The Place When I'm in Love

226 20 4
                                    

Tiar berjalan dari meja kerjanya melewati komputer Hanung lantas membuat matanya mengekori arah kepergian Tiar. Sudah waktunya jam istirahat dan editing videonya juga hampir selesai. Untungnya 3 hari ini tidak ada take shot yang melelahkan dan drama seperti biasa. Hari-hari itu ia habiskan dengan berkutat untuk post-production dengan editing video, membangun grafik, hingga menyelaraskan dan meneliti warna sebelum direview oleh Creative Supervisor, Andi, dan Excecutive Creative Director, Tiar.

Perutnya yang keroncongan itu mendorong jemarinya menekan tombol save dan menutup aplikasi yang dia pelototi di setengah hari bekerjanya. Bermaksud hendak mencari Laura untuk diajak makan siang. Ternyata ketika dia sampai di lantai satu, dia melihat Laura, Tiar, bersama staff HRD masuk ke dalam ruang meeting. Yah, telat deh, batinnya.

Lalu dia mencari sosok lain, sosok paling terakhir yang mungkin dia ajak makan. Randi? Ah, dia sudah cabut bersama Stevan bahkan sebelum cowok itu menjawab ajakan makan siang. Memang duo sialan, sebut Hanung. Terus menggerutu sampai dia menemukan sosok itu.

"Hanung."

"Anjing!!!!" serunya ketika dikagetkan oleh Kirana dari belakang. Kok dia sih?, serunya dalam hati.

"Haha, kagetnya jelek banget. Mau makan siang?"

"Nggak dulu deh." Dia melempar senyum kikuk lalu melenggang pergi menuju meja yang Marissa duduki. Nampak cewek itu memakan batagor sambil menerima telepon.

"Iya kak, Hokkien kalo itu. Influence lumayan banyak yah kalo buat bahasa sehari-hari... oh, kalo aku campur kak, kakek dulu Hokkien, kalo nenek Hakka, papa nikah sama mama yang Hokkien... iya.... Kayak kata amsiong, cuan, cengli, lu, gua, loteng, lonceng, nyonya, bakso, lumpia, kwetiau, bakmi, dan segala makanan dengan awalan bak-bak-bak, imlek, dan bangsat juga... ha? Hahaha... Bukan buat kakak loh bangsatnya ya? Sharing doang, kalo emang lebih kental dengan influence Hokkien sih... hmmm... iya ini lagi makan siang. Oh, enggak ganggu kok. Kak Wira juga sudah makan?"

"WHAT??????????????" pekik Hanung sekencang-kencangnya sampai menyedot seluruh perhatian orang yang ada di taman samping itu. Marissa memukul mulut cowok itu dan mengacungkan telunjuknya di bibir, tak segan memberi pelototan dari mata sipitnya. "LO KOK?"

Marissa menjauhkan teleponnya, "DIEM!" perintahnya lalu kembali ke telepon, dengan wajah manis, "Maaf kak, ini Hanung rusuh banget dateng-dateng... hehe iya, makan cap cay pasti sayurnya nggak 10? Haha padahal cap cay artinya 10 sayur... Oke deh... bisa-bisa aja kok, malem aja kak, soalnya kalo weekend aku harus bantu papa di toko.... Hmm? Iya papa bisa bahasa Hakka.... Aku? Boro-boro, haha."

Hanung kemudian menarik handphonenya. Mencari tahu apa yang di maksud dengan Marissa itu. Hakka adalah salah satu dari 5 suku Tionghoa di Indonesia. Oh, campuran, batinnya setelah menjelajah laman internet itu.

"Iya kak, soalnya sewaktu sekolah udah belajar bahasa ini itu. Males lagi belajar bahasa, sibuk sekolah." Katanya, Hanung merespon penuh cibiran sontak beradu lirikan tajam cewek berwajah oriental itu. "Oke kak, sama-sama. Siang juga, Kak Wira." Marissa menutup telepon kemudian tersenyum penuh arti.

Hanung diam-diam menarik sterofoam batagor selagi cewek itu mabuk dengan handphonenya. Dengan room chatnya dan Wira, saudara Dewa. Hanung juga bisa melihat cewek itu sibuk dengan roomchat lain hingga membuatnya mengernyit heran sambil mengunyah batagor secara perlahan. Memakan dengan 1 suapan besar sampai akhirnya Marissa tersadar.

"Lho, batagor gue?" tatapannya tertuju pada Hanung dengan mulut belepotan saus kacang, tersenyum dengan lugunya. "BAJINGAN, BATAGOR GUE!!!"

"Laper, Sa." Katanya memelas.

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang