Sosok Lain Jonathan~

4.8K 509 116
                                    

-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-

🌼🌼

"Jangan mengingat keburukan seseorang, tetapi ingatlah kebaikan seseorang. Sebab, keburukan yang dilakukan bisa jadi adalah khilaf dan kebaikannya adalah sifat."
Indahnursf~

🌼🌼

"Jadi ini yang namanya Alissa?"

Senyuman seorang lelaki paruh baya di hadapanku ini adalah ayahnya kak Acha.  Aku lihat kak Acha memang sangat mirip dengan ayahnya, bukan hanya fisik tetapi juga sifatnya.

"Iya, Ayah. Ini Alissa temannya Acha selama di rumah sakit. Ayahnya Lisa juga di rawat di sini bahkan ruangannya pun berdekatan dengan Ayah. Lisa ini anak yang baik, Yah," ucap kak Acha memperkenalkan diriku pada ayahnya.

Aku yang sedari tadi menyahuti setiap pertanyaan ayah kak Acha hanya bisa tersenyum dengan gugup. Ayahnya baik sama seperti kak Acha. Bahkan, ayah kak Acha begitu ramah denganku padahal aku dan ayahnya baru bertemu. Sosok ayah kak Acha mirip dengan ayahku. Sama-sama lemah lembut pada putri mereka.

"Apa kabar ayahnya Nak Lisa?" tanya ayahnya Acha padaku.

Aku tersenyum kecut mendengar pertanyaan itu, namun sebisa mungkin aku terlihat biasa saja dan tetap tersenyum walau sebenarnya hatiku benar-benar tergores jika di tanya kabar ayah. Aku selalu berharap ayah segera sadar. "Keadaan ayah masih sama seperti sebelumnya. Ayah koma," ucapku lirih.

Aku melihat keterkejutan dari wajah ayahnya kak Acha. Aku tersenyum seolah mengatakan aku tidak apa-apa.

"Maaf, Nak, jika pertanyaan Ayah menyakiti hatimu," ucapnya meminta maaf. Aku menggeleng lemah seraya tersenyum. Aku berusaha ikhlas untuk menerima semuanya. Menerima kenyataan dalam hidupku.

"Tidak apa-apa, Yah. Eh, maksudku Om," ralatku. Aku tersenyum kikuk mendapati kesalahanku. Aku jadi tidak enak sendiri.

"Tidak apa-apa. Panggil saja Ayah. Anggap saja saya Ayahmu juga," titahnya. Aku mengangguk menanggapi ucapan ayah kak Acha. Beliau benar-benar baik sekali. Andai ayahku juga sudah siuman, pasti aku akan mengenalkan ayah juga pada kak Acha dan ayah Arman.

"Nanti sering-sering main sama Acha, ya. Acha tidak punya teman dekat selain Ayah. Dia kesayangan Ayah."

Kak Acha tersenyum kemudian memeluk ayahnya manja, "Ih Ayah, Acha malu," rengek kak Acha. Aku ikut tertawa menimpali mereka berdua. Persis seperti ayah dan aku.

🌼🌼

"Itu warna biru, Madani," tegas Nathan kukuh dengan ucapannya.

"Nathan, itu hijau," balasku tak kalah kukuhnya pula dengan pendapatku.

Sejak tadi kami beradu argumen karena berbeda pendapat. Aku menunjukkan beberapa sampel warna yang nanti akan di jadikan sebagai cover buku Nathan, aku menunjukkan warna hijau, namun kata Nathan itu warna biru. Karena hal itulah hingga kini kami tetap saja beradu argumen.

"Oke, kita tanya bi Iyem saja. Kalau itu benar biru kamu saya hukum, ya?!" ucapnya mengancamku. Dengan semangat yang berapi-api aku mengiyakan ucapannya.

Aku melihat Jonathan langsung menuju dapur untuk memanggil bi Iyem sementara aku tetap duduk di teras samping di depan taman seperti biasanya. Aku menunggu kedatangan Jonathan yang hanya memerlukan waktu sekitar dua menit.

"Ini bi Iyem, silakan tunjukkan gambarnya biar bi Iyem bisa melihat," instruksi Nathan. Aku langsung menunjukkan sampel warna itu pada bi Iyem dan menunggu respons darinya.

Madani (END)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن