How We Fix Sorrow βœ…

By TaliaMefta

65.2K 5.4K 392

Flora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainny... More

Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
Bab 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52
BAB 53
BAB 54
BAB 55
BAB 56
Epilog
Bonus Chapter Info

BAB 5

1.1K 101 9
By TaliaMefta

Tw//Body Dysmorphia

Pagi harinya aku diarahkan menuju ke hotel tempat kami menyewa gedung. Aku tidak terlihat bersemangat sedikitpun, jantungku berdegup kencang. Aku tidak suka bahwa aku terlibat ke dalam perjodohan keluarga. Aku bahkan tidak diuntungkan di sini. 

Aku harap aku bisa mengatakan pendapatku tanpa ada tamparan ke wajah atau teriakan memanggilku banyak nama. Aku ingin mereka menghargai pendapatku. Terkadang, aku berpikir apa tujuan utama aku hidup.

Aku tidak punya tujuan di sini. Yang aku lakukan hanya berharap dan terus berharap kepada ketidakpastian. Beberapa kali aku mengatakan kepada diriku bahwa lebih baik mengakhiri semuanya sekarang daripada menyesal nanti.

Aku terlalu takut untuk mengakhiri.

Sekarang aku harus mengubah rencanaku lagi, mulai dari uang yang aku dapatkan, jumlah tabungan, hutangku kepada orang tuaku serta prioritasku. Aku bisa saja membayar sebagian hutangku kepada mereka, artinya aku tidak dapat menyewa bangunan atau apartemen, dan juga harus merelakan untuk menabung lebih lama agar aku dapat membeli mesin jahit yang aku inginkan.

Sesampainya di dalam hotel, aku diarahkan menuju ke dalam kamarku sendiri. Di dalam ada Samantha dan ibuku beserta dua orang stylist yang akan membantuku.

Aku menggigit bibir bawah sebelum mereka menyuruhku untuk duduk di atas kursi yang disediakan. Mereka mendongakkan kepalaku sebelum satu orang wanita mulai merias wajahku sementara yang lain mulai mengatur rambutku. 

Jantungku masih berdegup kencang. Pernikahan ini tidak terlihat nyata. Apapun yang aku lakukan dan terjadi sekarang bahkan tidak terlihat nyata. Aku harap aku dapat menikah, tapi tidak seperti ini, tidak bersama dengan pria yang bahkan tidak pernah berbincang denganku sebelumnya atau dengan pria yang bahkan memiliki kekasih yang ia cintai.

Aku tidak ingin merusak hubungan mereka, itu adalah daftar sesuatu yang berjanji untuk aku lakukan. Setelah ini aku akan tinggal bersama pria tersebut. Aku harap hal buruk tidak akan terjadi, atau paling tidak hal yang terjadi tidak seburuk apa yang aku alami di rumah.

Aku kembali memainkan kedua tangan menunggu kedua orang ini merubah penampilanku. Aku tidak menyukai wajahku. Saat aku tidak sengaja melihat diriku di cermin, aku dapat melihat pipiku yang bulat, dan rahangku bahkan tidak terlihat.

Mereka menggulung rambutku dengan erat, membuat pikiranku melayang memikirkan apa yang terjadi di tangga waktu itu. Aku dapat merasakan wanita tersebut menyisir rambutku lalu menalinya dengan kuat. Aku dapat merasakan kulit kepalaku yang rasanya ditarik.

Mereka masih menyisakan poniku, juga rambut bayi yang ada di sebelah telingaku. Aku bersyukur saat mereka melakukannya karena aku juga tidak menyukai dahiku yang besar, karena itu aku menggunakan poni untuk menutupinya.

Mereka mulai melapisi bibirku dengan lipstik warna merah muda, aku dapat membau bau cokelat saat menghirupnya tidak sengaja. Kedua wanita tersebut kembali menuju ke arah meja sebelum mereka kembali membawa semprotan rambut dan makeup lalu menyemprotkannya ke wajah.

Mereka menyuruhku berdiri dari kursi sebelum mencondongkan cermin ke arahku. Aku melirik diriku sekilas sebelum menoleh ke kanan, mencari alasan agar aku tidak menatap diriku lebih lama dari kenyamananku. 

Kedua wanita tersebut menyuruhku untuk pergi ke ruang ganti, mengganti pakaian sweter yang aku kenakan menjadi gaun mewah yang membuatku kehilangan hampir seluruh tabunganku. 

Aku tidak dapat mengancing pakaianku sendiri dari belakang. Aku juga tidak ingin merusak gaun mewah ini karena aku akan menangis keras melihat uangku hilang karena kecerobohanku. 

Memanggil wanita tersebut, keduanya berjalan ke arahku. Yang satu berloncat-loncat kecil saat melihatku sementara yang satunya lagi mengangguk-angguk kecil. 

"Bisakah kalian membantuku untuk menali gaunku, aku tidak bisa meraihnya," pintaku kepada mereka.

Satu wanita yang tadi meloncat-loncat langsung berjalan ke arahku sambil meraih pita tali di bagian pinggang dan juga kancing kecil di bagian kain terawangnya. Aku seharusnya memikirkan ritsletingnya terlebih dahulu sebelum aku membeli gaun ini. Apa yang harus aku lakukan saat aku harus mencopotnya?

"Kau terlihat cantik dengan gaunnya." Wanita yang menali gaunku mengucap. Aku menggumam terima kasih dengan ragu. Apa mungkin kedua orang ini mengatakan hal ini kepadaku karena mereka dibayar? Atau memang mereka tulus mengatakannya?

"Kau memilih jenis ritsleting yang sulit untuk dilepas. Kau mungkin butuh bantuan untuk melepas ritsletingmu karena ada tiga jenis ritsleting di dalamnya. Kau mungkin dapat membuka velcro yang ada di bagian pinggangmu, tapi untuk tali dan kancingnya kau harus berhati-hati atau tidak kau akan merusak kainnya." Salah satu wanita lainnya mengucap. Aku mengangguk paham sebelum tersenyum kecil.

"Seharusnya aku melihat ritsleting gaunnya sebelum memilih, kau benar." Aku mengangguk menyetujui.

Wanita yang mengunci kancingku terkikih pelan sebelum terucap. "Paling tidak kau dapat memberitahu suamimu untuk membantu." 

Oh. . . jadi orang-orang ini tidak tahu? 

Berapa banyak orang lain yang tidak tahu tentang perjodohan ini? Aku harap tidak banyak.

Aku hanya tersenyum pelan sebelum bergerak keluar dari ruangan. Steffany—wanita yang membantuku membenarkan ritsleting gaun—serta Joey membawakanku boks sepatu hak yang akan aku kenakan. Aku duduk di pinggir kasur sebelum memasang sepatu. Aku jarang menggunakan hak, tumit dan jempolku akan sakit setelah lama menggunakannya, mungkin karena hak sepatu ini harus menahan seluruh beban tubuhku.

Aku tersenyum kecil saat dua wanita ini tiba-tiba memujiku lagi. Aku harap semua rekan kerja beserta teman-temanku yang ada di panti dapat melihatku, tapi aku tahu aku harus membuat semua ini menjadi rahasia. 

"Pernikahanmu akan dimulai tiga puluh menit lagi. Aku mengucapkan selamat kepadamu." Steffany memelukku pelan dilanjutkan oleh Joey. Aku menyipitkan mata ke arah mereka lalu menjawab.

"Kalian tidak datang?" Aku bertanya.

Joey menggeleng. "Kami ada klien lagi setelah ini."

Aku hanya ber 'o' ria. Kedua wanita tersebut segera berjalan keluar tidak lupa menuntunku ke lift lantai dua hingga kami ada di bangunan yang disewa. Kedua wanita tersebut meninggalkanku bersama organizer yang menyeretku ke pojok ruangan, di tenda kecil sendiri sambil menunggu pengisi acara memulai upacara. 

Kakiku mulai kebas, kedua mataku berair. Aku tidak menyukai ini. Ini bukan pilihanku. Semua hal ini membuat kedua tanganku nyeri. Aku harap aku dapat mengatakan kepada mereka jika aku tidak setuju, tapi aku lebih takut untuk menghadapi konsekuensinya. 

Gorden tenda terbuka menampilkan wajah ayah yang menatapku dari atas ke bawah sebelum menyuruhku untuk berdiri. Dia tidak berbicara satu katapun kepadaku, hanya menunggu petunjuk agar dapat membawaku keluar dari tenda.

Selang lima menit kemudian aku dipanggil. Dengan tangan bergetar aku mengalungkan lengan kananku ke lengan kiri ayah. Kami berjalan pelan mengikuti karpet merah yang menunjukkan kami jalan menuju ke tempat upacara. 

Aku belum melihat ruangan yang selesai 100%. Saat kami membelok ke kanan, aku dapat melihat lampu-lampu gantung dan juga lampu lainnya menyala dengan terang mengalahkan cahaya matahari yang menyinari bagian belakang panggung. Aku dapat melihat beberapa orang di kursi saksi, termasuk keluargaku yang hanya menatapku datar. 

Berjalan menunduk, aku mengikuti ayah sampai terasa aku sudah berada di ujung. Ayah menyerahkan tanganku kepada Caden sebelum pria itu menerimanya. Aku harap semua mata tidak tertuju ke arahku karena sekarang aku merasakan tubuhku menciut. Aku serasa telanjang meskipun gaun yang aku gunakan cukup tertutup, mungkin kini aku lebih menyadari bagaimana lenganku nampak lebih besar saat menggunakan kain terawang ini, atau juga pipiku yang tidak tertutup rambut seperti biasa. Ditambah dengan gaun ini yang membuat dadaku sedikit lebih besar. Aku membenci semuanya.

Caden menarik tanganku lembut. Aku yang menunduk langsung mendongak menghadapnya sebelum pria tersebut melirik seseorang pemimpin upacara yang ada di sebelah kami. Aku menoleh ke kanan dan melihat beberapa kamera yang memotret kita. Aku lupa jika pernikahan ini perlu didokumentasikan untuk menambah bukti. 

Tersenyum kecil aku mendongak ke arah Caden. Ia juga tersenyum, aku rasa dia paham dengan kamera yang ada di sebelah kirinya. Aku dapat merasakan tanganku yang mulai berkeringat, bahkan mataku ikut berkeringat. Aku mengusap keringat yang muncul di bawah mata sebelum aku kembali mendengarkan upacaranya. 

"Mari kita mulai pembacaan sumpahnya." 

Aku menarik napas, masih tersenyum tapi mataku mulai memanas. Aku tidak bisa melakukan ini. 

"Apakah kau, Caden Gideon Green, bersumpah untuk menyatakan wanita di hadapanmu sebagai istri yang terlaksana sesuai hukum, untuk hidup bersama dalam pernikahan, untuk mencintainya, menghiburnya, menghormati dan menjaganya, dalam kesakitan dan dalam kesehatan, dalam suka dan duka, untuk memiliki dan saling berpegangan erat, mulai hari ini ke depan selama anda berdua hidup?"

Aku menarik napas dalam, inilah waktunya. Kami berdua masih punya waktu untuk mundur. Aku tidak suka bersumpah, apalagi di depan kuasa hukum. Nama kami akan tertulis bersama di atas kertas yang sudah diproses oleh hukum.

Kami tidak pernah melihat satu sama lain. Kami tidak pernah berbicara kepada satu sama lain. Bagaimana mungkin sumpah ini dapat dilakukan? Apa aku juga harus melakukannya? Sumpah palsu yang tidak berarti apa-apa bagi kami berdua?

"Aku berjanji," ucap Caden. Aku langsung menutup kedua mata. Ini tidak mungkin terjadi. Aku merasakan air mata turun ke bawah pipi, mengusapnya dengan kasar saat menyadari bahwa Caden meremas tanganku lebih erat.

"Apakah kau, Flora Amelia Nelson, bersumpah untuk menyatakan pria di hadapanmu sebagai suami yang terlaksana sesuai hukum, untuk hidup bersama dalam pernikahan, untuk mencintainya, menghiburnya, menghormati dan menjaganya, dalam kesakitan dan dalam kesehatan, dalam suka dan duka, untuk memiliki dan saling berpegangan erat, mulai hari ini ke depan selama anda berdua hidup?"

Apa aku harus bersumpah? Aku tidak ingin bersumpah, aku benar-benar tidak menyukainya. Lagipula menurutku sumpah adalah sesuatu yang suci dan tidak dapat diingkari, aku yakin hal ini tidak berjalan dengan baik karena pernikahan ini. 

Bagaimanapun pula, aku tidak pernah mendengar langsung sumpah pernikahan yang dinyatakan orang-orang saat menikah. Aku tidak menyangka betapa. . . dalam dan personal sumpah ini.

Jika ini merupakan pernikahanku sesungguhnya, aku akan menyerap seluruh kata-kata dan ucapan yang dikatakan dengan hatiku. Apa sekarang waktunya? Aku tidak pernah merasakan hal ini, dicintai. . . apa aku mau mendedikasikan hidupku untuk hal ini? 

Hanya dua tahun.

Dua tahun terlihat seperti dua abad jika orang-orang terus mengungkitnya. Setelah semuanya selesai sumpah ini tidak berarti lagi, lalu aku tidak paham bagaimana orang-orang bisa bercerai? Apa karena mereka tidak memahami sumpah mereka? Atau karena sumpah ini hanya omong kosong untuk melegalkan pernikahan mereka di depan umum.

Untuk sekarang aku percaya bahwa pertanyaan terakhir merupakan hal yang harus aku pahami di sini. 

Caden kembali meremas kedua tanganku, kali ini lebih erat dari sebelumnya membuatku meringis mencoba menjauhkannya. Dia membersihkan tenggorokannya sambil menarik kedua alis, masih tersenyum manis seperti orang dengan dua kepribadian.

"A—aku berjanji." Aku menjawab. Setelah itu aku menggigit bibir bawahku dengan kasar sebelum tersenyum ke arah Caden. 

Jika aku menikah hari ini, sku akan berusaha menepati sumpahku, entah sampai kapan ini berakhir, yang jelas aku tidak mau bermain-main dengan sumpah.

Memejamkan mata, aku dapat melihat dua buah cincin di hadapan kami. Aku mengambil satu cincin yang lebih besar dari lainnya sebelum ia mengambil cincin lainnya. Caden meraih tangan kiriku sebelum menelusupkan cincin milikku ke dalam jari manisku dengan cepat. Aku menelan ludah sebelum meraih tangan kirinya, sialnya kedua tanganku bergemetar hebat.

Aku tidak sengaja menjatuhkan cincin miliknya ke karpet sebelum berjongkok dengan cepat untuk mengambilnya. Aku memasukkan cincin tersebut ke jari manis Caden sebelum ia menarik tangannya menjauh.

"Maaf, aku gugup." Aku mengusap kedua tanganku bersamaan sebelum tersenyum ke arah pastor yang berdiri di hadapan kami.

Pastor tersebut tersenyum kecil ke arahku sebelum ia menarik napas dalam. "Aku umumkan Caden Green dan Flora Nelson menjadi pasangan suami dan istri." Dia berhenti sejenak sebelum menatap Caden. "Kau boleh mencium pengantinnya." 

Aku bergerak mundur dengan pelan, Caden masih tersenyum. Aku masih menyadari bahwa kamera masih terus merekam kami berdua, jadi kedua tanganku meremas lengan Caden sementara kedua tangan pria tersebut berada di pipiku. Aku menutup mata dengan jantung yang berdegup kencang, bibirku mengantisipasi bibir pria tersebut sebelum aku merasakan bibirnya menempel di sudut bibirku. 

Aku kembali membuka mata sambil bernapas lega, dia tidak mengecupku. Aku harap dia tidak melakukan itu karena dia punya kekasih. Caden menutupi bibir kami berdua dari kamera, mereka akan mengira jika kami berciuman padahal tidak. 

Kami berdua diarahkan turun ke panggung melewati para saksi menuju ke dalam tenda. Sudah ada organizer yang siap di depan lift. Ia langsung menggiring kami ke lantai tiga menuju ke ruang kami. Menurutnya ini merupakan tradisi yang biasanya dilakukan untuk membuat momen tersendiri bagi pengantin baru. Aku juga tidak pernah tahu mengenai hal ini, tapi organizer ini berkata bahwa tradisi merupakan tradisi modern yang dilakukan untuk menggantikan pengantin yang mulai menyapa para tamu langsung setelah upacara.

Aku menghargai usaha organizer ini, tapi aku yakin tidak ada dari kami yang menginginkan hal ini. Jika ini memang pernikahan asliku, aku bisa bertahan dua jam hanya dengan membicarakan ruangan upacara tadi. 

Dia menggiring kami berdua menuju ke salah satu pintu sebelum menunjukkan kunci pintu yang berupa kartu. Aku mengambil satu dan Caden mengambil satu. Kami berdua masih berdiri di depan pintu kamar hotel. Lorong hotel sangat sunyi, tidak ada orang lain yang keluar masuk lantai ini. 

Sebelum pintu lift tertutup, organizer tersebut melambaikan tangannya ke arah kami. Aku melambaikan tangan kecil sambil tersenyum bersyukur. Saat pintu menutup aku langsung berjalan mundur menjauhi pintu.

Caden membuka pintu menggunakan kartunya sebelum masuk ke dalam. Aku menyusul dari belakang sebelum menutup pintunya dari dalam.

Di dalam aku dapat melihat berbagai macam hadiah dan juga dekorasi mewah lainnya, mulai dari bunga mawar yang berserakkan di bawah lantai sampai lilin-lilin menyala membentuk hati. Ada berbagai macam makanan mulai dari cupcake hingga ke buah-buahan yang disediakan di atas nampan-nampan kecil.

"Kau bisa makan itu jika kau mau, aku tidak menginginkannya." Caden duduk di sofa sambil mengambil pomsel dari sakunya.

Aku menggigit bibir bawah sebelum memperhatikan jejeran makanan di hadapanku ini. Aku menggeleng kasar sebelum mundur sampai ke pintu kamar. Aku menelan ludah sebelum membuka suara. "Kau bisa mengajak kekasihmu kemari. Aku akan menunggu di dalam kamar." 

Caden tidak menjawab. Dia memilh bermain dengan ponselnya. Aku berjalan ke dalam kamar sebelum mengunci pintunya.

Di dalam kamar ada lebih banyak hadiah dan juga boneka beruang yang jauh lebih besar dariku, entah itu merupakan beruang hadiah atau hanya pajangan. Ruangan ini baunya seperti bunga mawar, tapi sayangnya aromanya terlalu menusuk hidung, jadi aku berjalan ke depan nakas sebelum meniup lilin aroma tersebut hingga mati.

Di atas kasur sudah ada berbagai hiasan bunga-bunga mawar asli. Aku yakin ini merupakan hadiah dari pihak hotel. Aku harap mereka tahu bahwa semua ini tidak asli. 

Aku menemukan diriku menatap kaca seukuran badan di pinggir kasur. Aku memberanikan diri untuk menunjukkan seluruh tubuhku di depan kaca. Aku menarik napas dalam, melihat diriku yang seperti pengantin. Ditambah dengan cincin yang masih menempel di jari manisku membuatku benar-benar ingin merasakan jika hal ini merupakan sesuatu yang nyata bagiku.

Aku suka gaunku, terlihat mengembang setiap aku berputar. Ada sedikit gliter di ujungnya sehingga menciptakan kesan kerlap-kerlip pelan. Pita di bagian pinggangku masih terikat rapi. Aku masih belum tahu bagaimana aku dapat keluar dari gaun ini.

Mataku beralih menuju ke bagian tubuh bagian atas. Aku langsung mengernyit saat melihat lengan atasku yang terlihat lebih besar dari biasanya, dadaku sedikit terisi sementara leherku terlihat pendek akibat gaunku yang menutupi leherku dengan kain transparan.

Pipiku terlihat lebih berisi, daguku juga, setiap aku menunduk aku dapat melihat kulit ekstra yang menggumpal di bagian dagu. Mataku kembali berair, hal ini sangat buruk. Aku tidak menyukai hal ini sedikitpun.

Aku duduk di depan kaca, mengusap air mata sambil terisak pelan. Aku harap Caden tidak mendengarku dari luar karena aku akan malu setengah mati jika ia melihatku duduk sambil menangis seperti bayi.

Aku kembali menatap tubuhku lewat kaca sebelum memutar tubuh, kembali menangis sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangan. 

Suara bel terdengar di dalam telinga, aku mencoba berhenti terisak sebelum berjalan ke arah pintu. Suara wanita yang masuk ke dalam ruangan terdengar di telinga. 

Aku kembali terisak pelan sambil memegangi dada. Aku harap semua ini dapat selesai secepatnya karena aku tidak bisa menanganinya lebih lanjut.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
—Vote & Komen—
Gimana tanggapan kalian?

Halo, aku kembali dengan bab selanjutnya, plis vote dan komen buat menuhin goal reader aku. Terima kasih teman-teman!

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 12.9K 23
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
1.3M 93.9K 43
COMPLETEπŸ”₯ [Bag. 1-40] [Spin-off Crazy Offer] [Bisa dibaca terpisah] Dicampakkan cowok. Gue pikir, itu adalah hal terburuk yang pernah terjadi dalam...
2.4M 172K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1M 77.7K 37
Bagi Melosa Helga, Eryx Baskara adalah rumah yang tak akan pernah ia miliki seutuhnya. Lelaki itu hanya akan menjadi angan, kasih tak sampai, lelaki...