Chapter 32 - Gara-gara Mora?

2K 214 246
                                    

To : Mora Letisha

Tunggu megan di Jakarta ya ra. I love you!

Sent!

"Megan, kamu mau kemana?" David bertanya ketika dia melihat anak laki-lakinya turun dari tangga dengan pakaiannya yang rapih serta kunci mobilnya yang sudah Megan genggam di tangan kirinya. "Kemarin katanya Renatha pulang di jemput sama supirnya, kenapa? Kok kamu nggak antar dia pulang?"

Megan yang masih berada disana hanya menjawab singkat, "Oh ya, Megan ada urusan dulu, Pa. Soal Renatha, nggak tahu deh dia tiba-tiba pengen pulang sendiri."

"Urusan kemana? Ada perlu apa?" ucapan David lagi-lagi membuat langkah Megan terhenti.

"Sejak kapan Papa tanya apa urusan Megan? Bukannya yang ada di pikiran Papa hanya urusan Papa sendiri? Urusan bisnis yang harus mengorbankan perasaan anak satu-satunya?" Papar Megan membuat David terdiam.

"Ini semua demi kebaikanmu juga Megan.. Untuk kamu, untuk semuanya!"

"Kebaikan apa?" Megan membalikkan tubuhnya, "Papa nggak bisa menentukan apa yang terbaik untuk Megan!"

David bangun dari duduknya, "Kamu pikir, darimana kamu mendapatkan semua harta ini kalau bukan dari kerja keras Papa? Harusnya kamu berterimakasih pada Papa, Megan!"

Megan diam. "Apakah selama ini apa yang Megan lakukan seperti lulus dengan nilai memuaskan, memiliki bisnis sendiri dan juga uang sendiri tidak cukup untuk Papa? Megan berterimakasih pada Papa dengan cara Megan sendiri dan Papa nggak hargai itu?"

"Tapi kamu belum membuat Papa bahagia."

"Dan satu-satunya cara membuat Papa bahagia adalah membuat Megan menikah dengan Renatha?" Tanya Megan dengan mata yang berkaca-kaca, "Pa.. Megan nggak cinta sama Renatha. Mungkin setelah menikah dengan dia Papa bahagia, tapi Megan nggak! Megan sama sekali nggak bahagia."

"Papa sakit, Gan."

Deg. Jantung Megan seakan berhenti seketika.

"Ya, Leukimia sudah di tahap high-risk. Papa nggak mau kamu tahu. Tegar yang selama ini membantu keterpurukan perusahaan yang Papa miliki. Apa yang bisa Papa lakukan tanpa bantuan dari Tegar? Apa yang kamu miliki hari ini juga atas bantuan darinya. Papa berhutang budi dengan dia. Putri satu-satunya ingin menikah denganmu dan apa yang harus Papa lakukan? Nggak ada pilihan lain," Jawab David sembari menangis. "Tidak bisakah kamu mewujudkan keinginan Papa yang terakhir? Papa hanya ingin bahagia melihat kamu menikah dengan perempuan pilihan Papa."

Megan tidak menjawab semua itu. Dia hanya berlari meninggalkan rumah itu dan segera memasuki mobilnya, pergi secepat mungkin. Hatinya berkecamuk, pikirannya terbelah menjadi dua antara memperjuangkan cintanya dan mewujudkan keinginan terakhir Papa. Megan jelas-jelas tidak mencintai Renatha, dia ingin bersama Mora. Tapi kenapa semua ini harus terjadi padanya? Pilihan yang sulit dan keduanya mempertaruhkan perasaan Megan. Mengapa Tuhan seperti tak adil untuknya? Baru saja dia ingin memperjuangkan Mora sekali lagi untuk bahagia bersama.

Megan bahkan sempat bertekad untuk kabur dari rumah, meninggalkan semua miliknya dan pergi bersama Mora, bahagia bersama. Dia tidak ingin lakukan itu tapi harus karena tidak ada cara lain. Dan sekarang, tiba-tiba saja Papanya mengaku sakit, penyakit kanker yang bisa saja merenggut nyawa Papanya kapanpun. Walaupun Megan sangat membencinya, David tetap saja orang tuanya, yang telah membesarkannya dan menyayanginya sedari kecil.

Apakah tidak ada cara lain?

Apakah tidak ada cara untuk menyembuhkan Papa?

Mora & Megan 2जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें