Chapter 9 - Terlalu Kecewa

2.7K 155 23
                                    

Megan yang memang berada disana sedari tadi kemudian menegadahkan kepalanya saat seseorang menyebut namanya, kedua matanya langsung tertuju pada Mora dan seorang laki-laki yang kini berdiri tepat di hadapannya dengan keadaan basah kuyup. Terlalu kecewa, itulah perasaan yang Megan rasakan malam ini saat melihat seseorang yang ia cintai kini tengah bersama orang lain, setelah sudah beberapa hari ini Megan sengaja tak memberikan kabar apapun, inginnya, seseorang yang memang peduli padanya akan berusaha mencarinya dan menanyakan bagaimana kabarnya hari itu, tapi sayang, semuanya jauh dari yang Megan harapkan. "Kamu darimana, Mora? Seharian ini Megan nungguin kamu disini, capek-capek dari Bandung, cuma ingin tanya, apa Mora masih peduli sama Megan? Kenapa beberapa hari ini Megan ngerasa Mora berbeda?"

"Megan— maaf.. Maafin Mora, Mora bisa jelasin kalau.." Belum juga Mora selesai menjelaskan, Megan langsung cepat-cepat menyergahnya.

"Kalau apa? Kalau Mora lupa sama Megan? Iya, Ra?" Tanya Megan dengan wajahnya yang begitu letih oleh karena kemacetan jalan tol yang kini sangat luar biasa karena adanya pembangunan, "Jadi, apa ini yang namanya Alivio?"

Tubuh Alivio menegang, kemudian ia menjawab dengan sangat berhati-hati, "Benar, saya Alivio. Maaf kalau selama ini Mora begitu membuat kamu khawatir, tapi semuanya baik-baik saja, tidak seperti apa yang kamu pikirkan, kami hanya berteman baik, tidak lebih."

"Kalau hanya berteman, kenapa kau membuatnya seolah lupa kalau dia sudah ada yang punya?" ujar Megan begitu menohok, Alivio hanya bisa berdiam diri.

Mora menghembuskan napasnya pelan berusaha tenang, "Megan.. cukup. Jangan salahin Alivio. Ini semua salah Mora. Maafin yaa? Maafin Mora.."

"Soal maaf itu gampang, semua orang bisa mengatakannya. Tapi kecewa? Tidak akan semudah itu menghilang dan kembali seperti semula," ujar Megan, "Dari awal Megan nggak percaya soal LDR. LDR itu cuma omong kosong! Nggak ada orang yang tahan soal LDR! Kamu bisa saja bertemu seseorang yang baru, yang bisa lebih membuatmu nyaman, bahagia, juga yang selalu ada disampingmu daripada Megan yang sekarang tidak bisa selalu ada untukmu karena terhalang oleh jarak dan waktu. Semudah itu rasa sayang akan tergantikan dengan seseorang yang selalu ada disampingmu disaat kamu butuh seseorang— seseorang yang akan membuatmu bahagia.."

"Alivio hanya mencoba menghiburku, Megan. Nggak ada yang salah dari Alivio. Dia menghiburku hanya karena aku yang kesal karena kamu nggak pernah memberikanku kabar!" Sentak Mora.

"Kenapa tidak bertanya? Kalau kamu peduli, kamu akan bertanya kenapa beberapa hari kemarin Megan sama sekali nggak kasih kamu kabar. Apa karena kamu merasa Megan overprotective dan lebay, kamu jadi gengsi untuk bertanya pada Megan lebih dulu? Kemana kamu yang dulu, Ra?" Tanya Megan, bibirnya bergetar sembari menggigil kedinginan, "Mungkin ini memang salah Megan, Megan yang terlalu over dan lebay, benar?"

Mora diam, Alivio pun hanya diam.

"Kalau begitu maaf. Kayaknya Megan harus balik lagi ke Bandung." Baru saja Megan akan melangkahkan kakinya keluar kost Mora, tangan kecil Mora langsung saja dengan sigap menahannya.

"Mau kemana? Jangan pergi dulu— memangnya, Megan nggak kangen sama Mora?" Tanya Mora merubah wajahnya menjadi manja, "Kenapa buru-buru? Ayo kita makan malem, bareng Alivio?"

Mendengarnya saja Megan sudah kesal, dilepaskannya tangan kecil itu dari tangannya, "Sudah malam. Lebih baik Megan pulang. Bye, Ra. Sampai ketemu lagi lain waktu."

Megan langsung pergi tanpa melihat lagi ke belakang, meninggalkan Mora dan juga Alivio yang kini berdiri mematung karena sikap Megan tadi itu. Megan tidak merasa salah, ia merasa benar bersikap seperti itu karena tidak ada orang yang suka menunggu!

Megan kemudian menaiki mobilnya itu dan dengan cepat tancap gas dari kost Mora menuju jalan tol. Bahkan, Megan sama sekali tidak mempedulikan sekitarnya, ia menyetir dengan kecepatan penuh hingga sama sekali tak menghiraukan keselamatan dirinya. Megan begitu mengucap syukur ketika malam itu tepat di jalan tol yang seringkali padat saat ini tidak sepadat biasanya, lancar tak ada kendala. Megan benar-benar menyetir dengan kecepatan penuh, buru-buru ingin meninggalkan Kota Jakarta.

Megan benci sekali tadi saat ia melihat Mora dan juga Alivio yang masuk ke dalam kost dengan wajah bahagia, sebelum mereka menyadari ada dirinya disana. Megan langsung berpikir, apakah ditiap harinya mereka melakukan hal yang sama? Tertawa bahagia ketika Megan justru sebaliknya? Megan tidak senang jauh dari Mora, dia tidak bisa tertawa bahagia selepas dulu, dia selalu mengingat seseorang yang ia sayangi dan selalu menghiasi harinya kini jauh darinya.

Entah apa yang ada di pikiran Megan saat itu ketika menyetujui Mora mengambil kuliah lagi di Jakarta. Megan merutuk kesal, menyesali segala ucapannya waktu itu. Jika tahu akan seperti ini akhirnya, Megan lebih baik melarang Mora untuk pergi ke Jakarta dan memintanya mencari kuliah magister di Bandung.

Tiga jam sudah terlewati, dan mobil Megan kini sudah hampir sampai di Bandung. Kota kecintaannya dengan segala kebahagiaan di dalamnya— setidaknya dulu ia merasa bahagia. Baru saja keluar pintu tol itu, ponselnya berdering hingga membuat bising seisi mobil, dengan kesal Megan pun mengangkat teleponnya, "Halo?!"

"Megan anakku, kamu dimana, Nak?" Tanya Mamanya tercintanya dari dalam telepon.

Megan langsung meredakan nada bicaranya, "Megan baru sampai di Bandung, Ma. Kenapa? Mama mau nitip sesuatu?" Tanyanya.

"Nggak sayang, papa cuma minta kamu cepet pulang ya. Seseorang nunggu kamu dirumah," ucap mamanya dengan lemah lembut. Sampai kapanpun Megan tidak akan berani untuk menyentak Mama tercintanya itu walaupun ia sedang kesal, ia selalu menghormati Mamanya melebihi siapapun. Megan bahkan pernah bertengkar dengan seseorang karena pernah mengejek sang Mama lantaran disebut tidak pernah mengurus Megan sedari ia SMP. Tentu saja Megan marah besar, hingga memukuli orang yang mengejek tersebut sampai masuk rumah sakit.

"Iya, bentar lagi Megan sampai kok ya, dah Mama.." Secepat kilat Megan menutup telepon itu. Malas jika sang Ayah yang nantinya bicara. Padahal, Megan masih ingin bertemu teman-temannya, tapi apa boleh buat? Seseorang menunggunya, bukan?

Mobil itu kini sudah memasuki wilayah perumahan rumah Megan. Terlihat ada satu mobil yang pernah ia jumpai beberapa hari lalu. Dalam benaknya ia mencoba mengingat, dan langsung saja mendapatka jawabannya, "Om Tegar ngapain lagi?" Rutuknya dalam hati.

Selesai memarkirkan mobil, dengan malas Megan lantas menaiki tangga dari parkiran mobil menuju lantai atas, ruang tamu. Begitu pintu ia buka, kedua matanya langsung saja tertuju pada seseorang yang sudah lama ia kenal, seseorang yang sempat tidak ingin Megan jumpai. Megan hanya berdiri disana mematung dengan kedua mata yang tertuju hanya padanya.

"Ngapain lo ada disini?"

***

Jrengjrenggg siapatuuuuch yg ada di ruang tamu??? Hihihi next chapternya update kapan yaaa kira kira? Hehehe bakal lanjut lama kalau kamu gak excited, gak komen di bawah! :p

Makannya komen sebanyak2nya hihihi semangatin aku dongs!

Okayy see you di next chapter!

-tbc-

Mora & Megan 2Where stories live. Discover now