XXXI.i

208 32 12
                                    


Setelah seluruh karyawan pesta pizza, Hanung sempat melihat keluar dari jendela taman samping kalau mobil Laura akhirnya tiba. Dia turun dari kursi penumpang belakang, melambaikan tangan ke penumpang depan lalu mobil itu pergi. Hanung yang sedang mengobrol santai dengan Randi, Andi, dan Stevan beranjak pamit sebentar pergi menghampiri Laura. Laura yang hari ini hanya memakai celana denim, converse dan kemeja hitam lengan panjang yang terlipat hingga sesikunya ditambah 2 kancing atas yang sengaja terbuka memperlihatkan dalaman putihnya.

"Mbak Ra!" sapa Hanung dari ambang pintu kaca taman samping yang terhubung langsung dengan taman belakang.

Laura yang tadinya jalan tertunduk, terjingkat karena sapaan Hanung yang mengagetkan, "Heh, kamu ini! Bikin kaget aja." Hanung cengengesan lalu melambaikan tangannya menyuruh Laura untuk menghampirinya. "Kenapa?"

"Udah makan belum?" tanya Hanung.

"Sudah tadi sekalian sama Ayah Ibu sebelum kesini, kalian sudah makan semua? Pizzanya sampai, kan?" tanyanya sambil celingukan melihat Randi, Andi, dan Stevan yang asyik berdebat tak menyadari kehadiran Laura.

"Sampai kok, kirain belum makan. Soalnya disuruh nemenin sama mas Dewa." Ucapnya.

Laura heran, "Disuruh? Disuruh gimana?"

"Tadi mas Dewa bilang kalo mbak Ra nggak bisa dihubungin, terus saya disuruh temenin makan kalo mbak Ra belum makan siang. Biar nggak bingung sendiri pilih makanan katanya." Jelas Hanung.

"Oh iya lupa, tadi hp ketinggalan di mobil." Laura mengambil hpnya di tas, "Lho, iya. Banyak banget chat dia." Laura tertawa melihat jumlah pesan Dewa dalam kurun waktu 1 jam. Ada 30 pesan penuh spam dari Dewa. Karna Hanung lebih tinggi, dia bisa leluasa melihat pesan yang dibaca Laura. Dan Laura juga tidak sungkan membukanya di depan Hanung.

"Liat deh, isinya nyuruh makan doang." Laura tertawa sambil memberikan ponselnya kepada Hanung. Pria itu menerimanya, membaca sekilas pesan disana dan hanya bisa tersenyum kecil lalu mengembalikan benda kotak silver itu ke Laura.

"Tadi saya sisain pizza kok buat mbak Ra, kali aja masih laper." Laura langsung menggeleng, "Nggak deh. Kamu aja yang makan, mau ketemu sama yang lain buat meeting. Duluan ya, Nung."

Baru juga membalikkan badan dan mengambil selangkah pergi menjauhinya, Hanung menahan kepergian Laura dengan mencekal sikunya, "Mbak, nanti pulang sama siapa?"

"Nggak tau, tapi nanti mau mampir ke rumah Sarah dulu."

"Sarah?" Hanung menautkan alisnya.

"Iya, Sarah. Temen saya kebetulan rumahnya deket sini."

Hanung semakin ingin tahu setelah mendengar pernyataan Laura, "Oh, kalo mau dianterin, saya bisa kok mbak. Tinggal bilang aja." Tawar Hanung.

Laura menolak dengan melambaikan tangannya kecil, "Nggak Nung, nggak usah. Nanti kalian shoot di luar, kan? Mbak bisa sendirian kok." Hanung hanya menganggut-anggut saja lalu melepas genggamannya dan membiarkan Laura pergi. Kemudian Hanung kembali bergabung dengan 3 orang lainnya.

🌴🌴🌴

Waktu tak terasa berlalu saat semuanya sedang berlalu lalang menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Seperti biasa staff di lantai bawah akan pulang lebih dulu meninggalkan teman-teman kreatif yang bekerja hampir tak kenal waktu hingga berulang kali Laura harus rajin mengusir mereka supaya tidur di rumah, bukan di kantor dan malah kejar deadline. Tapi kalau memang ada keperluan shooting dan harus take di luar, itu hal yang lumrah dan Laura cuma bisa berpesan untuk tidak lupa jaga kesehatan.

Beberapa menit sebelum berangkat, Hanung ingin menyempatkan diri bertemu dengan Laura yang terakhir ia temui tadi siang. Ia berniat ingin menanyakan kembali jika Laura ingin diantar ke rumah temannya atau mungkin Hanung bisa memberinya tumpangan untuk pulang lalu menyusul yang lain ke lokasi.

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang