III

505 76 27
                                    

Waktu sudah sangat larut tetapi Laura masih tidak bisa terlelap. Dia menghabiskan waktu dengan marathon film The Lord of The Ring yang direkomendasikan oleh Sarah.

Tidak tahu mengapa, Laura mau-mau aja nonton film lama ini. Ternyata seru juga jalan ceritanya. Mungkin, Sarah juga tidak tahu harus merekomendasikan film apa yang penting genrenya bukan romansa. Karna Laura juga sedang berusaha tidak melihat konten atau film bergenre itu.

Emosi Laura benar-benar sangat labil. Kadang merasa bersalah, kadang marah, kadang sedih, kadang gelisah dan kosong. Mungkin film genre aksi dan fantasi ini setidaknya bisa menjadi distraksi dari semua perasaan-perasaan yang membuatnya benar-benar kalut saat ini. Sedikit percikan api, bisa langsung membakar seluruhnya. Begitulah keadaan Laura yang sangat amat dipahami Sarah.

Makanya dia sampai merekomendasi film dengan genre minim adegan romansa seperti The Lord of The Ring, Harry Potter, MCU, DCEU, sederet anime seperti Shokugeki no Souma, One Punch Man, sampai drama korea genre pure komedi pun Sarah kasih. Laura tahu kalau Sarah ingin ia secepatnya pulih dan berhasil menerima semua yang terjadi pada dirinya. Dan mengambil banyak pelajaran dari itu.

Matanya sangat lelah karna berjam-jam menonton film lewat laptopnya. Tapi tidak ada rasa kantuk sedikitpun. Ia baru sadar kalau hari sudah cukup larut malam untuk dirinya mencari udara segar.

Dan, siapa yang bisa melarang Laura atas kehendaknya? Ia beranjak mengambil jaket dan meletakkan dikedua pundaknya. Keluar kamar sambil menggeret tiang infus di sebelahnya.

Malam ini tidak ada bintang. Bukannya tidak indah, hanya saja terasa sepi dan menenangkan saja. Masih ada awan yang melintas tepat diatas Laura. Sesekali menutup rembulan, dan berlalu dengan cepat. Apa karna dekat pantai makanya mereka berlalu dengan cepat? Ah, Laura kurang paham dengan ilmu sains yang sudah ia tinggalkan semenjak lulus SMA.

Dia memilih berjalan-jalan dekat kolam dan duduk di pinggir kolam yang menghadap persis di depan balkonnya. Mencelupkan kakinya hingga selutut dan membuat pusara air di dalamnya. Laura menghirup udara laut sedalam-dalamnya. Tercium aroma laut dan air. Namun samar-samar ada bau asing yang mendekat. Seperti satu notes wewangian yang sama dengan miliknya, aroma kayu-kayuan. Wewangian kayu yang menenangkan, maskulin, dan semakin membawa kesan natural.

"Laura, ngapain di situ?" suara rendah menyapa, membuat Laura kaget dan hampir saja ia terjengkang kalau saja tangannya tidak bisa menggapai lantai tepi kolam.

"Jangan main air malem-malem, nanti masuk angin," ucapnya.

Lelaki itu tiba-tiba meraih Laura, mengangkatnya dari kolam dan mendudukkan di salah satu kursi disana. Entah bagaimana sudah ada handuk di tangan pria itu dan kini sedang sibuk mengeringkan kaki Laura.

Dewa jadi heran, apakah saking anehnya sampai-sampai gadis ini tidak mengucapkan sepatah katapun atau umpatan seperti yang biasa para gadis lakukan jika ada orang asing mendekat?

Dalam diri Dewa dia ingin merutuki dirinya sendiri yang berani ambil inisiatif menggendong ala bridal style tanpa ijin. Ya meskipun bukan pertama kali karna tadi pagi juga sudah ia lakukan, tapi kondisi sekarang gadis ini sepenuhnya sadar.

"Nggak bisa tidur," kata Laura.

Nggak ada umpatan atau tanya siapa gue gitu? batin Dewa

"Gue Sadewa, panggil aja Dewa," sahutnya masih dengan posisi jongkok menghadap Laura.

"Oh, hai?!" jawaban Laura membuat Dewa terdiam sejenak kemudian melanjutkan mengelap bagian bawah kaki Laura.

"Bukannya kalo udah sebut nama, lo harus nyebutin balik, yah?" katanya lalu mendongak menatap Laura lekat-lekat.

Melihat netra gadis ini. Terlihat sangat nyalang. Atau mungkin kontur wajahnya membuat Laura ini tampak sangat tegas. Membuat Dewa jadi kikuk ingin berbicara.

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang