MAU DPT NOTIF KLO AKU UPDATE?SKUY FOLLOW DULU🔥KALAU UDAH COMENT "DONE" DISINIIII!
VOTEEE🔥🌈 JGN SIDER MULU, UDAH JAUH NIH CERITAA. TARGET NEXT PART= 400 VOTE!!
COMENT, RAMEIN TIAP PARAGRAF, KLO TIAP PARAGRAF UDAH RAME, BARU AKU UPDATE:v /jujur, aku seneng baca komen-komen kalian.
PART INI LUMAYAN NYESEK! JA—JADI YG G KUAT, MENDING G USH BACA:v
SEJAUH INI PASTI UDAH ADA ASUMSI KALIAN TENTANG ENDING KAN? SAD OR HAPPY, TERIMA! Because BUAT OUTLINE CERITA JUGA BUTUH TENAGA DN ASUPAN MOOD YG BYK HEHE:v
Canda, ending yg aku sajikan nnti pasti adalah ending terbaik dari cerita ini. Okay?:)
So, selamat membaca, semoga sukaa Aamiin ❣️
67. DEKLARASI CHANDRA PATI SAGARA
Jangan buat janji yang tidak bisa di tepati, karena perasaan itu dangkal: hari ini berarti, mungkin besok, tidak lagi.
**
Angkasa, Bara, Razi, dan Alaska. Ke-4 cowok famous itu berjalan beriringan di koridor SMANDA saat jam istirahat sudah 10 menit yang lalu di mulai. Mereka terlihat tenang, tidak ada satupun yang terusik dengan pekikan-pekikan alay perempuan yang memujinya secara terang-terangan.
"Bobby mana?" tanya Bara pada Razi.
Razi hanya menaikkan pundaknya, tanda tidak tahu.
"Las, Bobby mana?" tanya Bara semakin penasaran. Sangat jarang cowok bertubuh gempal itu tidak masuk barisan seperti ini. Kecuali Rama, yang hari ini tidak datang ke sekolah, entah alasan apa, cowok itu akhir-akhir ini memang sering alfa.
"Mana gue tahu, gue kan Alaska," balas Alaska enteng.
Seperdetik lagi bogeman itu hampir melayang di wajah tampan playboy yang ada di sampingnya. Masih ia tahan! Masih Bara tahan, demi ketentraman bersama.
"Sa, Bobby mana?" tanya Bara memberanikan diri bertanya pada ketuanya yang sejak tadi diam-diam.
Dan parah! Tidak ada respons, cowok itu seperti menulikan pendengarnya padahal Bara sudah mengulangi pertanyaannya 3 kali. Ya, kalau begini semua sudah paham, Angkasa sedang dalam mode dangerous.
"Eh?"
Langkah keempat cowok itu terhenti, karena Bara yang sejak tadi sibuk mencari Bobby terpaksa harus bertabrakan dengan perempuan berkulit putih yang sedang membawa tumpukan buku.
"Anjir! Gue nggak sengaja," umpat Bara. Cowok itu lalu menunduk, membantu perempuan itu membereskan buku yang berserakan dilantai.
"Asik, mantan," goda Alaska. Ternyata perempuan yang Bara tabrak adalah Salsa. Perempuan yang saat ini masih bertahta di hati laki-laki bermata gelap itu.
"Sorry," kata Bara singkat.
Salsa tidak mengatakan apapun, ia kemudian berlalu pergi secepat mungkin dari hadapan cowok famous itu.
"Kalau masih deg-degan tandanya dia masih the only one," sahut Bobby yang baru saja bergabung, ia berdiri tepat di belakang Bara.
"Sialan! Gara-gara lo nih, gara-gara gue kepo tentang lo, gue jadi ketemu mantan," kesal Bara lalu ikut berjalan dengan Angkasa.
"Terima kasih harusnya," koreksi Bobby. Cowok itu tertawa besar.
Bara menoleh, "2021, gue lebih memilih mengejar cita-cita di bandingkan dia."
"Biar apa tuh?" tanya Alaska kepo.
"Biar nggak ada waktu yang terbuang untuk ngebucin," jawab Bara rasional.
"Bacot!" sentak Angkasa. Ia merasa panas mendengarkan penuturan teman-temannya. Apalagi kata bucin yang Bara sebut seolah-olah menyindir dirinya.
"Galak banget lo, Bos," protes Bobby.
"Neng Rora nggak suka sama cowok galak," peringat Bobby. Walaupun Aurora tidak pernah mengatakan padanya, tapi apapun itu, nama perempuan berbanda biru selalu berhasil membuat Angkasa tunduk apapun kalimat setelah atau sebelum nama Aurora.
"Shut up!" bentak Angkasa. Cowok itu berbalik menarik kerah baju Bobby, bersiap untuk menerkamnya dengan bogeman.
Tanpa aba-aba, Bobby mengangkat kedua tangannya, tanda pasrah. "Canda, Bos."
"Gila, tegang banget," sahut Alaska kaget.
Sedangkan Razi tetap diam. Pasti satu hal tentang Aurora sedang merusak moodnya.
Angkasa berjalan lebih dulu, cowok itu mengepalkan tangannya. Di ingatannya, percakapan telfon antara dirinya dan Aurora tadi terus terulang-ulang.
"Nggak usah nyari aku, Sa. Percuma juga."
"Kalau sikap aku kekanak-kanakan, yaudah, nggak usah sama aku, aku bukan Analisa yang sempurna."
Anjing!
Bangsat!
Shit!
Seluruh umpatan itu keluar sempurna dari mulut Angkasa. Sampai saat ini, cowok bermata elang itu masih sangat sangat sangat tidak paham dengan isi kepala Aurora. Heran! Apa salah Angkasa coba?!
Entah sudah berapa kali Angkasa memutar-mutar ingatannya, mengingat kesalahan yang mungkin saja jadi alasan kenapa Aurora menghindarinya. Kenapa pacarnya sendiri seolah menyerah secara halus padanya?
Aurora mengganti nomornya, dan apa tadi? Ada suara cowok kan? Berarti Aurora tidak sendiri di tempatnya. Dan Angkasa tidak begitu bodoh untuk mengambil kesimpulan, itu bukan suara Dwipa Matra. Lalu siapa? Saudaranya? Aurora anak tunggal, sepupu? Sepertinya bukan. Atau selingkuhan? Cih, rendah sekali.
Sekelebat pikiran buruk semakin bersarang di kepala Angkasa. Ya, mereka lemah dalam komunikasi, dan sangat wajar jika Angkasa hidup dengan overthinking-nya sekarang.
"SA! LO MAU MASUK BELAJAR FISIKA?" tanya Bobby teriak.
Dulunya, Angkasa semangat. Tapi sekarang? Jangankan untuk masuk ke kelas, ke sekolah saja rasanya ia sudah tidak memiliki semangat apapun semenjak Aurora tidak ada. See? Sangat hebat kan pengaruh perempuan berbanda biru itu?
Razi mengejar Angkasa. "Bolos lagi?" tanya cowok dingin itu.
"Bukan urusan lo, bangsat," balas Angkasa kasar.
Razi tercengang, okelah, mood Angkasa masih bisa ia maklumi. Cowok itu tetap setia berjalan di samping Angkasa.
"Ngapain lo ngikutin gue, anjing?!" bentak Angkasa emosi.
"Lo mau bolos kan?" tanya Razi. "Gue ikut."
Seandainya dia bukan Razi. Sudah sejak tadi Angkasa menjadikan manusia ini sebagai samsaknya. Pokoknya selalu seperti ini, Angkasa butuh pelarian dan pelampiasan atas emosinya.
"Sedetik itu mahal, kakek lo pasti kecewa liat cucunya nggak bener," kata Angkasa tersenyum miring pada Razi.
Memang. Cowok dingin itu keras dengan didikan kakeknya, karena sejak dulu orang tua Razi sibuk dengan pekerjaan hingga melupakan anak satu-satunya yang masih haus kasih sayang.
"Sekali-kali," ujar Razi.
Angkasa manggut-manggut, lalu cowok itu mengendarakan pandangannya rata, setelah merasa aman, dengan cekatan cowok bertubuh kekar itu memanjat pagar, hingga sampai di gang belakang sekolah.
"Motor gimana, Sa?" tanya Razi.
"Dasar! Lo emang perlu gue ajarin bolos, Zi," ujar Angkasa tertawa kecil. "Anak buah Ayah gue, udah otw bawaiin gue mobil, urusan motor gampang, anggota Satrova banyak."
"Tujuan selanjutnya?" tanya Razi.
"Cari angin," jawab Angkasa enteng.
Tidak lama menunggu, 2 mobil hitam berhenti tepat di depan dua anak SMA dengan seragam putih abu-abu yang berantakan. Laki-laki paruh baya dengan otot kekar di badannya keluar, ia memberi Angkasa kunci mobil kemudian berlalu pergi dengan satu mobil yang mengikutinya tadi.
"Kuy," ajak Angkasa. Ia dan Razi kemudian masuk. Lalu pergi dari area SMANDA.
Di tengah padatnya jalanan siang, Angkasa menyalakan AC. Mobilnya beradu di antara banyaknya kendaraan di jalanan besar.
Tapi, satu hal mengalihkan penglihatannya.
Pengendara mobil yang ada di depannya. Mobil merah dengan plat CPS08. Pati Sagara?
Ini masih jam sekolah, dan ini juga masih termasuk kawasan Andromeda? Untuk apa cowok sialan itu berlalu-lalang di depannya?
**
Pati menggapai telfon genggamnya. Hari ini ia sengaja izin, tidak masuk sekolah, ia mengorbankan 1 harinya untuk pacarnya lagi. Ya, walaupun semua hanya kesepakatan, tapi Pati tetap senang. Akhirnya ia bisa memiliki apa yang selama ini ia kejar.
Dan perjuangan terasa tidak sia-sia untuknya, Pati menang banyak kali ini.
Chandra Pati Sagara: Otw ke kamu
Chandra Pati Sagara: Mau gue beliin apaan lagi?
Chandra Pati Sagara: Susu, roti, coklat, aman.
Tidak lama, sebuah notif pesan masuk di handphonenya. Pati tersenyum hangat.
Myr: G usah. Itu aja
Myr: Hati-hati, Ndra. Gue ngerepotin lo mulu
Pati tersenyum kecil, seindah ini jatuh cinta ternyata. Ya, harusnya dari dulu ia mendekati perempuan ini, harusnya bukan gelar sahabat, tapi lebih dari itu.
Chandra Pati Sagara: Cie khawatir
Chandra Pati Sagara: Bntr lgi gue sampai❤️
Myr: Jgn nyetir smbil megang hp, Ndra.
Chandra Pati Sagara: Klo udh jtuh cinta beneran, bilang.
Chandra Pati Sagara: Haha
Chandra lalu mematikan layar handphonenya, cowok itu kembali fokus dengan jalanan yang ada di depannya. Dan tanpa sengaja ia melihat mobil hitam yang sepertinya mengikutinya dari belakang.
Angkasa? Ya, Pati tahu pengemudi mobil itu.
**
Setelah memarkir mobilnya. Angkasa dan Razi ikut keluar, rasa penasarannya semakin besar ketika Pati berhenti di Rumah sakit MUTIARA KASIH. Sebenarnya siapa yang Ketua Vagans itu kunjungi di sini? Pacarnya?
Angkasa dan Razi melangkah pelan, ia berjalan hati-hati mengikuti Pati dari belakang. Cukup mencurigakan, apalagi cowok itu tidak sedang memakai seragam SMA sekarang. Itu artinya dia tidak masuk sekolah bukan?
Pati yang merasa kalau Angkasa mengikutinya hingga ke rumah sakit hanya bisa menyinggung senyum kecil. Cowok itu lalu mempercepat langkahnya hingga memasuki ruangan.
"Pati tahu kalau kita ngikutin dia," sahut Razi pelan pada Angkasa.
"Jadi?" tanya Angkasa.
Razi terdiam beberapa saat. "Terlanjur, lo—"
Belum sempat Razi melanjutkan ucapannya. Kehadiran seseorang yang duduk di kursi roda membuat Razi dan Angkasa sama-sama kaget.
Mantap. Pati mendorong perempuan itu, lalu perempuan itu terlihat senang dengan perlakuan baik Pati.
Angkasa mengerjapkan matanya dua kali, ia memang rindu, sangat rindu. Tapi ia tidak suka dengan situasi brengsek seperti ini. Dada cowok bermata elang itu naik turun, emosi, kecewa, dan sedih di waktu yang sama.
Ya, yang bersama Pati sekarang adalah perempuan kesayangannya, Aurora.
Pernah merasa tidak di butuhkan?
Pernah merasa tidak berguna?
Pernah merasa di buang?
Pernah merasa tidak di pilih?
Pernah merasa di lupakan?
Semua deretan tanya itu, akhirnya Angkasa rasakan sekarang. Bangsat memang!
Baru saja cowok itu akan melangkah membogem Pati, Razi lebih dulu menahan Angkasa. Cowok dingin itu menggeleng, kepala panas tidak akan pernah menyelesaikan masalah, apa yang buruk, akan semakin buruk jadinya.
"Jangan halangi gue, anjing!" bentak Angkasa.
Bentakan Angkasa yang keras membuat Pati dan Aurora sama-sama menoleh. Aurora menatap Angkasa dengan pandangan datar, kosong, dan Angkasa benci setiap kali mata itu menatapnya seperti ini!
Aurora memberi kode kepada Pati untuk tidak berhenti, tapi gagal, Angkasa dengan cepat menghampirinya di ujung lorong.
"Aurora nggak butuh lo," sahut Pati menusuk. Niatnya mengusir Angkasa agar ketua Satrova itu tidak mengusik pacarnya.
"Lo nggak punya urusan sama gue, anjing. Jadi mending diam!" balas Angkasa kasar. Mata elangnya menyorot tajam kepada Pati.
Angkasa lalu berjongkok di depan Aurora, perempuan itu duduk di kursi roda dengan infus yang terpasang di punggung tangannya. Wajah Aurora sangat pucat, tapi tidak melunturkan kecantikan alami yang ia miliki.
"Ra?" panggil Angkasa halus.
Bayangkan saja, Angkasa melupakan emosinya, Angkasa melupakan kecewanya, karena pengaruh Aurora selalu berhasil membuatnya kehilangan dirinya yang kelam dan penuh emosi.
Aurora terlihat enggan menoleh, dari matanya banyak hal yang perempuan itu sedang sembunyikan. Lihat? Aurora tidak mau menatap mata Angkasa.
"Pergi aja, Sa," usir Aurora, walaupun dengan suara pelan, tapi menyakitkan untuk Angkasa dengar.
"Kenapa, Ra?" tanya Angkasa. Suara cowok itu terdengar berat.
Aurora menghela nafasnya, sekuat tenaga perempuan berbanda biru itu menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Aku nggak butuh kamu,"
Aku.
Nggak.
Butuh.
Kamu.
Senyum pedih berusaha Angkasa tahan. Aurora mengatakannya secara mulus dan sempurna, tanpa memikirkan perasaan Angkasa. Haha kasian!
Dahi Angkasa kemudian berkerut. Apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Aurora? Semuanya baik-baik saja sebelum acara touring itu kan? Angkasa tidak mengerti, kenapa setelah tantangan 1 minggu itu selesai, semua lalu berubah, jauh dari porosnya masing-masing. Kemana Rora-nya Angkasa?
"Aku capek, Sa."
Capek? Bukannya Angkasa yang harus mengeluh capek? Angkasa yang mati-matian mencarinya, Angkasa menghabiskan banyak tenaga, pikiran, dan emosinya hanya untuk tahu dimana perempuan kesayangannya. Lalu setelah bertemu? Kenapa justru? Ah— anjing!
"Lo sakit, Ra? Kenapa nggak bilang sama gue? Kenapa lo malah menghindar?" tanya Angkasa.
"Bukan urusan lo," balas Aurora.
Lo? Waw!
Razi yang mendengarnya ikut menelan salivanya.
"Urusan gue, karena lo pacar gue!" tegas Angkasa. Buku-buku tangan cowok itu memutih, ucapan Aurora berhasil memancing apa yang selama ini Angkasa tahan untuk tidak ia keluarkan.
Hening.
"Oke," Aurora bersuara, perempuan itu menahan rasa sesaknya. "Supaya tentang gue bukan urusan lo lagi—"
"Kita selesai aja."
Deg!
Angkasa kaget. Tidak terima! Mata cowok itu menyipit. "Bercanda lo nggak lucu."
Aurora menggeleng, "Gue nggak bercanda, gue mau putus, Sa!"
Apa? Putus? Tidak akan Angkasa biarkan hal itu terjadi.
"NGGAK!" tolak Angkasa keras.
Pati tersenyum penuh kemenangan. "Now, Aurora is mine, lo bukan siapa-siapanya lagi."
Bugh
Bugh
Tanpa aba-aba, tinjuan Angkasa melayang di pelipis Pati yang melihat Angkasa dengan seringai serigala. Cowok bermata elang itu melayangkan bogeman bertubi-tubi di wajahnya. Persetan dengan Aurora yang akan marah, toh Angkasa tidak akan diam jika ada mulut sialan yang berani mengklaim pacarnya sebagai miliknya.
"Lo nggak punya urusan, anjing! Gue nggak bicara sama lo!" sahut Angkasa emosi.
Bogeman ia layangkan kembali. Dan wow, tampaknya Pati sedang melemahkan dirinya di hadapan Aurora. Cowok itu tidak melawan serangan Angkasa sedikitpun, ya, ia sepertinya menyerahkan dirinya untuk di mangsa Angkasa siang ini.
"Lawan gue! Banci lo!" kata Angkasa. Cowok itu menarik hoodie Pati kasar.
Bukannya melawan, Pati malah tergeletak di lantai putih rumah sakit. Kemana Ketua Vagans yang jago berantem hah?!
"Sa! Lo gila!" pekik Aurora shock. Wajah perempuan itu kian memucat. Ia tahu Angkasa brutal, tapi Chandra bukan orang lain untuk Aurora.
Angkasa berbalik, "Lo belah dia?"
"Kenapa, Ra? Kenapa dia?!"
Dada Angkasa naik turun, berapa banyak kekecewaan yang ia jumpai hari ini?
Aurora terdiam. Perempuan itu menangis sekarang.
"Jangan sentuh Chandra, atau gue nggak mau ketemu sama lo lagi," ancam Aurora, suaranya terdengar parau.
Bukannya menurut, Angkasa berbalik, ia kembali menyerang Pati, tidak tanggung-tanggung kaki cowok itu menendang tubuh Pati dengan gilanya. Angkasa tahu, Pati tidak lemah, ia hanya melemahkan dirinya.
"Bangsat lo, Pati!" umpat Angkasa.
"SA!!!" bentak Aurora.
"Salah gue dimana, Ra?" tanya Angkasa meringis. "Apapun yang jadi omong kosong bagi gue, gue pukul rata."
"Gue bukan omong kosong, bangsat," sahut Pati.
"Terus apa, bajingan?" tanya Angkasa merendahkan.
Pati bergeming. Ia menatap Aurora meminta persetujuan, lalu setelah ia mendapatkan sinyal. Laki-laki ber-hoodie itu tersenyum, "Gue pacar Aurora sekarang."
Angkasa maju menggenggam kerah baju Pati, "Banyak omong lo!"
Pati terkekeh, "Kalau lo nggak percaya, tanya orangnya."
Angkasa berbalik, ia menatap Aurora intens, "Gue nggak percaya omongan dia, Ra."
Aurora membuang pandangannya, seperti ada sedih yang tidak ingin ketahuan.
"Udahlah, Sa. Gue tadi bilang kita selesai aja," ujar Aurora.
Angkasa menghempaskan tubuh Pati jauh-jauh. Ia melangkah mendekati Aurora. Sedangkan Razi, cowok itu seperti mati pergerakan di samping Aurora, ia tidak tahu harus melakukan apa.
"Apapun, selain kata selesai yang lo maksud," mohon Angkasa, mata cowok itu berkaca-kaca. Bagaimanapun Angkasa adalah laki-laki yang memiliki perasaan, dan akan sedih jika perasaannya itu di luluh lantakkan.
"Gue nggak mau putus!" tegas Angkasa.
"Nggak ada lagi alasan yang bisa buat lo bertahan sama gue, Angkasa."
"Hubungan itu antara dua orang, kalau cuman lo sendiri, namanya lo pemaksa," jelas Aurora. Pemaksa, memaksa perasaan, memaksa orang lain untuk berperasaan yang sama.
Setelah menarik nafas, dan membuangnya, Aurora kembali bersuara, "Gue udah punya Chandra, Sa."
Aurora sudah punya Chandra, jadi dia dan Chandra?
"Lo bebas pergi, dengan siapapun, gue nggak peduli lagi," sambung Aurora dengan suara lemah.
Angkasa mendekati Aurora. Aurora memutuskannya? Lalu ia mengakui Pati sebagai pacarnya? WOW! Lo luka yang terpahat sempurna.
"Rora?"
"Lihat gue!"
Cowok bermata elang itu mengatur nafasnya.
"Bahkan ketika lo nyakitin gue, gue malah semakin cinta sama lo. Jadi percuma, percuma lo bilang selesai, lo bilang putus, karena kalimat lo yang seperti itu nggak akan pernah gue terima."
Aurora meneteskan air matanya lagi.
"Kita nggak bisa sama-sama, Sa. Jadi stop untuk jadi orang egois buat gue!" ucap Aurora.
"Bukan gue yang egois, tapi lo, Ra." Angkasa menjeda ucapannya sebentar. "Lo biarin gue jatuh cinta, lo biarin gue sayang banget sama lo, lo buat gue percaya sama kata selamanya, sampai akhirnya apa? Lo nyerah duluan di saat perasaan gue nggak pantes buat lo ragukan."
"Dan orang-orang benar ternyata, sebelum rasa itu terlalu jauh, terlebih dahulu harus di pastikan, apa benar-benar betah atau hanya sekedar cuma butuh," lanjut Angkasa.
**
SPAM NEXT DISINI SUPAYA AKU THU KALIAN🔥🤣
YG DARI KEMARIN SIBUK BERTANYA AURORA DIMANA DAN KENAPA, DISINI UDAH ADA SEDIKIT JAWABANNYA KAN.
YG RINDU ANGKASARORA MERAPAT DISINI, AKU JG RINDU BANGET!!😭 TAPI TENANG AJA, SEMUA AKAN UWUW PADA WKTUNYA WKWKW TAPI TRGNTUNG AUTHOR:V
KUY FOLLOW DULU @WY.NAAA @DIAANGKASA.FNBSE / yg mau post story tntng Dia Angkasa tag aku yahhh!