XXXII

212 33 5
                                    

Laura lupa semalam ia sampai di rumah pukul berapa. Sangat malam hingga tubuhnya bisa merasakan dinginnya udara dini hari. Dia sendiri yang meminta kepada Dewa untuk tidak segera memulangkannya dan Dewa dengan senang hati menuruti Laura. Mobil Dewa membawa mereka pergi kemana saja, sesuka hati Dewa, berputar-putar tidak jelas bahkan sesekali berhenti di sebuah taman bahkan swalayan untuk membeli cemilan.

Suasana hati Laura terasa teraduk-aduk akhir-akhir ini. Ketika sore hari ia merasa sangat hancur harus mendorong Tiar sejauh mungkin. Namun, malamnya ia bisa merasa sedikit ringan dan lega karena ada Dewa yang masih senantiasa menemaninya. Dan merasa hangat ketika mendengar Hanung merengek meminta ijin untuk pergi ke rumahnya sesaat ia baru sampai di rumah. Ah, apa Hanung memang selalu seperti itu?, batin Laura.

Laura memilih tidak mengindahkan Hanung karena ia tahu kalau Hanung baru saja selesai bekerja. Lebih baik segera istirahat daripada datang ke rumah. Sepengalaman Laura, kurang tidur bisa membuatnya hilang akal seperti beberapa waktu lalu. Sebelum itu terjadi, Laura mewanti-wanti dirinya supaya punya durasi jam istirahat yang cukup. Untuk menjaga kewarasannya sendiri.

Karena ayah dan ibu sudah berada di rumah, semalam gadis bersurai panjang itu berencana untuk bangun agak terlambat. Menikmati pagi tanpa dirisaukan pekerjaan rumah seperti beres-beres dan memasak. Hanya dirinya sendiri yang menatap langit-langit kamar dengan pikiran menjelajah mengenai kegiatannya hari ini. Ke kantor-bekerja-makan siang-bekerja-ke rumah Sarah-pulang. Itu yang ia rencanakan. Kadangkala ia merasa sangat berat, Sarah selalu menjadi pelariannya.

Laura menggosok-gosok wajah untuk membuatnya semakin sadar dari tidur, beranjak dari kasur lalu keluar dari kamar. Samar ia bisa mendengar Ayah seperti sedang berbicara di ruang tamu. Orang mana yang bertamu sepagi ini?, keluhnya dalam hati.

Saat ingin berjalan menuju dapur, Laura melihat sang ibu sedang berjalan sambil membawa nampan berisikan 2 teh hangat dan kue lapis khas Malang yang Laura liat bungkusnya semalam di kulkas, "Laura, itu ada Hanung di depan." Kata Mirah saat berpapasan dengan Laura. Membuatnya 100% sadar. Hanung?, lirihnya. Diikutinya Mirah berjalan menuju ruang tamu, dan ternyata benar tamu pagi ini adalah Hanung. Duduk sambil berbincang dengan Ayah, kemudian melihat ke arah Laura setelah tersenyum dan berterimakasih atas suguhan sang Tuan Rumah.

"Hai, Mbak Ra?!" sapanya. Laura membalas senyum sambil mendesah, siapa sih yang bisa ngelarang Hanung?, kata Laura dalam hati.

"Lho, Hanung ini lebih muda dari Laura?" tanya Damar.

Hanung terkekeh, "Iya om, nggak keliatan, ya? Mbak Ra cantik awet muda begitu."

Damar lantas tertawa menggelegar mendengar putrinya dilempari pujian dengan seorang pemuda seberani dan seekspresif Hanung, "Cantik sih, tapi galak. Taunya pekerjaan kantor, kalo di rumah kadang harus disuruh dulu. Suka ngomel. Om korbannya."

"Saya juga om..." balas Hanung.

"Kapan saya ngomelin kamu, Nung?" sanggah Laura yang masih berdiri di ambang ruang tamu.

"Nah, ini barusan?" balas Hanung cepat hingga membuat Damar tertawa lagi. "Mandi dulu, Ra. Terus berangkat ke kantor. Keburu macet." Perintah Ayah.

Kehadiran Hanung pagi ini membuat rumah Laura terasa lebih ramai. Pribadinya menyenangkan, bisa mengimbangi pembicaraan Damar yang kadang terlampau serius tapi ada bumbu jenaka ala bapak-bapak. Belum lagi, Hanung memang selalu manis kalau di depan Laura. Seperti memanggilnya dengan sebutan Mbak Ra, tidak malu untuk mengeluarkan pendapat dalam pikiran yang sangat polos dan apa adanya, setiap kata yang Hanung ucapkan terasa sangat lucu hingga gelak tawa menghiasi ruang makan. Hanung dengan pembawaannya yang hangat dan sangat peka. Mirah dibuat gemas melihat bagaimana Hanung justru yang mengambilkan makanan untuk Laura di saat tuan rumahnya jelas bukan dia. Belum lagi Laura juga sering menimpali setiap bercandaan Hanung soal putri semata wayangnya itu. Mirah merasa keduanya begitu lucu saat berinteraksi. Lebih lucu bahkan saat Laura dengan Lingga. Hm, Mirah suka naik darah kalau melihat Laura dan Lingga saling menyanggah lelucon karena hanya akan berakhir pertengkaran diantara keduanya.

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang