XLIV

202 24 4
                                    

"Morning, Ra."

Sambut Hanung dari dapur saat Laura keluar dari kamar dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Pria itu menyunggingkan senyum hangat menghiasi langkah Laura yang datang mendekat. Tangannya sibuk membuka beberapa bungkus makanan yang dibawanya pagi ini untuk mereka berdua.

Laura membenturkan kepala ke lengan Hanung perlahan. "Kenapa? Mimpi buruk pasti? Makanya sebelum tidur tuh berdoa!" Hanung menggeleng pelan.

"Malahan, nyenyak banget. Sampai males bangun rasanya." Membalas Hanung dengan muka polosnya. Bahkan dengan kotoran di mata, pipi yang bengkak, dan kulit Laura yang makin hari makin nampak sehat, terlihat bahwa kondisi Laura memang baik-baik saja. Tangan Hanung terulur mengusap kedua mata Laura, membersihkannya, lalu kembali melakukan kegiatannya yang tertunda.

"So, what does make you happy this morning?" pertanyaan setiap pagi yang selalu Hanung tanyakan, semenjak dia membantu Laura pindahan waktu itu. Kamu bahagia karna apa hari ini? Cuma untuk berbagi saja. Ini seperti, merasa bahagia ketika melihat orang bahagia. Orang yang berbahagia itu selalu bisa menyentuh hati orang lain, dan Hanung suka jika berkali-kali bisa disentuh oleh Laura hanya dengan kebahagiaan kecil yang gadis itu rasakan.

"Terbangun dengan keadaan cantik?" jawab Laura.

"Gimana mau nggak cantik, kamu tidur pakai jepit bentuk strawberry gitu." Tunjuknya ke benda yang menempel di rambut Laura. "Dan, keliatannya kamu juga nggak akan pernah bisa ngelewatin sesi skincare routine, ya kan?" Laura menjentikkan jarinya. Tebakan benar.

"Semalem aku juga scroll resep-resep makanan di food52 sama tasty." Laura menyomot kerupuk dari salah satu nasi uduk yang Hanung siapkan untuknya, kemudian duduk tepat di sebelah Hanung. "Kayaknya nanti malem atau weekend ini aku mau bikin sesuatu deh."

Hanung tersedak mendengarnya, Laura masak? Iya emang bisa sih, tapi bukannya tiap weekend selalu pulang ke Depok? pikir Hanung. "Nggak pulang?" Laura menggeleng. "Mau bikin apa?" Hanung kembali fokus dengan makanannya sendiri.

"Rahasia dong."

"Dih, main rahasia-rahasiaan, kayak intel aja!" seru Hanung.

"Ew, jokes bapak-bapak garing banget, kamu bergaul sama siapa sih, Nung?"

Pria itu menerawang. "Mas Andi, Mas Tiar, Mas Pandu, Kevin, Randi, Al..."

"Ih, udah. Itu mah anak kantor semua!" potongnya.

"Ya emang itu doang temennya, di luar itu pada sibuk ngerjain project-project freelance masing-masing." Sahutnya.

Laura tiba-tiba menatap Hanung ragu. "Nung, kamu kalo mau stay di kantor terus sih, mbak nggak masalah, aku bakalan seneng banget. Tapi, mbak juga nggak bisa ngekang kamu kalo misal kamu mau balik freelance terus jalan kemana-mana. Explore."

Hanung menggeleng cepat. "Nggak ah, kayaknya aku udahan aja sih." Ya kali sih, Ra, cabut, batinnya. "Nanti kalo pas kosong sama butuh duit lebih banyak aja ambil, nggak apa-apa kan?" Ijin dulu untuk ambil kerja di luar sama ibu Bosnya.

"Ya terserah sih, lagian siapa yang nggak mau duit tambahan?" kata Laura. "Tapi, urusan kantor jangan ditinggalin ya. Jangan jauh-jauh ambil project."

"Ya kali! Mana bisa aku LDR sama kamu!" Hanung cemberut dibuat-buat.

"Long distance ribut sama Icha, maksud kamu?" Goda Laura.

Pria bersurai yang sudah agak pendek itu beringsutan, "Apaan sih, kan bahas kerjaan, loh. Lagian enak sih sekarang udah nggak ribut banget. Soalnya jarang bareng. Haha."

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang