0-0

71.4K 5.8K 569
                                    

Dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang broken bukanlah menjadi sesuatu yang bisa dipilih. Tidak ada satu pun anak yang menginginkannya di dunia ini.

Biasanya, anak-anak yang hidup dalam lingkungan ini, sudah terbiasa dengan pertengkaran, teriakan, kekerasan, ketidakharmonisan, dan canggung dalam menunjukkan kasih sayang sebelum akhirnya keluarganya benar-benar broken.

Mereka tak perlu lagi menonton sinetron di TV karena adegan-adegan tentang keluarga yang tak harmonis bisa mereka saksikan live setiap hari.

Beberapa dari mereka limbung dan mencari pelarian ke aktifitas unfaedah. Bergaul dengan teman-teman yang less-manfaat. Sakadar mencari pelarian. Namun, tetap menyalahkan orang tuanya. Mungkin juga menyalahkan dirinya sendiri.

Beberapa cukup kuat untuk memahami bahwa kebersamaan orang tuanya sudah berakhir. Akan tetapi, trauma masih menghantui. Takut membina komitmen dengan seseorang hingga tak segera menghalalkan hubungannya akibat dari trauma berkepanjangan.

Dan beberapa dari mereka juga menjadi "survivor" mereka tidak hanya bisa menerima kenyataan pahit, tapi mereka juga bisa beradaptasi. Menyesuakan diri bahwa mereka cepat atau lambat akan mendapat keluarga baru. Lingkungan baru. Ayah dan Ibu Baru. Berbaur dengan keluarga besar yang tak mereka kenal sebelumnya.

Bahkan ada juga yang berkata, " aku adalah orang paling beruntung. Punya dua ayah dan dua ibu."

Keren 'kan?

Broken homen doesn't mean broken life. Ini hanya satu dari sekian banyak tantangan untuk manusia-manusia terpilih. Broken home tidak membunuh kita. Kita lah yang membunuh diri kita sendiri.

Sachii 16/08/20

REDUPWhere stories live. Discover now