XVI

236 43 8
                                    

Dewa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dewa


Oke, kali ini rupanya gue lebih bodoh dari yang pernah gue bayangkan. Karena apa? Bisa-bisanya gue saat ini nungguin Laura di lobi sampai tengah malam dan dia masih nggak bales chat Gue. Aneh aja rasanya, ada sesuatu hal yang nggak benar saat Laura memilih pergi bareng Tiar dan belum juga balik.

Sebenernya, gue bisa aja langsung nelfon Tiar buat tanyain keberadaan Laura. Cuman, ada lagi hal yang menahan gue. Gue siapanya Laura? Gue siapanya mereka berdua? Bahkan kalau mereka balikan lagi, bukannya bagus? Ya kan? Bagus untuk Laura biar nggak sedih-sedih banget dan nggak perlu nangis lagi karena Tiar udah nyusulin dia dan memulai kembali dari awal. Bagus kan? Enggak. 

Enggak bagus, gue berani berteriak kalo ini enggak bagus.

Jujur aja, gue juga nggak suka ketika apa yang gue takutkan itu selalu benar di masa yang akan datang. Firasat gue mengatakan kalo mereka balikan, itu ide buruk. Sedari awal mendengar cerita demi cerita Laura soal Tiar dan bagaimana Laura tau kalo pacarnya itu sudah dijodohkan, lalu bagaimana penolakan ibu Tiar ke dia. Gue sama sekali nggak yakin kalau dengan balikan Laura bakalan tetap baik-baik saja. Bahkan gue bisa bayangin, kalau mereka jadi menikah nanti hidup Laura bakal persis kayak sinetron stasiun tv nasional dimana tiap hari harus makan hati berkat ocehan mertua. Bayangin aja gue bergidik.

Itu yang jadi alasan gue untuk berusaha mengetuk pintu hati Laura dan membantu gadis itu supaya mengikhlaskan Tiar. Waktu yang Tiar kasih itu terlalu singkat untuk gue menyakinkan Laura kalo dirinya akan baik-baik saja setelah ini. Dirinya akan tetap baik-baik saja bahkan jika tidak bersama Tiar. Dirinya berhak bahagia bahkan jika tidak bersama Tiar. She deserves anything in this world

Kepala gue rasanya panas mikir hal beginian. Kemarin Emy dan sekarang Laura. Kenapa sih cewek-cewek ini gampang banget ketipu sama bajingan? kok herannya mereka nggak ada sedikitpun yang menoleh ke gue? Padahal kan gue udah mencoba jadi bajingan pun tetep nggak diliat? 

Yes, I always pretend to be a player or fuckboy karna gue pikir itu yang bisa bikin gue diliat sama mereka. Gue jadi bodoh banget ketika memulai ide ini dan justru menikmatinya. Dulu, Gue kekeh banget buat tetep single aja dan selalu ingin di sebelah Emy. Lalu dengan kurang ajarnya, Emy jodoh-jodohin gue sama adik kosnya. Emy tuh sadar nggak sih kalo gue tuh nggak bisa kasar atau nolak cewek? itu satu kebodohan Emy. Dia dulu yang terlalu nggak peka atau gue yang kurang menunjukkan perasaan suka ke dia ya?

Terus, Laura juga. Udah jelas-jelas dia tau kalo hubungan mereka nggak akan pernah bisa diperbaiki lalu kenapa dia nggak pulang sekarang? Ini siapa ya yang nabur garam disini? hmm salty beneran lho gue

Gue bisa liat pegawai yang lagi shift malam juga ikut kebingungan disaat gue sedari tadi grusak grusuk di sofa lobi. Menunggu Laura balas chat, menunggu Laura pulang. Rasanya sesak ketika upaya gue selama ini memang nggak digubris sama sekali sama Laura. Gue benci ketika apa yang Tiar katakan tadi sore itu bener. Tapi lagi dan lagi, Gue siapanya Laura? Laura punya hak percaya atau nggak sama gue. Gue cuma orang yang nyelametin dia waktu itu dan nemenin dia belakangan ini. Menemani dirinya menikmati hari-hari yang sayang jika harus dilalui dengan air mata. Gue baik kan? Enggak juga. Gue licik. 

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang