Pagi ini, Seungcheol menemani Hoshi pergi ke sebuah rumah tahanan. Meskipun sebenarnya kekasih Sujin itu juga tidak tahu ada keperluan apa Hoshi sampai ingin pergi ke sana, namun Seungcheol tetap bersikeras untuk mengantarkan Hoshi yang awalnya juga sempat menolak tawarannya.
Dan sekarang ini, keduanya sudah berada di sebuah ruangan khusus kunjungan di rumah tahanan yang mereka datangi saat itu. Sekitar tujuh menit keduanya duduk di kursi yang disediakan dengan suasana yang hening. Sesekali Seungcheol melirik ke arah Hoshi yang terlihat sedikit gugup. Seungcheol tahu itu, terlihat dari Hoshi yang beberapa kali melipat bibirnya dan meremas-remas kedua tangannya sendiri.
Bohong kalau Seungcheol tidak penasaran dengan kenapa dan siapa yang akan ditemui oleh Hoshi di tempat itu. Namun mengingat lagi ketika Hoshi tidak menjawab pertanyaannya tentang rasa penasarannya saat masih berada di rumah tadi, Seungcheol pikir memang Hoshi masih belum ingin bercerita. Ya, akhirnya Seungcheol memilih untuk diam dan tidak bertanya lagi. Bagaimanapun juga, Seungcheol yakin pasati Hoshi akan bercerita kepadanya tentang hal ini.
Lalu tidak lama kemudian, seorang sipir datang memasuki ruangan tersebut membawa seorang pria paruh baya bersamanya. Pria tersebut sempat tertegun dan menghentikan langkahnya saat melihat Hoshi dan Seungcheol. Berbeda dengan Hoshi yang mendadak berkaca-kaca saat itu, Seungcheol tampak begitu terkejut melihat sosok pria itu.
"Jeon-Seong-Hun?" Kata Seungcheol terbata-bata. Matanya terbelalak hebat ketika akhirnya ia tahu siapa orang yang ingin dikunjungi oleh Hoshi pagi hari itu.
"Ap-pa." Ucap Hoshi sangat lirih beriringan dengan air mata yang sudah mengalir melewati sebelah pipinya.
Dan meskipun sangat lirih, tapi Seungcheol yakin dan jelas mendengar kata yang baru saja diucapkan oleh Hoshi itu. Ia yang sudah terkejut semakin terkejut saat itu. Seungcheol menatap Hoshi dan Seong Hun secara bergantian dengan wajah yang masih menunjukkan raut sangat terkejut. Ia masih tidak mengerti dan juga tidak percaya dengan situasi seperti apa yang sedang terjadi saat ini di depan matanya.
"Kau baik-baik saja, Wonwoo?" Tanya Jeonghan pada Wonwoo yang setengah melamun di meja makan. Ia tampaknya mengerti dengan kegelisahan hati yang sedang dirasakan oleh Wonwoo saat ini.
Ya, tentu saja Jeonghan tahu. Bahkan mungkin saja bukan hanya Jeonghan yang tahu. Sujin dan Joshua yang sedang makan bersama dengan mereka pasti juga bisa merasakannya. Bagaimana tidak, jika di saat yang lain sedang sibuk dan begitu menikmati sarapan mereka, Wonwoo hanya mengaduk-aduk saja makanan yang ada di piringnya lengkap dengan tatapan kosongnya.
"Ne?" Wonwoo tentu terkejut dengan pertanyaan yang mendadak dilontarkan oleh Jeonghan.
"Aku tanya, apa kau baik-baik saja?" Kata Jeonghan mengulangi pertanyaannya.
"Iya. Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Tambah Sujin yang tampak sedikit khawatir pada Wonwoo.
"Kau bisa ceritakan pada kami, Wonwoo. Kami sudah berulang kali mengatakan padamu untuk tidak sungkan, bukan?" Kata Joshua, yang diberi anggukan oleh Jeonghan dan Sujin pertanda bahwa mereka setuju dengan apa yang dikatakan oleh teman mereka tersebut.
"Ti-tidak, Hyung. Aku tidak apa-apa kok, Noona." Jawab Wonwoo mencoba untuk menutupi apa yang sedang dirasakannya.
"Kau yakin?" Tanya Jeonghan mencoba meyakinkan diri.
"Iya, Hyung. Aku sungguh baik-baik saja."
"Ya sudah, kalau begitu cepat habiskan makananmu." Kata Sujin kemudian.
"Ne, Noona."
Kembali lagi ke rumah tahanan, Hoshi dan Seong Hun sedang duduk berdua dan saling berhadapan saat itu. Sudah tidak ada lagi Seungcheol bersama mereka, karena Seungcheol memutuskan untuk menunggu di luar saja saat ia menyadari bahwa ada sesuatu yang serius di antara Hoshi dan Jeon Seong Hun. Seorang pria yang ia ketahui menjadi penyebab Hoshi dan Wonwoo mengalami koma selama lebih dari dua tahun lamanya.
"Mianhae, Soon Young-ah..." Kata Seong Hun setelah cukup lama mereka berdua dalam keheningan.
Hoshi yang sedari tadi menunduk, langsung mengangkat kepalanya menatap pria yang ada di hadapannya saat ini. Kedua matanya terasa memanas dan sudah memerah. Sejujurnya, Hoshi ingin sekali menangis sekarang. Namun, sebisa mungkin pemuda itu berusaha untuk tidak melakukannya. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan ayah kandungnya.
"Appa tahu, ini sudah terlambat dan tidak ada gunanya, tapi appa benar-benar minta maaf padamu, Nak. Bahkan sampai ibumu pergi untuk selama-lamanya, appa belum sekalipun membahagiakan kalian berdua. Appa sungguh minta maaf." Kata Seong Hun dengan suara yang bergetar. Ia menunduk dalam-dalam pertanda ia sangat menyesal dengan apa yang sudah terjadi selama ini kepada mereka.
Hoshi masih terdiam. Dadanya terasa sesak. Rasa marah, benci dan kecewa, sekarang ini masih bercampur jadi satu di dalam hatinya. Namun, kalimat yang diucapkan arwah ibunya semalam juga terus terngiang-ngiang di kepalanya.
"Soon Young-ah, eomma tahu semua tidaklah mudah untukmu. Tapi, Seong Hun Appa dan Wonwoo, mereka tidak tahu apapun. Seong Hun Appa saat itu melakukannya dalam keadaan tidak sadar. Eomma juga tidak ingin menyalahkan Bibi Mi Hyun, karena dia juga korban. Dan eomma yang sudah memilih untuk membawamu pergi saat itu, Nak. Eomma yakin, kau pasti sudah mengetahui semuanya. Jadi, eomma hanya ingin kau untuk tidak menyalahkan siapapun. Kau anak baik, Soon Young. Kau harus percaya, Nak. Semua yang terjadi adalah takdir. Kita hanya bisa menerima dan menjalaninya saja. Satu lagi, maafkan eomma telah memilih takdir ini untukmu."
Kalimat panjang itulah yang membuat Hoshi merasakan perang batin. Ucapan sang ibu yang terdengar seperti surat wasiat tersebut membuat hatinya semakin berkecamuk. Hoshi ingin berteriak marah menyalahkan Seong Hun, namun nyatanya ia tidak sanggup. Ketika melihat pria yang tampak lusuh dengan seragam tahanannya ini saja bisa langsung membuatnya hatinya bergetar merasakan iba. Bagaimanapun juga, yang dikatakan ibunya semalam ada benarnya. Maka dari itu, Hoshi sedang mencoba ikhlas dengan takdir yang telah diberikan Tuhan untuknya.
"Gwaenchana Appa." Kata Hoshi. Seong Hun yang menunduk dan ternyata sudah menangis namun tanpa isakan, langsung menatap Hoshi dengan tatapan tidak percaya. Terlebih ketika ia mendengar Hoshi memanggilnya dengan sebutan appa.
"Soon Young-ah..."
"Ya, memang masih terasa berat untukku. Tapi aku sedang berusaha menerima semuanya, Appa." Ujar Hoshi dengan seutas senyum yang ia tunjukkan di akhir kalimatnya.
Seong Hun ikut tersenyum, lalu bangkit dan berhambur memeluk putra lelakinya dari Cha Sang Mi tersebut. Memeluknya erat dengan tangis yang semakin berderai. Namun bedanya, ketika tadi tangisnya adalah penuh penyesalan, sekarang ini bisa dibilang tangisnya karena telah merasa lega dan bahagia.
Dan Hoshi pun membalas dekapan erat Seong Hun yang terasa begitu hangat. Dalam hati Hoshi terus bergumam, beginikah rasanya dekapan seorang ayah. Terasa hangat dan begitu menenangkan. Sebuah perasaan yang ia lupa bagaimana rasanya. Karena Ayah Dowon yang meninggalkannya begitu cepat, Hoshi jadi tidak bisa ingat bagaimana rasanya pelukan seorang ayah. Tapi Hoshi yakin, pelukan Ayah Dowon pasti sehangat dan senyaman pelukan Seong Hun Appa juga. Dan tanpa terasa, air mata Hoshi pun ikut mengalir saat itu.
***
"Aku pulang!"
Wonwoo yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan semua kegelisahannya, langsung bangkit ketika terdengar pintu terbuka dengan diiringi sebuah suara yang terdengar sangat lesu.
"Hoshi-ya, kau sudah pulang?" Tanya Wonwoo pada Hoshi yang sedikit terkejut melihatnya.
"Eoh." Jawab Hoshi.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Wonwoo lagi.
"Memangnya aku kenapa?" Bukan menjawab, Hoshi malah balik melempar tanya kepada Wonwoo. Ia lalu melangkah pergi menuju dapur, meninggalkan Wonwoo yang mengernyit heran menatapnya.
Dengan wajah yang kebingungan, Wonwoo menyusul Hoshi yang kini telah duduk di kursi meja makan dengan satu botol air minum di tangannya, yang sebelumnya ia ambil dari dalam lemari pendingin. Wonwoo lalu ikut duduk di kursi lain, menatap Hoshi yang sedang menenggak isi botol air minum tersebut.
"Mian, aku tadi tidak mengajakmu pergi mengunjungi Appa." Kata Hoshi yang membuat Wonwoo tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut pemuda itu.
"Ap-appa?"
"Wae? Aku tidak boleh memanggilnya appa?"
"Bu-bukan seperti itu. Ta-tapi..."
"Wonwoo-ya?"
"Wae-wae?"
"Aku ingin mencoba menerima semua yang telah terjadi kepada keluarga kita. Bisakah kita memulai semuanya dari awal?"
"Eh?" Wonwoo tentu saja semakin terkejut.
Bukannya Wonwoo tidak senang mendengar kalimat berharga itu dari mulut Hoshi, tapi seharusnya bukan Hoshi yang mengatakannya, melainkan Wonwoo. Kedua mata biru Wonwoo mendadak berkaca-kaca. Memanas dan rasanya ingin menangis. Kemudian Wonwoo bangkit dan menghampiri Hoshi. Memeluknya erat sembari terus mengucapkan terima kasih.
"Gomawo. Gomawo, Soon Young."
Tentu saja Hoshi tidak diam saja. Ia tersenyum dan membalas pelukan erat yang diberikan Wonwoo. Entah kenapa hati dan dadanya terasa lega. Seolah beban yang menindihnya akhir-akhir ini semuanya terangkat begitu saja, dan membuatnya bisa bernapas dengan ringan sekarang.
"Aku juga berterima kasih padamu, Wonwoo."
To be Continued!
10 Maret 2021