat sehingga kukunya menusuk kulit sebelum wanita tersebut berbisik ke arahku. "Kau tidak mengatakan apapun tentang hal ini."

Aku mengernyit. "Aku asumsikan Caden tidak tahu. Apapun yang kau lakukan, kau lebih menyakitinya daripada perjanjian antara perusahaan orang tua kita."

"Diamlah!" Dia melepas kedua tanganku sebelum berteriak.

"Setiap Caden marah kepadaku dia selalu membawa namamu, dia berkata bahwa aku merusak hubungan kalian karena dia tidak dapat menikahimu. Aku tidak pernah berbicara santai kepada Caden, tapi aku tahu kau akan melukainya, Lily." Aku memberanikan untuk menatapnya. 

Wajah Lily memerah, mata dan pipinya ingin meletup, bibirnya bergetar kasar, aku tidak dapat melihat dengan cepat saat dia mengarahkan tangannya ke arah pipiku, suaranya memenuhi ruang tamu. Aku memegang pipi kiriku pelan sebelum wanita tersebut menunjukku kasar.

"Jangan berani-berani mengatakan itu kepadaku."

Aku mundur pelan, melihat Caden turun dari tangga sambil ganti menatap kami berdua dengan alis bertaut.

"Kau tahu aku benar." Aku berbisik sebelum berjalan keluar apartemen meninggalkan Lily yang menangis dengan keras sementara Caden memeluknya.

Aku memutar bola mata.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Huft... gimana bab 15 dan 16? Semoga suka.

Terima kasih buat semua vote dan komentarnya seperti biasa, sampai jumpa minggu depan...

Atau dalam beberapa hari ;)

—Talia

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

5.8M 304K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.1M 110K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
734K 57.6K 24
Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga. Remi sedikit berdebar, apalagi saat Bum...
42K 3K 44
[Completed] Noah Sebastian pernah menjadi dunia bagi seorang Caitlin Alistair. Tapi itu duluㅡsaat mereka masih remaja. Delapan tahun kemudian, siapa...