How We Fix Sorrow ✅

De TaliaMefta

65.2K 5.4K 392

Flora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainny... Mai multe

Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
Bab 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52
BAB 53
BAB 54
BAB 55
BAB 56
Epilog
Bonus Chapter Info

BAB 9

755 90 3
De TaliaMefta

"Aku membawakanmu makan malam yang sama denganku, kecuali aku tidak suka jus stroberi karena terlalu kecut. Aku membawakanmu jus stroberi karena mungkin kau suka, entahlah. Apa yang kau suka, Flora?" Sydney berkata sambil memasukkan sesuap sup ke dalam bibirnya.

"Aku suka jus stroberinya. Terima kasih," ucapku pelan, berdehem kecil sambil mencubit sedotan di depanku.

Mal datang sambil menunjukkan gigi putihnya. Pria itu membawa sepiring steak sebelum duduk di sebelah Sydney.

"Halo, Putri Tidur, kau tertidur pulas sedari tadi." Dia melahap steak di hadapannya dengan antusias.

Aku tersenyum kecil sebelum menggaruk kening. "Berapa lama aku tidur?" Aku bertanya.

"Lebih dari setengah perjalanan, tapi aku memaklumi dirimu, lagipula pernikahan itu rumit, kau harus mengatur segalanya secara keseluruhan atau kau akan terjebak di tengah-tengah." Mal menjelaskan sebelum melirik Sydney sambil mengangkat ujung bibirnya.

"Aku baik-baik saja." Sydney membuka mulut.

Mal tersenyum mengejek. "Kalian sudah bertunangan lama. Aku tidak yakin kau memikirkan pernikahan, Syd." 

Sydney melahap sup di depannya sebelum memutar matanya ke arah Mal. Aku tersenyum kecil sebelum mataku beralih ke tangan kanan Sydney, ada cincin di jari manisnya. Bagaimana aku bisa tidak observan?

"Aku tidak tahu kau bertunangan. Selamat." Aku tersenyum kecil. Sydney mengucapkan terima kasih sebelum ia kembali melahap sup di depannya.

Aku masih melahap sup di depanku dengan enggan. Dinginnya AC membuat makananku dingin lebih cepat, aku tidak begitu menikmatinya. Aku hanya memakan setengah bagian saja sebelum mengatakan kepada diriku sendiri bahwa sudah cukup. Aku tidak boleh makan lebih atau nantinya aku akan kecanduan. Sup ini rasanya sangat menakjubkan, tapi aku tidak bisa memakannya, aku tidak akan menghabiskannya.

Aku meminum jus stroberi milikku dengan tidak yakin. Kedua kakiku duduk bersila karena dinginnya ruangan, untung saja aku mengenakan hoodie, jika tidak aku akan beku di dalam pesawat ini. Lagipula apakah orang-orang ini tidak kedinginan? 

Aku, Sydney, dan juga Mal kembali berbincang-bincang. Kami membicarakan banyak hal. Aku sekarang tahu bahwa Mal punya perusahaan perangkat lunak yang biasanya digunakan oleh keamanan.

Dia mengatakan kepadaku bahwa pria ini kadang menyesal dengan pilihannya karena dia harus setia memperbarui perangkat lunak tersebut atau tidak orang-orang akan berhenti menggunakannya.

Mal juga membuat aplikasi dan browser khusus pendidikan dengan keamanan ketat yang biasanya digunakan untuk tes-tes besar. Mal mengatakan kepadaku ada beberapa orang yang dapat membobol aplikasinya tersebut sebelum dia dapat memperbarui aplikasi dengan menjalankan diagnosa aplikasi terbaru.

Sesungguhnya pekerjaan Mal terlihat sangat sulit. Pria tersebut hanya tertawa kecil saat aku mengatakan bahwa pekerjaannya membantu banyak orang. Mal mengatakan kepadaku bahwa ada beberapa orang yang menggunakan aplikasi dan perangkat lunak yang dibuatnya untuk melakukan hal ilegal sehingga dia harus berhubungan dengan hukum. Untungnya Mal berkata jika dia punya pengacara terampil yang dapat membantu kasusnya agar tidak mencemari nama baik perusahaannya.

Sydney juga mengatakan kepadaku bahwa dia punya bisnis mod aplikasi dan juga laman statistik akurat yang dikodingnya saat dia umur sembilan belas. Aku bahkan tidak terampil seperti dia. Sydney mengatakan kepadaku bahwa dia mengikuti kursus koding untuk membantunya meluaskan bisnisnya. Aku tidak heran karena wanita ini terlihat seperti wanita giat. Aku terinspirasi untuk menjadi dia jika aku merasa lebih baik dengan diriku.

Jadi ketiga orang ini punya perusahaan yang hampir sama? Aku tidak tahu pasti apa yang dilakukan oleh Caden tapi yang aku tahu dari internet perusahaannya—juga milik ayahnya—berkembang dalam bidang komunikasi. Mereka punya saluran kabel yang hampir digunakan sebagian besar warga Inggris.

Mal mengatakan kepadaku bahwa mereka mencoba membuat perusahaan bersama. Di bidang keamanan dan saluran bersama tepatnya, karena itu mereka memutuskan untuk memilih Hawaii untuk mencari sponsor karena menurut mereka sebagian besar investor di Hawaii tertarik dengan perusahaan di bidang komunikasi dan agribisnis. Tentu saja tujuan pertama mereka adalah untuk mencari investor yang dijadikan sponsor untuk menambah popularitas mereka. 

Aku sangat menghargai usaha mereka untuk melakukan semua hal ini. Maksudku seluruh hal ini sangat sulit untuk diwujudkan, apalagi melibatkan seluruh negara untuk dapat membantu mereka mewujudkan perusahaan yang sukses ini.

Aku hanya bisa mengangguk-angguk setiap mereka membicarakan sesuatu yang sangat detail yang tidak dapat aku pahami dengan baik. Aku beberapa kali bertanya apa arti istilah-istilah yang digunakan oleh mereka. Mereka dengan pelan menjelaskannya kepadaku jadi sekarang aku menambah kosakata dalam bisnis di dalam otakku.

Kami bertiga berbincang-bincang pelan selama beberapa jam ke depan, tidak menyadari bahwa kami sudah sampai di Hawaii, tempat tujuan kami. Aku mengambil tas ransel milikku lalu membawanya pada punggungku. Aku turun ke bawah disusul oleh Sydney. 

Aku dapat merasakan terik matahari yang membuatku gerah. Aku tidak pernah segerah ini, mungkin dikarenakan aku yang menggunakan hoodie tebal serta celana panjang regang menutupi mata kaki. Sydney datang di belakangku sambil melepas jas miliknya, menyisakannya dengan kaos putih dan celana kain biru dongkernya. Wanita tersebut memasang kacamata miliknya sebelum menggandeng tanganku menuju ke dalam mobil limosin yang berdiri di luar bandara.

"Sekarang jam berapa?" Aku bertanya.

"Pukul setengah lima sore." Dia menggumam. 

Sydney masih menuntunku ke dalam limousin dengan supir mobil yang membawakan barang kita berdua ke dalam bagasi. Dia masuk ke dalam mobil sementara aku masih berdiri di depan menunggu yang lain.

"Kita harus menunggu yang lain," ucapku sambil menutupi wajah dengan kedua tangan karena silau.

Sydney berdecak. "Kau bisa menunggunya di dalam sini, lebih dingin dan tidak panas." 

Aku masih berdiri di luar, masih belum melihat di mana yang lain berada. Sydney masih memaksaku untuk masuk sebelum aku akhirnya mengangguk menyetujui. 

Sepuluh menit kemudian aku dapat mendengar bagasi mobil yang kembali terbuka. Aku dapat melihat Lila dan Lily yang mengenakan kacamata hitam. Mereka mengubah pakaian mereka menjadi. Mal datang sambil meletakkan kopernya ke dalam bagasi sebelum membantu para wanita dan supir untuk menata. Caden datang terakhir dengan jas yang ia lepas menyisakannya dengan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga siku. 

Mereka masuk ke dalam limosin berdampingan. Aku duduk di pojok sementara Sydney duduk di tengah. Mal duduk di sebelah Sydney sedangkan di depan kita sudah ada tiga orang lainnya yang duduk berdampingan dengan kami. 

Lily menggenggam erat tangan Caden, sesekali mengecupnya pelan sebelum menatapku. Aku tidak paham apa alasannya melakukan itu tapi aku jelas-jelas tidak merasakan hal apapun kepada Caden. 

"Apa kita semua tinggal serumah?" bisikku kepada Sydney, masih menggenggam ponselnya sebelum menatapku pelan.

"Ya, kita tinggal di vila milik keluarga Caden, karena itu dia seenak jidat mengajak orang lain selain kita berdua. . . dan kau tentu saja." Dia memutar mata. 

"Aku tidak tahu apa yang aku lakukan di sini. Maksudku kalian bertiga akan sibuk setelah kita tiba, dan kau tahu. . . aku rasa aku, Lila, dan Lily tidak akan senang dengan satu sama lain." Aku melirik Lily yang masih menenggelamkan kepalanya pada pundak Caden sementara Lila yang mengambil beberapa foto menggunakan flash membuat mataku sedikit sakit. "Lagipula mereka terlihat menakutkan," bisikku ke telinga Sydney.

Wanita itu menatapku sebentar sebelum tertawa keras membuat seluruh orang menatapnya. Ia meremas pundakku pelan sebelum mengusap air matanya. 

"Aw. . . kau cewek lugu yang manis dan diam, kau tidak tahu betapa palsunya mereka semua." Dia tertawa pelan di belakang telingaku. Aku dapat melihatnya melirik Lily dan Lila sebelum menunjukkan jari tengahnya.

"Kau belum melihat apa yang kedua orang ini dapat lakukan bersama dengan Rosie dan Jillian." Aku tersenyum kecil sebelum menggaruk tengkuk. Ini akan sangat menarik.

Sepanjang perjalanan aku melihat betapa hijaunya tempat ini. Aku tidak pernah berjalan keluar negeri, jarang berjalan keluar kota. Aku punya daftar tempat yang ingin aku kunjungi termasuk museum, pameran, safari, arkade, taman, tempat bermain, dan yang lain-lain.

Rencanaku jika aku sudah menyewa apartemen dan juga membeli bangunan untuk memulai usaha, aku ingin pergi mengunjungi banyak tempat. Entah berapa lama aku harus menunggu, yang jelas aku harus mengunjungi paling tidak dua dari tempat ini.

Daftar keinginanku yang ada di balik buku gambar milikku sudah hampir penuh, tapi kebanyakan masih belum aku lakukan dan juga masih ada banyak hal lainnya yang ingin aku lakukan. Aku harap aku dapat melalui ini semua dengan cepat tanpa usaha.

Yang aku inginkan hanyalah hidup bebas seperti yang aku mau, mengunjungi banyak tempat, tinggal di dataran rendah penuh dengan bunga atau danau. Mungkin menikmati waktuku.

Di sepanjang jalan hanya ada laut biru, rumah-rumah megah berdiri di pinggir-pinggirnya. Aku menutup mata pelan, meskipun mobil ini tertutup aku dapat membau laut dan merasakan angin laut kencang. 

Kami tiba dua jam kemudian dari bandara. Tempat tinggal kami dipenuhi dengan pohon-pohon tropis yang tidak pernah aku lihat sebelumnya di London. Aku tidak pernah melihat sebagian besar pemandangan dan juga tanaman-tanaman yang aku yakin tidak dapat bertahan di London karena tempatnya yang dingin.

Kami turun dari mobil, tidak lupa aku mengenakan ranselku sebelum ikut masuk melewati jalanan yang terbuat dari batu menuju ke dalam rumah yang terbuat dari kayu ini. Kami berada di pinggir tebing, aku melihat rumah ini memiliki beberapa lantai, tapi karena pintu masuknya terdapat di lantai kedua, rumah ini tidak terlihat besar.

Saat aku berdiri di ujung tangga di dekat jurang, aku dapat melihat rumah ini yang memiliki empat tangga, ada kolam renang di bawahnya yang terhubung langsung dengan pantai. 

Sydney memanggil namaku, aku berjalan ke depan pintu masuk bersama dengan Sydney sebelum menutup pintu masuknya. Mataku mendongak ke atas, rumah ini sempurna untuk dijuluki sebagai rumah pantai. Balok-balok kayu yang ada di atas membuat kesan langit-langit terekspos. Interior berwarna hijau lumut dan biru dongker mendominasi ruangan. Lantai kayu mengkilap membuat matahari dari pantai menyebabkan bias cahaya pada lantai.

Aku melipat bibir. Rumah ini nampak menakjubkan, aku ingin mempunyai rumah seperti ini, sangat berbeda tetapi terkesan nyaman. Jika aku tinggal di bukit, rumah ini akan menjadi salah satu pelopor ide yang aku gunakan.

Aku berjalan menuju ke ruang tamu, menuruni tiga anak tangga sebelum  melihat balkoni yang melebar ke sisi ujung kanan ke sisi ujung kiri rumah.

Rambutku bergerak dengan bebas karena angin, aku sesekali menguncirnya lagi sebelum aku kembali menatap keseluruhan isi rumah.

Aku membelok untuk berjalan kembali bersama Sydney tapi wanita itu sudah menghilang dari arah pandanganku. Kepalaku menoleh ke kanan dan kiri sebelum aku memutuskan untuk menuruni tangga. 

Semua orang ada di bawah tangga, mereka terlihat seperti berargu sebelum aku mendengar percakapan mereka.

"Hanya ada tiga kamar di sini, entah kalian mau berbagai atau tidak terserah kalian. Aku akan mengambil kamar utama bersama Lily." Caden menarik tangan Lily ke lantai atas sebelum mereka hilang dari pandangan kita.

"Dia mendapatkan seluruh lantai paling atas?" tanya Sydney mengerucutkan wajah. 

"Aku akan mengambil satu kamar di lantai ini." Lila pergi mendorong kopernya sebelum berjalan ke dalam lorong dan belok ke kanan.

"Dia mengambil kasur dobel juga?" tanya Sydney tidak percaya, satu alisnya terangkat.

"Apa menurutmu kita harus mencegahnya?" Mal bertanya sambil menoleh lorong.

Sydney tertawa mengejek. "Caden akan membiarkannya. Dia bahkan tidak berkontribusi apapun dalam ini." Ia mengendus napas. 

"Ada satu kamar kosong dengan kasur untuk satu orang," ujar Mal sambil menekan jemarinya. "Salah satu kalian bisa mengambilnya." 

"Aku akan tidur di sofa itu, lagipula sofanya terlihat empuk, aku dapat tidur di sini." Aku menyeret tas ranselku ke ruang keluarga yang ada di depan dapur. 

Sydney mendengkus. "Kau belum pernah ke sini, mungkin kau mau ambil kamarnya." 

Aku menggeleng. "Kau bisa tidur di sana, aku akan tidur di sofa." Aku mengangguk meyakinkan.

"Kau yakin? Sofa-sofa itu dipenuhi pasir pantai karena angin." Ia menatap sofa sambil mengkerut.

Aku duduk di sofa. "Aku bisa melakukan ini." Aku menyibakkan tanganku ke permukaan sofa, menyibakkan debunya ke lantai.

Sydney tertawa kecil. "Kau memang aneh, Flora." Ia menyelipkan kacamata hitamnya ke kaos yang ia gunakan sebelum ia menarik kopernya. "Sampai bertemu lagi, kau bisa main ke kamarku. Mungkin meletakkan tas milikmu agar tidak berkeliaran di sembarang tempat." 

Aku mengangguk setuju. "Aku akan menyusulmu nanti."

Kini hanya tinggal aku dan Mal. Pria itu meletakkan kopernya ke pinggir meja sebelum merentangkan tubuhnya ke atas sofa yang baru saja aku duduki.

"Aku akan tidur di lantai atas atau tidak aku mengambil bursa kasur dari garasi, entahlah. Aku harap kasurnya tidak berbau plastik," gumam Mal.

"Oh, oke. . . jadi kita berdua tidur di sofa." Aku mengangguk-angguk kecil.

"Aku dapat tidur di mana saja, Flora." Dia mengedip ke arahku sebelum mengangkat tubuhnya, tidak lupa juga meregangkan lengannya. 

Aku berjalan ke arah balkon yang lagi-lagi lebarnya dari ujung kanan ke ujung kiri rumah, menatap pemandangan pantai saat sore hari. Ombak air bergerak pelan, aku dapat melihat beberapa perahu kecil yang melintasi pantai.

Mal tiba-tiba berdiri di sampingku. Aku sedikit kaget sebelum memegang dada.

"Aku, Syd, dan Caden akan pergi mencari sponsor sore ini." Di tangannya ada satu buah apel sebelum ia menggigitnya hingga tinggal seperempat.

"Oh? Pulang jam berapa?" Aku bertanya.

"Ehh. . . mungkin jam sebelas, entahlah, tergantung pertemuannya." 

"Oke, semoga berhasil." Aku tersenyum kecil sambil menunjukkan jempolku. Mal tersenyum balik lalu kembali menggigit apelnya.

"Setelah pertemuan selesai, kami mungkin akan melakukan uji coba marketing dan menunggu statistiknya. Kami punya satu hari untuk mengajakmu liburan—apa kau pernah kemari sebelumnya?" Dia bertanya.

Aku menggelengkan kepala.

Dia memajukan bibir. "Kakakmu sering kemari bersama kita, meskipun kali ini ia tidak punya kepentingan." 

"Mungkin dia mau menemani Lily." Aku mengangguk pelan.

Mal memakan kembali apelnya sebelum ia membuka mulut, masih dengan mulut yang penuh. "Kau dan kakakmu tidak dekat?" Dia bertanya.

Aku menggigit bibir sambil meremas pagar balkoni dengan erat. Beberapa detik kemudian aku menggeleng. 

"Oh. Itu menjelaskan kenapa aku tidak pernah mengenalmu bahkan melihatmu saat ada acara-acara." 

"Aku biasanya bekerja." 

"Oh ya? Bekerja di mana?"

"Perpustakaan dan rumah makan."

"Ooof. . . pekerjaan dobel, pasti melelahkan." 

"Aku suka dengan pekerjaanku, mungkin tidak memiliki banyak keuntungan, tapi aku beruntung dapat bekerja di tempat penuh dengan orang yang punya hobi yang sama denganku." 

Mal membulatkan mata. "Jadi kau baca buku dan suka memasak?" Dia bertanya.

Aku menggeleng kecil. "Membaca buku? Ya. Memasak. . . entahlah, aku tidak pernah memasak sejak lama, atau memanggang." 

"Apalagi yang kau bisa?" Kini pria itu menghadap sepenuhnya ke arahku, satu tangannya ada di pagar menumpu kepalanya.

Aku memainkan jariku pelan. "Aku biasanya menggambar atau melukis. Aku dulu pernah menjahit." 

"Apa yang terjadi?" tanyanya penasaran. Matanya masih menatapku dalam-dalam sementara aku menunduk menghindari matanya. 

"Mesin jahitku rusak, aku masih menabung untuk membeli yang baru atau paling tidak yang bekas." Aku mengangguk kecil.

Mal menatapku sambil menyipitkan mata. "Apa lagi hal yang kau bisa, Bintang Super?" Dia tersenyum kecil.

"Entahlah." Aku mengangkat pundak.

"Oh. . . ayolah, aku tahu kau punya kemampuan rahasia lainnya." Mal membuang apel miliknya hingga mengenai beberapa pohon super besar di pantai.

"Aku tidak punya kemampuan super." Aku tertawa kecil.

"Bisa memainkan alat musik?" Mal membungkuk dengan kedua tangan memegang pagar.

Aku menggerakkan bibirku ke kanan dan ke kiri sambil memutar mata ke atas. "Hmm. . . aku bisa sedikit memainkan keyboard, hanya sedikit." Aku mendekatkan telunjuk dan jari tengahku sambil menutup satu mata.

"Hanya sedikit?" Mal mengikutiku, tapi jari telunjuk dan jari tengahnya lebih terbuka lebar. Aku tertawa kecil sambil menutup mulutku dengan punggung tangan sebelum pria itu ikut tertawa.

Tawanya kembali mereda. Mal menarik napas lalu menatapku sambil mengaitkan kedua alisnya. "Bagaimana kabarmu?" Dia bertanya, mencoba menunduk mencari mataku tapi aku semakin menunduk.

"Baik." Aku mengangguk pelan.

"Hmm. . . aku tidak mengira dirimu sebagai wanita yang suka berbohong, Flora." 

Aku mendongak sambil memelototkan mata. "Uh. . . bukan itu maksudku. Aku tidak bermaksud untuk bohong, kau tahu. Maksudku aku baik, tapi sedikit lelah, itu saja." Aku mengangguk kecil sebelum memainkan tanganku lebih kasar.

"Hei. . . hei. . . tenang saja, oke? Aku hanya bercanda." Dia tersenyum kecil. Aku menatapnya cepat sebelum melipat bibir.

"Oh."

Mal mengangguk. "Mungkin setelah ini kita bisa memanggang kue bersama. Kebetulan kau sedang melihat chef master yang juga suka memasak dan memanggang." Dia menunjuk dirinya sambil menggembungkan dada.

Aku menggeleng. "Entahlah, aku sudah lama tidak memanggang atau memasak." 

Dia berdecak kecil. "Kita akan mengubahnya dua hari ke depan. Kita juga mungkin butuh ke toko untuk membeli bahan-bahan." Mal meletakkan satu jarinya di bawah dagu.

"Kita hanya memanggang sedikit, 'kan? Karena aku tidak mau merusak dapur Caden." 

"Yap, sedikit." Mal menggabungkan telunjuk dan jari tengahnya dengan lebar sambil tertawa kecil. Aku ikut tertawa kecil sambil kembali menutup bibirku dengan telapak tangan.

"Mal. . . ."

Kami berdua menoleh ke belakang, Caden berganti kemeja menjadi biru dongker sebelum menarik satu alisnya ke arah Mal. "Kita akan pergi dalam satu jam. Siapkan semua dokumennya." 

"Santai saja, kau terlihat tegang." Mal mengibaskan tangannya ke udara. 

"Aku tidak tegang—kau membuang waktumu sekarang." Caden masih berdiri di pintu berhadapan dengan kita sebelum Mal kembali menjawab.

"Oke, Kapten-Super-Jelas. Aku sedang berkenalan dengan istrimu, aku butuh teman baru yang tidak bersangkut paut dengan bisnis." Ia memutar bola mata. 

Aku tertegun sambil memainkan jari, menunduk menghadap Mal. Caden berjalan menjauhi pintu sebelum Mal berteriak, "Kau terlihat tegang, mungkin kau butuh pil tenang, kapten!"

"Aku tidak tegang!" sahut Caden yang berjalan menuju ke lantai atas.

Mal kembali menatapku sebelum ia menunjuk jari tengah dan jari telunjuknya yang hampir bersentuhan. "Aku tidak tegang," ejek Mal sambil meniru suara bariton Caden. Aku terkikih pelan sebelum menggeleng kecil.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
—vote dan komen tanggapan kalian yuuuk—

Continuă lectura

O să-ți placă și

615K 1.9K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
157K 9.3K 43
Sean Maverick, pria lajang, tampan dan mapan itu sudah dua kali menumpahkan minuman ke gaun Shamika Princess di dua pesta berbeda. Lucunya, pertemuan...
16.6M 704K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
66.8K 5.5K 78
"Hai, Langit? Apa kabarmu hari ini?" Langit adalah salah satu hal favorit untuk seorang Claudia Issaura. Bagi gadis gempal itu, langit sangat menenan...