Target next masih sama<3
Selamat membaca, semoga sukaa, Aamiin. Tandai typo juga!❣️
56. CATATAN BAHAGIA
Tidak ada alasan yang benar-benar bisa untuk dideskripsikan seterang-terangnya, denganmu, bahagia itu sederhana.
-Aurelani Aurora
...
**
Hari telah berlalu. Sejak pertemuan Sekala dan Angkasa di basecamp besar dengan Dwipa tidak kunjung membuat keduanya berkompromi. Sekala resmi keluar dari Satrova, dan Angkasa seakan tidak ingin mengambil keputusan dua kali terkait hal ini, beberapa anak Satrova mati-matian membujuk Angkasa, tetapi hanya berakhir sia-sia, cowok itu tetap tegas pada pendiriannya.
Senin.
"Mana sih dasi gue, ih," rintuk Aruna emosi sembari membuka laci kamarnya.
Sejak 5 menit yang lalu, perempuan dengan mata lentik itu mondar-mandir di dalam kamarnya, mencari atribut sakral yang menjadi sasaran OSIS di hari senin.
Ya. Aruna sekarang memilih tinggal bersama Angkasa dan Ayahnya di rumah besarnya, sedangkan Adiran memilih menepi, menjauhkan dirinya dari keluarga besar Adinata semenjak Mamanya meninggal. Tentang itu, Aruna tidak ingin banyak mengambil kesimpulan yang tidak-tidak, ia sudah membujuk kakaknya, tetapi tetap saja Angkasa dan Adiran sulit untuk di satukan.
Pergerakan perempuan itu terhenti ketika menemukan selembar foto berlatar pesta ulang tahun. Aruna meneliti dengan baik foto itu, ada 3 orang yang ada di dalam sana. Angkasa, dirinya, dan sahabat kecil mereka, Rania.
Senyum pedih terukir di bibir perempuan itu, "Lo pasti udah tenang di alam sana 'kan, Rania?"
Ingatan Aruna mulai terputar, bak film yang sedang di tayangkan, peristiwa mengenaskan itu, lagi-lagi mendatanginya.
Tidak! Semua sudah berlalu.
Aruna lalu menyimpan foto itu kembali, kemudian melangkah menuju kamar abangnya.
"Bang? Kita bareng ya?" tawar Aruna dengan senyum manisnya. Dan dengan wajah tanpa dosa ia membuka kamar kakaknya tanpa permisi.
"Nggak," tolak Angkasa mentah-mentah.
"Mobil gue lagi di bengkel, ayolah," bujuk Aruna dengan wajah memohon.
"Pak Andi nganggur, lo sama dia aja," kata Angkasa.
Pak Andi—supir keluarga yang telah bekerja selama 15 tahun di rumah keluarga besar Satya Adinata.
"Mau sama Abang," tegas Aruna, wajahnya berusaha ia imut-imutkan. Berharap Angkasa luluh dengannya.
Angkasa berdecak.
"Bisa kan? Bisa dong," sahut Aruna.
Angkasa tidak menyahut, ia melewati Aruna dengan tas ransel yang tersampir di bahu kanannya, juga kunci mobil yang ada di tangannya.
Tidak menjawab sama dengan 'iya'. Aruna ikut mengekori kakaknya dengan sabar.
"Tapi gue jemput Aurora dulu," terang Angkasa.
Aruna mengangguk, "Nggak papa, asalkan lo nggak buat gue telat."
"Tapi lo duduk di belakang," seru Angkasa saat Aruna baru saja akan membuka pintu depan.
"Hah? Kenapa?" protes Aruna.
"Aurora yang di depan sama gue," balas cowok itu kemudian masuk ke dalam mobil lebih dulu.
"Astaga, dasar bucin!" ejek Aruna.
"Biarin, daripada jomblo," balas Angkasa.
"Gue jomblo terhormat, sopan kalau bicara ya!" timpal Aruna emosi, berbeda dengan Angkasa yang terkekeh pelan melihat warna wajah adiknya.
"Nggak cocok muka lo kalau ngambek, Run," goda Angkasa.
"Biarin, bodo amat."
"Okay, gue tinggal chat Razi kalau-"
"Iya iya, buruan jalan. Jangan chat bang Razi ihh, gue cinta damai," potong Aruna.
Angkasa menjalankan mobilnya tanpa meladeni Aruna lagi, tepat di pagar rumahnya, terlihat satpam membuka gerbang untuknya. Setelahnya, Angkasa menancapkan gas full meninggalkan rumah besar itu.
"Bang?" panggil Aruna.
"Hm?"
"Lo masih ingatkan sama Rania?" tanya Aruna hati-hati.
Angkasa tidak langsung merespon, ia cukup lama terdiam, berfikir.
"Ingat."
"Keluarganya apa kabar ya, Bang? Udah lama banget kita lost contact sama mereka," ujar Aruna.
Angkasa bergeming, jika mengingat tentang peristiwa itu, ia sama dengan Aruna, trauma.
"Lupain aja," balas Angkasa enteng. "Jangan sebut dia lagi, Run. Dia udah nggak ada juga."
Aruna mengangguk. Iya, Rania memang sudah pergi, tapi pikiran itu tidak.
Mobil dengan nomor polisi 177 ANM, memasuki gerbang besar rumah Aurora, senyum kecil Angkasa terbit ketika melihat perempuan kesayangannya sudah berdiri di depan pintunya, menunggu.
"Calon kakak ipar gue cantik banget," puji Aruna saat ia melihat Aurora dari dalam mobil.
"Iya, dong. She is mine," kata Angkasa.
Lalu dengan pergerakan cepat, Angkasa keluar dari mobilnya, cowok itu cukup lama menatap Aurora intens, lalu berdecak kagum hanya karena perempuan kesayangannya itu tersenyum lebih lama kepadanya.
"Andai gue ketemu lo lebih cepat, pasti kita udah lama pacaran, Ra," terang Angkasa.
Aurora menatap Angkasa malas lalu tertawa kecil, "Masih pagi-pagi, nggak usah alay dulu."
"Berani lo sama Ketua Satrova?"
"Berani dong, 'kan pacar gue," kata Aurora. Tangan perempuan itu bergerak meninju dada Angkasa pelan.
Angkasa mengusap rambut Aurora, "Hasil lomba olimpiade gimana?"
"Nanti baru di umumkan," jawab Aurora.
Kemarin olimpiade Matematika telah di adakan. Aurora dan Sekala hanya mendapatkan waktu sempit untuk belajar, dan untungnya saat olimpiade, semua berjalan lancar, tidak ada kendala sama sekali.
"Gue yakin lo dapat juara," kata Angkasa percaya diri.
"PD banget sih, Sa," balas Aurora.
"PERMISI, SEKARANG UDAH JAM 06.50," teriak Aruna yang membuat keduanya menoleh.
Aurora mengerjapkan matanya, "Aruna?"
"Hai kakak ipar," sapa Aruna manis.
Perempuan berbanda biru itu ikut tersenyum, lalu melangkah mendekat. "Asyik, akhirnya bisa berangkat bareng."
Aurora membuka pintu belakang, lalu ikut naik dan duduk di samping perempuan bermata lentik itu.
Angkasa menggeleng, lalu kembali membuka pintu mobil. "Gue nggak mau duduk sendiri di depan."
"Sekali-kali," sahut Aruna, puas.
"Ra, lo duduk di depan sama gue," titah Angkasa, mutlak.
"Masa Aruna sendirian di belakang? Nggak enak tau," balas Aurora. Perempuan berbanda biru itu langsung di rangkul oleh Aruna yang ada di sampingnya, tanda Aruna sepakat dengan ucapan Aurora.
"Nggak!" sentak Angkasa. "Gue nggak mau jalan kalau lo nggak duduk di depan."
Aruna membisik Aurora, "Jangan kendor, Ra. Itu cuman ancamannya aja."
"Run, gue kasi turun di tengah jalan lo," ancam Angkasa.
Aurora menoleh, "Nggak boleh galak-galak, Angkasa."
"Pindah ke depan," suruh Angkasa.
Mau tidak mau, Aurora lalu beranjak pindah. Angkasa dengan gercep membuka pintu mobilnya sembari tersenyum kecil, tanda kemenangan. Sedangkan Aruna? Perempuan itu mencibir kakaknya di dalam hatinya sendiri.
"Ra? Sabar ya sama Bang Angkasa, dia emang tipikal manusia banyak mau dan tidak terima penolakan," ujar Aruna.
Angkasa yang baru saja masuk dan duduk di kursi pengemudi menatap adiknya penuh arti, "Gue denger."
Aurora tertawa kecil, jadi seperti ini sikap Angkasa jika bersama Aruna? Jangankan sikap berandalan, sisi ketua geng sirna saat itu juga.
Mobil hitam itu lalu bergerak meninggalkan pelataran besar rumah bercat putih itu, kemudian ikut beradu di jalanan besar dengan banyak kendaraan yang sedang mengejar tujuan di antara padatnya jalanan ibu kota di senin pagi.
"Ra? Di dompet Bang Angkasa ada foto kamu lo," bongkar Aruna.
Kemarin ia tidak sengaja membuka dompet kakaknya lalu menemukan foto Aurora berpakaian putih abu-abu, berukuran 3x4, persis seperti foto yang tertera pada rapor.
"Masa?" balas Aurora ia menatap Angkasa, meminta penjelasan.
"Hmm,"
"Mana dompetnya?"
Tanpa menunggu Angkasa bergerak, Aruna membuka tas Angkasa, lalu mengambil benda berwarna hitam itu.
"Nih, Ra," kata Aruna sembari memberi perempuan berbanda biru itu dompet yang ia inginkan.
Aurora dengan hati-hati membuka dompet Angkasa, isinya sangat ramai, ada banyak kartu di dalamnya. Ada beberapa uang merah, dan ada foto mereka yang berdampingan. Iya, Angkasa dan Aurora.
"Dapat foto gue dari mana?" tanya Aurora.
"Nyuri di rapor lo," balas Angkasa enteng.
Melihat tatapan kesal Aurora, Angkasa kembali bersuara, "Canda sayang."
Aurora tidak tahu saja, Angkasa mendapatkan foto itu tidak cuma-cuma. Ia harus membelikan Pak Gaga rokok agar mau di peralat olehnya.
"Tapi disini gue jelek," balas Aurora sembari menatap fotonya lekat.
Aruna terkekeh, "Ra, kata Bang Angkasa, bagaimanapun lo, lo selalu cantik di matanya."
"Spoiler teross," timpal Angkasa.
"Bucin teross," ejek Aruna balik.
Sekarang giliran perempuan berbanda biru itu yang tertawa, tangannya bergerak mencabut foto Angkasa. Kemudian meraih dompetnya dan memasukkan foto itu.
"Lo kenapa ikut-ikutan?" kekeh Angkasa.
"Gue suka foto lo disini," balas Aurora.
"Ya, gue emang ganteng, Ra," kata Angkasa sembari menyugar rambutnya.
**
Sesampai di sekolah, seperti biasanya, cowok itu mengantar perempuan kesayangannya sampai di depan kelasnya. Sepanjang koridor banyak mata yang menatap pergerakan mereka, seolah Aurora adalah perempuan paling beruntung karena mendapatkan Angkasa. Padahal, Angkasalah yang beruntung karena mendapatkan Aurora.
"Udah sampai," kata Aurora.
"Yaudah, masuk," ujar Angkasa. Tubuh kekar cowok itu bersandar di dinding kelas.
"Ya—udah,"
"Ra?"
Aurora menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Angkasa.
"Nggak usah ikut upacara kalau lo nggak bisa," sahut Angkasa pelan.
Aurora tersenyum, "Gue nggak selemah yang ada di pikiran lo, Sa."
"Apa jaminannya?" tanya Angkasa.
Perempuan berbanda biru itu terlihat berfikir, dan kembali tersenyum ketika sekelebat ide terlintas di pikirannya. "Lo jaminannya."
"Gue?"
"Iya. Kamu ikut ucapara kan?"
Kamu. Gaskan Ra^^
Shit. Baru saja Angkasa akan menuju Warung Zebra untuk bolos berjamaah dengan teman-temannya, arghh pertanyaan itu benar-benar menjebaknya. Dan apa tadi? Kamu? Shit! Sejak kapan perempuan berbanda biru itu pintar memakai 'kamu' dengannya?
"Iya, gue ikut."
Aurora tersenyum penuh kemenangan. Ia tahu Angkasa akan bolos lagi senin ini, dan itu tak akan ia biarkan.
"Bareng aja, kita sama-sama ke lapangan," tambah Aurora yang benar-benar tidak bisa membuat Angkasa melakukan penolakan.
"Tapi gue-"
"Kamu nggak terima penolakan kan? Aku juga nggak terima penolakan mulai sekarang," kata Aurora mutlak, lalu melangkah masuk ke kelasnya, menyimpan tasnya, menyisakan Angkasa yang tetap di posisinya, menunggu.
Bara Bintang Tenggara: Wazeb terbuka lebar untuk bosku yang cinta mati dgn dunia kebebasan a.k.a bolos wkwkw
Angkasa Naufal Merapi: Gue mau upcr
Bara Bintang Tenggara: Anjir! Kemarin masuk fisika, skrng udh mulai rajin upacara🤣
Bara Bintang Tenggara: Nggk lama lo jadi ketua OSIS, Bos. Serius dah gue🤣🤣
Angkasa menatap malas pesan Bara. Ia mengumpati cowok itu dalam hatinya. Tangan Angkasa kemudian bergerak mencari room chating SATROVA BESAR. Lalu mengetikkan sesuatu di grup itu.
Angkasa Naufal Merapi: Klo gue g bs bolos lo smua jg g bisa!
**
"Anjir! Bakso gue nggak mungkin gue sisa, mubazir," runtuk Bobby ketika melihat pesan Angkasa di grup Satrova besar.
"Makin hari, bukannya kita makin malas, tapi makin rajin aja," tambah Rama.
"Alhamdulillah, itu anugrah, Bor," kata Bara sembari menepuk pundak Rama.
"Terbentur, terbentur, terbentuk."
"Semua Satrova nggak ada yang bolos hari ini," instruksi Alaska kepada teman-temannya yang ada di warung zebra.
Seisi Warung tersentak, lalu segera memborong dasi di tempat itu juga. Dengan segala umpatan, kekesalan, mereka secara sukarela berjalan berombongan menuju lapangan besar SMANDA.
Bu Dira yang menjadi koordinator upacara tersenyum, seperti menyiratkan kalau 'ini baru murid-murid ibu'.
"SILAHKAN BARIS DI BARISAN KELASNYA MASING-MASING, UPACARA AKAN SEGERA DI MULAI," tegas Bu Dira lewat mikrophone itu.
Dengan cepat dan tertib, semua siswa lalu teratur rapi di lapangan besar itu. Lagi-lagi Bu Dira tersenyum karena siswa-siswinya sangat mudah di atur, kali pertama, emosi guru matematika itu tidak memuncak di hari Senin.
Upacara juga berlangsung sangat damai, tidak ada drama pingsan, drama alasan yang membuat anak PMR kewalahan. Amanat upacara juga tidak sepanjang biasanya, Senin ini benar-benar adalah senin yang tenang di SMANDA.
"SEBELUM UPACARA BERAKHIR, IBU MAU MENGUMUMKAN HASIL OLIMPIADE ARITMATIKA TINGKAT SMA 2021,"
"TERCATAT, SMA ANDROMEDA, DENGAN PERWAKILAN 2 ORANG SISWA FAVORIT YANG KAMI MILIKI, SEKALA BUMI SAGARMATHA KELAS XI.MIPA.1, DAN AURELANI AURORA KELAS XI.MIPA.4, YANG MASING-MASING TELAH MELAKUKAN BIMBINGAN INTENSIF SELAMA 2 HARI BERTURUT-TURUT, DAN AKHIRNYA BERHASIL MEMBAWA NAMA SMA ANDROMEDA MASUK KE PODIUM SEBAGAI-" Bu Dira menggantung ucapannya sebentar. Hingga membuat seisi lapangan terdiam, menunggu sambungan ucapannya.
"JUARA 1 ARITMATIKA 2021 TINGKAT SMA,"
Suara tepuk tangan secara serentak menghiasi lapangan SMANDA pagi itu. Decak kagum tersebar dimana-mana. Ini kali pertama bukan nama Analisa yang meroket di tempat itu.
"BU KETUA GUEE!!!" teriak Bobby bangga. Diikuti oleh anak Satrova yang tidak kalah heboh.
"Mantap calon queen of mathematics," sambung Bara tak kalah bangga.
"Tips untuk dapatkan cewek otak encer gimana, Sa?" tanya Rama absurd. Angkasa menggeleng-geleng.
"KEPADA SEKALA BUMI SAGARMATHA DAN AURELANI AURORA AGAR SEGERA MAJU KE DEPAN," Instruksi Bu Dira.
2 siswa yang namanya membanggakan pagi itu, lalu maju serentak. Mata Angkasa tidak lepas dari Aurora yang berjalan dari barisan kelasnya menuju podium lapangan.
Sekala dan Aurora lalu mengambil piala kebesarannya masing-masing. Beberapa kamera memotret mereka, Bu Dira juga tidak kalah eksis, ia ikut berfoto dengan murid bimbingannya.
Selesai acara penerimaan hadiah, semua siswa perlahan bubar ke kelasnya masing-masing. Tetapi tidak dengan semua anggota Satrova, mereka tetap memenuhi lapangan SMANDA lalu ikut mendekat ke arah Aurora, juga Vana yang berjalan di samping Alaska.
Melihat Satrova mulai melingkari posisi perempuan berbanda biru itu, Sekala menarik dirinya keluar dari sana. Berjalan berbalik menuju kelasnya.
Razi yang melihat cowok itu pergi, tidak bisa melakukan apa-apa. Selain, terus berusaha membujuk Angkasa untuk mengubah keputusannya.
"Bar, fotoin gue sama Aurora," titah Angkasa lalu memberikan handphonenya pada Bara.
Angkasa mendekat ke arah perempuan kesayangannya, lalu dengan cepat ia merangkul Aurora saat Bara mulai menghitung.
Foto pertama, keduanya tersenyum ke arah kamera, Angkasa yang tampan dan Aurora yang cantik.
"Mantap, kapan sih gue kayak gini sama my crush?" tanya Bara entah pada siapa.
Foto kedua, foto candic yang sengaja Bara ambil saat keduanya tidak siap. Angkasa menatap Aurora dan Aurora memperbaiki bandana yang ada di kepalanya.
Foto ketiga, cowok itu merangkul Aurora, dengan Bobby yang ada di belakangnya.
Foto keempat, semua anak Satrova dengan Angkasa dan Aurora yang berdiri di tengah-tengahnya.
Foto kelima, Angkasa, Aurora, Vana, dan Alaska.
Foto keenam, Aurora dan Vana, mereka saling merangkul.
Dan foto terakhir, Aurora dengan semua inti Satrova. Bobby tidak kalah eksis, ia memegang tropi Aurora dengan bangganya.
"Ra?" panggil Angkasa.
"Hm?"
"Gue mau upload foto kita yang ini," kata Angkasa sembari memperlihatkan handphonenya ke arah Aurora.
"Ih, nggak bagus," protes Aurora berusaha merebut handphone cowok itu.
"Nggak, lo cantik disini," sela Angkasa sembari menjauhkan handphonenya agar tidak bisa diraih oleh perempuan berbanda biru itu.
"Pelit banget sih, Sa," ujar Aurora dengan wajah kesal yang ia buat-buat.
Angkasa mendekat kearahnya. Cowok itu berbisik, "Congrats,"
"Makasih Angkasaku," balas Aurora dengan senyum lebar.
Aurora lalu bergerak, berdiri di depan semua anggota Satrova yang masih ada di lapangan.
"Sebagai ucapan terimakasih, gue traktir kalian hari ini," sahut Aurora.
Semua anggota bersorak kegirangan.
I love you Bu ketua
Bu ketua Satrova terdebest
Bu ketuaku idolaku
Panjang umur Bu ketua
Angkasa menatap satu-satu dari mereka yang berani-beraninya melangkahi ucapannya. Tetapi cowok itu tiba-tiba melunak, ketika Aurora kembali berdiri di sebelahnya.
"Sans aja, muka kok seram banget," ledek perempuan berbanda biru itu.
"Gue nggak suka," terang Angkasa.
Aurora tersenyum lalu menatap Angkasa lekat, "I'am yours."
"831, Ra."
Mata perempuan itu berkaca-kaca, diikuti dengan detakan jantungnya yang tidak stabil. Ah! Angkasa! Cowok itu sangat pandai membuatnya terbang seketika.
"224," lanjut Angkasa.
**
Buat yang belum tahu arti 831 dan 224.
Any question?
SPAM NEXT DISINI YOK🔥🔥
Follow my ig: wy.naaa. Kalau mau di follback DM aja, blg kalau dri WP.