26. Kumpul ke-lu-ar-ga

8.6K 1.8K 792
                                    

Yoora berlari ke arah rumah mantan suaminya. Di sana ia menemukan banyak orang serta dokter yang baru keluar dari kamar. "Gimana bisa dia sampai tenggelam?"

Menatap supir pribadi putrinya yang menunduk. "Pak Dodi?"

"Mungkin terpeleset," sahut Lira dengan suara pelan. "Jangan ribut. Dia udah gak papa."

Yoora berlari ke arah ranjang di mana Zoya terpejam sementara Lira memejamkan mata, teringat dirinya saat memapah tubuh lemas Zoya ke pinggir kolam renang, membasahi tubuh anak itu dan tubuhnya sendiri lalu berteriak memanggil semua orang.

Itu semua ia lakukan supaya ketika Zoya sadar nanti dan mengadu, tak ada yang percaya pada anak itu.

Dan ia sama sekali tak menyangka, pria asing yang baru datang ke rumah Aldi hari ini dan mengaku sebagai supir Zoya dari kecil malah memanggil Yoora. Entah mengapa keadaan menjadi semakin runyam.

"Harusnya Zoya berterima kasih sama Tante Lira," ucap Ray. Ia melirik arloji hitamnya dan dirinya sudah benar-benar telat untuk pergi ke sekolah. "Zoya emang dari dulu gak pernah bisa berenang. Kalau Tante Lira gak cepet nemuin dia, mungkin dia gak tertolong."

"Karena saya takut kejadian seperti ini terulang. Lebih baik untuk sementara waktu Yaya ikut sama Ibunya, nanti dia pulang kalau Aldi sudah kembali ke sini. Di rumah Ibunya kan lebih aman, ada yang pantau dan jaga dia." Kakek Suryo mengusulkan membuat Lira menatap tajam pria itu.

"Anda pikir Zoya itu anak tiga tahun yang belum mengerti apa-apa dan harus dijaga 24 jam penuh begitu?" tanya Lira sensi.

Yoora menatap Aldric. "Bawa adik kamu ke mobil."

Aldric mengangguk, mengangkat tubuh adiknya yang masih belum sadar ke dalam gendongan.

"Aldi belum mengijinkannya. Kenapa kamu begitu lancang?" Lira meninggikan nada suara.

"Turunkan nada bicaramu!" bentak Yoora menunjuk tepat wajah Lira. "Terserah. Dia mengijinkan atau tidak, keselamatan putriku yang utama."

Yoora beralih mengambil tas besar milik Zoya, memasukkan semua seragam dan beberapa baju santai sang anak kemudian menatap Kakek Suryo. "Terima kasih. Saya pamit."

Suryo tersenyum lalu mengangguk. Ikut keluar rumah besar Aldi disusul Ray yang sedari tadi tak berhenti menggerutu, "gue rasa Zoya sengaja. Kenapa sih tuh anak suka banget bikin ribut dan susah semua orang. Tante Lira itu udah baik banget sama dia meskipun Zoya selalu ngejelekin Tante Lira di belakang."

"Sejak kapan kamu jadi sok tahu gini? Kakek gak suka denger kamu ngomong gitu," balas sang Kakek membuat Ray bungkam.

*

"Ma, apa demam Zoya udah turun?" tanya Elvano masuk ke kamar Ibunya dan melihat Yoora tengah meletakkan kain di dahi adiknya.

Yoora menggeleng. "Apa kita perlu bawa adik kamu ke rumah sakit?"

"E-enggak," balas Zoya pelan-pelan membuka mata. "Mau susu pisang."

Aldric menggeleng-gelengkan kepala lalu melempar tubuhnya ke ranjang tempat sang adik terbaring. "Enggak ada susu pisang sebelum lo sembuh."

Zoya menggerutu, entah mengucapkan apa dan akhirnya kembali terlelap. "Mama tumben sampe nekat gini bawa Zoya kemari? Udah gak takut Papa lagi?"

Yoora membisu, memilih tak menjawab karena tindakannya kali ini adalah atas dorongan dari hati. Entah, semenjak mengetahui Aldi di luar kota, ia tak tenang memikirkan Zoya.

Wanita itu kemudian terkejut saat melihat ke arah ranjang, putra keduanya Aldric tengah cekikan tak berhenti menganggu Zoya yang tidur.

Menoel-noel hidung Zoya, mencubiti pipi anak itu kanan kiri, dan lebih parah lagi meniup-niup telinga sang adik.

REDUPWhere stories live. Discover now