22. Kemurkaan seorang Ibu

9.9K 1.8K 557
                                    

Zoya keluar gerbang rumahnya dengan perlahan, gadis itu menggunakan hoodie kuning kebesaran dan menutup rambut dengan tudung hoodie-nya.

Saat akan melangkah pergi, seseorang menahan tangannya dari belakang. Jantung Zoya sontak berdegup kencang. Ia berpikir, mak lampir yang menjelma menjadi ibu tiri yang melakukannya.

Namun, saat suara Ray terdengar barulah ia merasa lega.

"Zoy, lo sadar gak sih kenapa gue sampe ninggalin lo?" tanya Ray.

Zoya memejamkan mata. Tidak ada aku-kamu lagi di antara mereka. Dan perubahan cara bicara Ray padanya sungguh menyesakkan dada.

"Gue gak terima lo ngatain Sonia murahan," ucap Ray tajam membuat Zoya berbalik. Menatap dengan pandangan menantang.

"Terus lo mau apa hah?" Zoya menatap Ray seperti akan membunuh laki-laki itu saat ini juga. "Mau nampar gue kayak waktu itu? Atau mau caci maki gue kayak kemaren?"

Ketika kenangan manis yang mereka lewati bersama sedari kecil sekarang tak ada artinya lagi.

"Gue udah janji sama Sonia," ujar Ray pelan. "Dan gue akan lindungi dia dari lo sekalipun. Jadi, jangan pernah berpikir buat nyakitin dia karena gue bakal pasang badan paling depan kalau lo sampai macem-macem."

"Ketika hatinya senang, cowok nyebelin emang suka banget buat janji dan cewek bodoh mudah banget percaya." Zoya memalingkan wajah. "Janji yang kamu ucap ke aku dulu sekarang seperti racun yang akan membunuhku setiap aku inget itu semua."

"Jangan datang buat luka lagi, Ray. Kalau kamu emang segitu gak sukanya sama aku, cukup anggap aku orang asing." Gadis itu menunduk, melepas topeng kuat yang tadi ia pasang. "Jangan hancurin aku sama kata-kata kamu."

"Terus lo pikir, Sonia gak hancur sama kata-kata lo? Zoy, lo pernah mikir gak gimana kalau lo dikatain parasite, murahan, dan selalu lo kasih barang bekas?"

Zoya berjalan hendak pergi tetapi tangannya kembali dicengkram. "Lepasin!"

"Dengerin gue!" bentak Ray dengan mata melotot marah. "Lo pernah mikir kalau lo ada di posisi Sonia hah? Gak dianggap sama Papanya, selalu dipukul Mamanya, gak diterima abang-abang lo dan sekarang lo tambah penderitaan dia dengan semua ucapan dari mulut kotor lo. Sekarang liat mata gue, kalau lo yang gue katain murahan, gimana perasaan lo?"

Zoya tak mau menatap Ray dan terus memberontak minta dilepaskan.

"Aku gak peduli," ucap Zoya menahan mati-matian air matanya. "Aku gak peduli!"

Ray melepas cengkramannya kasar membuat tubuh Zoya terjatuh.

"Lo emang cewek gak punya hati," ujar Ray tajam. "Dan gue nyesel kenapa gue pernah suka sama cewek jahat kayak lo."

Zoya tak mengatakan apa-apa dan memilih berlari pergi dari hadapan Ray yang mengusap frustasi wajahnya.

*

Zoya membayar taksi yang dipesannya . Ia berjalan tergesa masuk restoran Yoora kemudian duduk di meja paling pojok, tempat favorite-nya.

Tatapan matanya kosong saat seorang karyawan datang dengan senyuman. "Mau pesen apa, Zoya?"

"Aku mau makanan apa pun yang bisa bikin hilang ingatan," ucap anak itu membuat pelayan restoran blank seketika.

Dari kejauhan seorang gadis cantik memperhatikan mereka lalu pelan-pelan menghampiri meja Zoya. Berbicara pada pelayan restoran lalu duduk di depan Zoya yang menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tangan yang bertumpu di atas meja.

"Kamu baik-baik aja, kan dek?" tanya gadis itu memegang tangan Zoya.

"Enggak." Zoya menjawab lirih tanpa menatap lawan bicaranya.

REDUPDove le storie prendono vita. Scoprilo ora