Chapter 12 - Cukup sampai disini?

2.9K 178 40
                                    

Mora mematung saat mendengar kata-kata itu terucap dari mulut Megan. "Ta—tapi, kenapa Megan? Apakah ada yang salah dari hubungan kita? Kenapa Megan tiba-tiba ngomong kayak gitu?" Tanya Mora dengan mulut yang bergetar, berusaha menahan tangisnya yang hampir saja pecah.

"Megan cuma berpikir.. kayaknya hubungan kita emang nggak bisa di lanjut lagi, Ra. Ada baiknya kalau kita masing-masing, saling fokus menata masa depan yang lebih baik— iya kan?" Megan balik bertanya, dirinya pun hampir menangis.

"Megan marah soal yang kemarin? Maafin aku, Megan. Aku nggak ada maksud untuk nggak cariin kamu atau apapun itu masalahnya kemarin! Maafin Mora.. kalau memang itu alasan Megan putusin Mora, Mora akui Mora salah. Maafin Mora, Megan.. Tapi— tapi Mora nggak mau putus sama kamu!" Seru Mora, tangisnya sudah pecah, sudah tak bisa tertahan lagi.

Megan menggeleng pelan, "Nggak bisa, Ra.. keputusan Megan sudah bulat. Megan harus tinggalin kamu.."

"Nggak! Nggak boleh! Apaan sih, apa? Kenapa?! Tadi sore kita ketawa-ketawa, bahagia! Kenapa sekarang harus kayak gini?! Kalau ini semua soal Alivio biar Mora yang jauhin Alivio! Tapi please, pikirin ini semua baik-baik.. Megan, aku nggak mau putus, aku nggak mau!"

"Ssshh.." Megan berusaha menenangkan Mora, air matanya sudah mengalir ke pipi, "Maafin Megan ya, Ra.. karena belum bisa jadi cowok yang sempurna untuk kamu. Belum bisa menepati janji Megan sama kamu, belum bisa memenuhi semua keinginan kamu, belum bisa berubah jadi yang lebih baik seperti yang kamu mau, maafin Megan ya, Ra.." Kemudian Megan memeluk Mora erat.

"Terus apa?! Kenapa Megan tinggalin Mora?!" Sentak Mora tak terima, "Apa ada perempuan lain lagi?! Jawab!"

"Nggak, nggak ada yang lain, Ra."

"Nggak mungkin Megan tiba-tiba mau tinggalin Mora kayak gini! Pasti ada alasannya kan?! Apa alasannya?! Megan.. please kasih Mora alasan! Kenapa semuanya tiba-tiba? Megan nggak siap kalau nggak ada kamu.." ucap Mora sembari sesenggukan.

"Ra.. Megan sayang kamu," ucap Megan sembari tetap memeluk Mora erat seakan tak ingin ia lepaskan.

"Kalau sayang, kenapa kamu pergi?" Tanya Mora membuat tubuh Megan menegang, "Kalau benar sayang, kamu nggak akan semudah itu melepaskan orang yang kamu sayangi. Kalau benar sayang, kamu nggak akan membuat orang yang kamu sayangi terluka, bahkan menangis. Benar Megan sayang sama Mora? Megan.. Mora nggak tahu, kalau nggak ada Megan gimana. Mora nggak bisa kalau nggak ada Megan.."

"Ra.. justru karena Megan sayang, Megan harus lepasin kamu.."

"Maafin Mora, Megan.. Please maafin segala kesalahan Mora.. Aku tahu kemarin aku salah, kemarin kemarin aku nggak prioritasin Megan, aku egois, aku lupain Megan, aku nggak ngerti apa mau Megan, aku nggak dengerin apa kata Megan, aku nyebelin, please! Aku tahu aku salah, maafin aku, Megan.. tapi please, kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.."

Megan menggeleng, "Nggak bisa, Ra.. bukan karena hal itu.."

"Lalu apa?! Bilang sama Mora sekarang!" Sentak Mora sudah berujung kesal.

Megan sempat berpikir lama, berpikir apakah memang sebaiknya jujur dengan keadaan yang ada? Apakah Mora mau menerimanya nanti? Megan takut. Megan takut semuanya menjadi berantakan, Megan juga tidak ingin membuat Mora membenci kedua orang tuanya dan beranggapan yang bukan semestinya. Megan berada di posisi yang serba salah, seperti tidak ingin mengambil resiko tapi ia harus. Dan akhirnya, mau tidak mau Megan memilih untuk jujur, jujur pada kenyataan.

Setelah cukup lama berdiam, akhirnya Megan pun menjawab dengan tegas, "Orang tua Megan nggak setuju soal hubungan kita, Ra.."

Mora seketika diam, rasanya ingin sekali berlari dari sana dan berteriak sekencang-kencangnya hingga semua sakit itu menghilang, namun sayangnya, sakit itu tetap ada. Bahkan begitu menusuk ke hati ketika Megan berkata bahwa ini adalah tentang kedua orang tuanya, "Ta—tapi.. apa salah Mora? Kenapa kedua orang tua Megan nggak setuju? Adakah hal yang salah yang selalu Mora lakukan?"

Megan lagi-lagi menggeleng, "Nggak. Bukan itu." Dustanya, "Megan— juga nggak ngerti kenapa mereka tiba-tiba nggak setuju soal hubungan kita."

"Ta—tapi.. kenapa.." ulang Mora, merasa tak terima dengan pernyataan Megan. Apa yang salah? Batinnya bertanya.

"Maafin Megan, Ra. Maafin kalau ini diluar dugaan kamu. Maafin kedua orang tua Megan ya.. Tapi mungkin, ini yang terbaik untuk kita berdua," ujar Megan sembari menghembuskan napasnya panjang, "Ra.. Megan cuma bisa doain.. semoga kebahagiaan selalu berpihak padamu, semoga kamu sukses, lulus sekolah S2 dengan nilai yang memuaskan, bisa menggapai segala cita-citamu, dan bisa menjadi Mora yang membanggakan.."

Mora yang berada di dalam pelukan Megan hanya terus menangis sembari sesenggukan.

"Megan selalu doakan yang terbaik untuk kamu, Ra.. Semoga kamu selalu bahagia, dan jika suatu saat nanti kamu menemukan seseorang yang lebih baik dari Megan.. kamu harus tau.. sejauh apapun Megan, Megan akan turut berbahagia denganmu. Semoga seseorang yang akan kamu cintai nanti, adalah orang yang benar benar menyayangimu sama seperti Megan yang sayang sama kamu. Semoga seseorang itu akan menjaga kamu seperti Megan selalu menjaga kamu.. Dan— semoga, seseorang itu adalah orang yang sangat kamu harapkan."

"Jangan pergi, Megan.." Sergah Mora, "Mora sayang kamu.."

"Harus selalu kamu tahu, Ra. Walaupun Megan sudah nggak sama kamu lagi, tapi hati Megan tetap untuk Mora.." Jelas Megan sembari mengusap puncak kepala Mora, "Megan akan selalu sayang kamu tanpa harus kamu memintanya."

Perlahan pelukan erat Megan terlepaskan, Mora pun ikut melepaskan pelukan itu sembari tetap menangis, air matanya tidak pernah berhenti sedari tadi. Lalu, kedua tangan Megan menghapus air mata itu dengan sayang dan lemah lembut seperti seharusnya. "Megan pamit ya, Ra? Jaga diri kamu baik-baik.."

Mora menggeleng, tetapi ia tidak bisa melakukan apapun. Semuanya terjadi diluar kehendaknya. Tubuh Mora hanya mematung disana saat Megan sudah kembali memasukkan tubuh jenjangnya ke dalam mobil. Megan bahkan tidak sanggup melihat Mora untuk yang kedua kalinya, padahal perempuan itu masih berdiri di samping mobilnya.

Megan lantas menyalakan mesin mobilnya dan perlahan menangapkan gasnya. Tak terima Megan pergi, Mora hanya bisa berlari mengejar mobil itu percuma. Tubuhnya yang mulai melemas pun terjatuh ke aspal sambil menangis tersedu-sedu. Di dalam hatinya ia hanya bergumam, "Jangan tinggalin, Mora.."

Menyadari bahwa mobil Megan telah pergi jauh dari matanya, Mora lantas kembali ke kamar kost nya dengan tertatih sembari membawa barang-barang pemberian terakhir dari Megan. Megan mengakhiri hubungan mereka, ini benar-benar membuat Mora patah hati. Dia tidak pernah menyangka bahwa hubungan mereka akan berakhir seperti ini. Sebelumnya, semuanya terasa bahagia hingga akhirnya menjadi sebuah air mata. Bukan air mata bahagia, melainkan air mata yang jatuh dengan derasnya ketika hati begitu sakit dirasakan. Lagipula apa salahnya? Batinnya kembali bertanya. Kenapa orang tua Megan tiba-tiba saja tidak merestui hubungan mereka? Apa yang salah? Mora bahkan tidak mengerti apa alasan dari semua ini. Mora dan Megan saling mencintai, bahkan sebelumnya tidak pernah ada masalah apapun. Lantas kenapa harus terjadi yang seperti ini?

Tidak ada yang bisa menjawabnya, Mora hanya bisa menangis mengingatnya.

Kini Mora telah sampai di rumah kost nya. Memasuki area kost, kedua matanya teralihkan pada kamar kost Alivio yang kini lampunya sudah menyala. Mungkin Alivio sudah pulang ketika Mora mengejar mobil Megan tadi itu. Tak perlu pikir panjang, Mora lalu menggedor pintu kamar itu berulang kali, hingga tak lama muncul Alivio dengan wajahnya yang begitu terkejut.

"Ra? Lo kenapa?" Tanya Alivio dengan raut wajahnya yang begitu khawatir.

Seketika Mora kembali mengeluarkan air matanya, menangis hebat sembari memeluk Alivio erat tanpa bicara apapun. Alivio yang tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi pun hanya diam kebingungan. Alivio sudah tahu siapa orang yang membuat Mora menangis seperti ini, walaupun tidak tahu apa yang terjadi. Sejujurnya, Alivio benci melihat Mora menangis seperti ini. Sembari menerka-nerka, Alivio hanya membiarkan Mora memeluk tubuhnya.

"Sshh... it's okay. Gue selalu ada disini buat lo, Ra. Jangan sedih.. jangan nangis, gue mohon..," ucap Alivio seraya balik memeluk Mora erat, sambil berusaha menenangkan perempuan yang ada di pelukannya.

***

Hi hiiii!!! Update lagi nih ada yang nungguin? Hehehe siapa nungguin next chapternya?!

Komentar dulu dong dibawah baru kulanjut! Hihi

Bye~ -tbc-

Mora & Megan 2Where stories live. Discover now