II

584 90 35
                                    

Laura terbangun karena tangannya terasa ngilu. Terdapat selang infus yang membatasi pergerakan tangannya saat ini.

Seingatnya, dia tadi memakai rok pendek tapi sekarang sudah diganti dengan kimono satin yang entah milik siapa. Dilihatnya seluruh ruangan yang masih nampak persis dengan huniannya. Saat melihat nakas, sudah ada tremos kecil dengan kertas bertuliskan 'drink me' dan 2 potong sandwich dengan saus bertuliskan 'eat me' di piring.

Laura merasa aneh dan mencoba mengingat apa yang terjadi. Tapi hanya sebatas saat dia berada di dalam air. Selebihnya, ia tidak ingat.

Sekarang sudah menunjukkan pukul 3 sore dan selang infus juga masih setengah. Artinya dia hampir tidur sesiangan ini. Meskipun durasinya cukup lama, Laura masih merasa sangat lemas, hidungnya juga sakit, dan rasanya masih sedikit pusing. Ia bergegas mencari hp lalu melihat tanggal yang tertera disana.

"Syukur, gue nggak hanyut berhari-hari ternyata," Ucapnya setelah melihat layar ponsel dan tidak ada rasa sesal sekalipun. Bahkan jika nyawanya hilang saat itu, Laura hanya bisa pasrah saja.

Ia berjalan ke arah balkon dengan membawa ponselnya. Duduk di kursi sambil menikmati hangat matahari sore untuk mengurangi rasa sakit dihidungnya berkat ruangan yang terlalu dingin. Dia bertumpu dagu sambil melihat pantai yang tidak jauh dari gedung itu. Merasakan hangat mentari sore sambil melamun beberapa menit.

Sarah is calling...

Membuat Laura sedikit terkejut dan langsung mengangkatnya

"Puji Tuhan diangkat! Di mana aja lu, Ra?" tanyanya dengan suara melengking sampai-sampai Laura harus menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya.

"Di Bali. Kenapa, Sar?" jawabnya santai.

"Masih tanya kenapa? Parah ya lo! Dari kemarin diteleponin nggak bisa-bisa!" ujar sahabat karibnya.

"Gue lagi healing bukan traveling"

"Iya tahu, gue cuman nggak mau elo kenapa-napa, Ra! Gue khawatir karna gue tau banget lo orangnya kayak apa."

Nekat maksud lo, Sar? Batin Laura. "Hmm, gue nggak apa-apa. Gue mau sendirian dulu."

"Ya udah, tapi sehari lu harus nelepon gue, ya?! Gue minta 5 menit doang biar gue tenang di sini, Ra. You got it?" pinta Sarah.

"Iya nyaiiii, udah, ya, gue tutup!" lalu menutup sambungan telepon.

Untuk sekarang, cuman telepon dari Sarah dan Ayah Ibunya pasti akan cepat diangkat. Kalau yang lain, Laura memilih mendengarkan nada panggilan sampai sakit telinga daripada berinteraksi dengan mereka. Jika bukan masalah pekerjaan pun dia juga enggan terima telefon Tiar. Tapi mau bagaimana lagi, resiko punya usaha bareng mantan yang dirintis dari nol dan ujung-ujungnya malah putus.

Pandangan Laura kembali mengedar dan mengarah ke kolam depan kamarnya. Suasananya cukup sepi dan hanya ada seorang pria yang sedang membaca buku dibawah sana. Memakai kemeja bernuansa pantai berwarna hijau, celana pendek, dan kacamata hitam. Entah buku apa yang sedang dibacanya. Meskipun matahari sore tidak terlalu terik, namun sinarnya masih menyilaukan. Sama sekali tidak mengganggunya yang sedang membaca buku.

Tok... Tok... Tok....

Laura menoleh kearah pintu dengan raut bertanya-tanya. Tamu? pikirnya. Laura bahkan tidak punya sanak saudara disini atau tidak ada satupun orang yang tau keberadaannya kecuali Sarah dan orangtuanya.

Saat membuka pintu, Laura cukup kaget karna ada 2 orang pegawai yang menghampiri kamarnya dengan membawa makanan. Laura jadi membatin padahal dia belum pernah menggunakan layanan pesan makanan di restaurant tapi kenapa tiba-tiba ada seperti ini?

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang