Chapter 19 - Bahagia Bersama yang Lain

Mulai dari awal
                                    

"Ra... bang Reza udah pinjemin mobilnya nih! Yuk pergi sekarang?" Tanya Alivio dari luar kamar. Kemudian aku pun membuka pintu itu.

"Yuk! Bang Reza nggak apa kan mobilnya kita pinjam seharian?" Aku balik bertanya.

"Udah tenang aja, sudah ku bayar!" Ujar Alivio sembari terkekeh, lalu ia mengusap rambutku lembut, "Laper nggak? Makan dulu diluar yuk?"

Entah kenapa, aku merasa aku kembali disayangi, walaupun sedih rasanya, karena orang yang menyayangiku bukanlah orang yang aku harapkan, "Laper, ayo aja.. yaudah aku kunci dulu pintu kamar," ujarku.

"Oke, aku panasin mobil dulu ya!" Seru Alivio, "Eh iya, Ra.. jangan lupa bawa jaketnya ya! Disana dingin loh."

"Duh! Aku lupa, jaketku aku laundry semua!"

Alivio tertawa kecil, lalu kembali mengusap puncak kepalaku, "Kalau begitu pakai jaketku saja! Yuk!"

Aku mengangguk menyetujui, "Oke, kalau kamu nggak kedinginan?" Entah sejak kapan kata gue-lo yang biasa kita lontarkan berubah menjadi aku-kamu, Alivio yang mengawalinya dan aku hanya mengikutinya.

"Nggak apa, aku strong! Aku tidak akan kedinginan, Ra.. paling masuk angin.."

Aku kontan tertawa, "Payah!"

"Yee malah di ledekin! Ayo kita saja pergi sekarang.."

Setelah aku mengunci pintu kamar kosanku, aku pergi bersama Alivio. Rasanya sedikit senang, dan sedikit sedih. Tapi mungkin aku akan terbiasa suatu saat nanti. Aku masih memikirkan Megan bahkan hingga detik ini, dia tidak pernah lagi memberikanku pesan, sudah kubilang, dia seolah menghilang.

Lalu aku menaiki mobil itu, "Jadi ingat waktu SMA! Dulu aku pernah di bawa ke kebun binatang juga sama temanku!"

"Oh ya?" Sahut Alivio.

"Iya! Kelvin penyuka binatang! Kelvin itu sahabatnya Megan! Aku jadi kangen sama Kelvin.."

"Ohh.."

Tiapkali aku membicarakan soal Megan, sekarang Alivio hanya menjawabku ketus. Seolah ia tidak ingin ada perbincangan soal Megan. Tapi aku pun bingung, entah kenapa Megan selalu menjadi topik pembicaraanku dengan Alivio. Apakah Alivio sekarang sudah mempunyai rasa cemburu? Apakah Alivio begitu sangat cemburu hingga tak ingin aku membicarakan soal Megan?

Tapi bagaimana lagi? Nama itu tidak pernah hilang dari pikiranku juga hatiku!

Tolong mengerti itu, Alivio.

**

"Untuk penutupnya, saya pesan Vanilla Panna Cotta Mixed Berry, kamu pesan apa sayang?" Tanya Renatha pada Megan yang duduk di hadapannya.

"Samakan saja," Jawab Megan ketus.

"Oke, jadi panna cotta nya dua ya mas.." ujar Renatha pada pelayan. Sementara Megan hanya diam, merasa tak semangat, walaupun dia sedang berada di restaurant favoritnya saat ini.

Renatha yang menyadari akan hal itu langsung saja bertanya, "Kamu kenapa? Nggak biasanya diam kayak begitu. Kamu sakit?"

Megan langsung saja menggeleng, "Nggak sakit. Cuma agak nggak enak badan."

"Itu namanya sakit! Habis ini kita ke Dokter ya?"

Megan menggeleng lagi, "Nggak usah. Nanti juga enakan sendiri."

"Benar?"

"Benar," Jawab Megan, "Aku ke toilet sebentar ya." Megan kemudian berdiri dari tempatnya dan berjalan menuju toilet, membiarkan Renatha menunggu disana dengan wajah cemas.

Sesampainya disana, Megan langsung saja membasuh wajahnya yang kusut, kemudian berkaca dan bertanya pada dirinya sendiri. Apa ini yang ia inginkan? Batinnya. Ingin rasanya menerima semua yang sudah terjadi, tapi semua ini begitu sulit. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hatinya masih untuk Mora, bahkan sampai hari ini.

Megan ingin sekali memberikan Mora pesan, tapi Megan takut diabaikan. Megan takut Mora berpikir bahwa dia mempermainkan perasaan Mora ataupun Renatha. Megan takut semua hal buruk terjadi jika ia berusaha menghubungi Mora walaupun kenyataannya ia sungguh menginginkan itu.

Megan berusaha bahagia, bersama Renatha, calon istrinya. Sekali lagi ia melihat ke arah cincin yang sudah melingkar di jari manisnya. Dia sudah mengikat seseorang, untuk menikah dengannya. Tapi entah kenapa, Megan tidak bisa merasa bahagia. Selalu kesedihan yang terpampang di wajahnya sekarang. Dia tidak ingin bersama orang lain, ataupun bersama Renatha. Dia hanya inginkan satu orang di dunia ini, yaitu Mora. Kimora Letisha. Nama yang seringkali ada di dalam pikiran ataupun hati Megan.

Megan berusaha merelakan semuanya, tapi semua itu begitu sulit. Tapi dia harus menghadapi ini semua walaupun di dalam hatinya, ia tak ingin. Setelah menarik napas dalam dan membuangnya perlahan, Megan langsung saja kembali ke mejanya dan kembali berhadapan dengan Renatha. Dia berusaha tegar, menahan semuanya. Bahkan, dia berusaha tidak memanggil Renatha dengan nama Mora, karena Megan sudah seringkali melakukan hal itu. Bagaimanapun, dia tidak ingin Renatha merasa sakit hati atas sikapnya.

"Hai, maaf nunggu lama ya," ujar Megan.

Renatha mengangguk pelan, "Iya.. nggak apa."

Megan kemudian langsung melahap makanan penutupnya itu dengan wajah yang masih saja kusut, hingga membuat Renatha bertanya, "Kenapa? Aku yakin kamu tidak sakit."

"Aku hanya nggak enak badan." Sela Megan.

"Aku tahu kamu masih memikirkan dia," ucap Renatha, "Benar kan, Megan?"

Megan hanya diam. Lalu dia menggenggam tangan Renatha di atas meja itu, "Aku nggak mikirin apa-apa. Jangan negatif thinking terus. Kita makan lagi ya?"

"Tapi aku yakin kamu masih mikirin dia.." ujar Renatha, "Apakah aku masih belum bisa menggantikan posisi dia, Megan?"

"Nggak perlu bahas itu, aku cuma ingin menghabiskan makanan penutupku."

"Habiskan saja sendiri!" Seru Renatha kemudian beranjak dari tempatnya, dan berjalan pergi meninggalkan Megan seorang diri disana.

Megan hanya bisa menghembuskan napasnya pelan dan berlari menyusul Renatha walaupun di dalam hatinya ia tidak menginginkan itu.

"Ren! Hei, kamu kenapa sih?" Tanya Megan, menarik tangan Renatha, berusaha menahannya pergi saat ia baru saja akan melangkahkan kakinya ke arah jalan raya.

"Aku bingung, Megan.. apa yang harus aku lakukan untuk membuat kamu mencintai aku, sama seperti kamu mencintai Mora. Apa yang harus aku lakukan? Kamu tetap masih memikirkannya walaupun aku sudah melakukan segalanya untuk kamu, Megan.." ucap Renatha sembari menangis.

Megan merasa bersalah akan hal itu, ia kemudian menarik Renatha ke dalam pelukannya, "Maaf.. aku tidak bermaksud ingin mengingat dia.. maafkan aku."

Renatha menangis tersedu-sedu di pelukan Megan. Membuat Megan semakin saja merasa bersalah. Tidak seharusnya Megan memikirkan Mora saat ini, tapi bagaimana? Nama itu seolah tidak bisa hilang dari pikirannya ataupun hatinya.

Dear Mora, mengapa begitu sulit melupakan semua tentangmu?


***

Hiii!!! Maaf aku baru update! Aku sesibuk itu guyss banyak pekerjaan yang harus aku kerjain dan akhirnya mundur2 terus niii update nya huhuhu maafin aku ya guys!!!:(( aku harap kalian maapin hehehe niii ada chapter galau2an yang entahlah.. respon kalian ni apaan ntar🤣🤣

Gimana sih rasanya saling galau gitu ingin saling memiliki tapi kenyataannya tidak bisa saling memiliki???:(( komen di bawah!

To be continued!
Vote dan komentar sebanyak2nya di bawah ya! Trims❤️

Mora & Megan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang