XXXVII

211 27 22
                                    

Keputusan Laura untuk pindah lagi ke apartemen ibarat seperti membuka halaman baru dari kelanjutan hidupnya. Halaman kosong yang siap untuk ditorehkan sesuatu, yang siap untuk dituangkan dengan warna-warna baru. Suasana baru, perabotan baru, arah jalan yang akan ia lalui setiap pagi dan petang pun juga akan baru. Tidak ada kehadiran Tiar lagi, melainkan mungkin Dewa, Hanung, Icha, atau bisa saja Sarah.

Tepat di hari kepindahannya, tidak banyak barang yang ia bawa. Karena setiap akhir pekan, ia berjanji kepada Ayah dan Ibu untuk pulang ke rumah. Menghabiskan waktu bersama mereka daripada sendirian di apartemen, itulah yang ia pikirkan saat mengambil keputusan itu. Dan hari ini, dengan menggeret koper berisikan baju-baju dan segala keperluannya. Ditambah kardus berisi buku dan segala perintilan alat tulis serta beberapa kotak sepatu. Ribet? Bagi Laura itu cukup banyak dan pikirnya untuk kebutuhan lain-lain, ia bisa belanja saja. Tidak mau membawa barang dari rumah lebih banyak dari ini. Setelah berpamitan dengan Ayah dan Ibu, Laura langsung pergi ke kantor dan akan pulang tepat di akhir pekan.

Tadi pagi-pagi sekali, Dewa sempat menghubunginya kalau nanti dia juga akan menemani Laura pindahan. Siapa tau ia butuh pertolongannya. Tapi, belum-belum kakinya mendadak pegal ketika Dewa juga mengajaknya berbelanja makanan dan perabotan tambahan ketika ia sampai di apartemen nanti. Sekalian makan malam, ajaknya. Iya, mungkin Dewa ada benarnya. Kalau mau lelah itu tidak perlu setengah-setengah. Langsung dilakukan dalam 1 hari lalu besoknya rehat seharian. Laura hanya tersenyum mendengar apa yang pria itu katakan tadi. Apa yang dilakukan Dewa selama ini untuknya itu sangat total. Pria itu selalu berusaha membantunya, selalu ada untuknya, dan mencoba sebaik mungkin untuk menarik sorotan dan perhatiannya. Usahanya untuk mencuri hati itu juga tidak main-main. Sampai berperilaku sangat jelas saat ia ingin mendekati Laura. Laura hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis, Dewa... Dewa, jungkir balik nggak sih kalo gue sama lo?, batinnya.

Beruntungnya, hari ini ia bisa pulang lebih awal. Ia berpamitan kepada staff yang lain sebelum pulang. Sesaat ia menenteng tasnya, tiba-tiba Hanung juga datang dari atas dengan setengah berlari. Menubruk keras tubuh Laura hingga ia terjungkal ke depan. Untung saja, Hanung memegangi lengan Laura. Kalau tidak mungkin gadis itu sudah jatuh tersungkur berkat hantaman tubuh Hanung dari belakang itu.

"Hehe... ikut mbak!" katanya masih cengengesan. Raut wajahnya penuh pinta sambil menggoyang-goyangkan lengan Laura. "Please, saya mau kabur! Mas Andi drop kerjaan ke saya semua dari kemarin masa!"

"Kelarin dulu lah, baru ikut saya. Saya cuma mau beres-beres kamar. Nanti ikut makan malem sama Dewa juga sekalian." Ujar Laura.

"Udah kelar semua kok mbak, saya kabur biar nggak dikasih lagi. Keenakan Randi kerjaannya dikit. Ayolah buruan!" Lengan Laura yang masih digenggam kemudian ditarik Hanung perlahan menuju pintu depan. Ketika Hanung membuka pintu dan akan melangkah keluar, tiba-tiba tubuhnya kembali bertubrukan dengan Icha yang berjalan berlawanan dengannya. Hanung yang lebih sigap melindungi Laura justru reflek mendorong seseorang di depannya dengan tangan hingga terdorong mundur, membuat Icha jatuh terduduk. Ups, batinnya cepat sambil menarik kembali tangannya.

"Bangke lo!" umpatnya.

"Makanya jalan tuh diliat, main hp aj-"

"Cha, nggak apa-apa?" Laura melesat maju menolong Icha yang sedari tadi mengaduh karna tulang ekornya yang sakit berkat tubrukan ditambah reflek dorongan tangan Hanung yang mengenai kepalanya barusan.

"Nggak apa-apa mbak," jawabnya lalu melirik Hanung sinis, Hanung juga membalasnya tak kalah sinis. "jadi nanti, mbak?" lanjutnya sambil mengelus pantatnya yang sakit.

"Iya nih, Hanung mau ikutan. Kamu mau ikut juga nggak? Sekalian kabur."

Icha menggeleng, "Yah, lain kali deh mau bolos jam segini. Takut ganggu kalian berdua juga." Katanya penuh penekanan yang ditujukan kepada Hanung. "Masuk dulu ya mbak. Gue tungguin kabarnya nanti." Jawabnya kemudian berlalu sempat melempar senyum kepada Laura singkat. Namun matanya masih belum lepas dari Hanung bahkan ketika bahunya sengaja menabrak pria itu. Hanung hanya berdecih kesal.

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang