"Lo gak mau cerita sekarang, Re?" tanya Nada.

Adrea menghembuskan nafasnya lelah. Mengukir senyum paksanya. "Sebenernya gue—" jeda Adrea membuat mereka semua menunggu dengan raut serius.

"Jangan digantung gitu dong, Re." greget Haidar. "Gue selama ini emang terlihat kuat saat cinta gue digantung layaknya kancut dalam jemuran bunder. Tapi percayalah jauh didalam sini gue itu gak kuat. Gue gak sekuat ngangkat galon dari warung kerumah." lanjutnya lebay.

"Apasi dadargulung! Gak jelas ah skip!" toyor Fauzi.

"Shutt up buaya darat!" Ian menendang kaki Haidar.

"Jadi sebenarnya pipi gue itu—"  Adrea menjeda ucapannya memandang mereka satu persatu.

Nada menaikan alisnya, "jadi?"

"Prank! Hahahaha!" Adrea tertawa lepas meski terasa nyeri ia tetap menyembunyikannya dengan tawa yang dibuat lucu.

"Hahaha emang enak lo pada panik!" ucap Adrea masih dengan tawa kecilnya, "ini tuh tinta yang ada di penghapus, yakali gue kena tonjok. Ngaco lo pada!"

Nada mendengus lantas melempar sahabatnya itu dengan tasnya. "Bikin panik tahu gak si."

Haidar dan Ian saling pandang lalu menatap kearah Algis yang masih merokok sementara Fauzi memutar bola matanya malas. "Untung cewek kalo kaya Haidar udah Fauzi nyinyirin!"

"Nad lo samperin Algis gih," pinta Haidar. Nada mengrenyit sambil menunjuk dirinya. "Kenapa harus gue? Ngapain? Enggak mau ah!" tolak Nada.

"Cowok itu kelihatannya gak lagi baik-baik aja. Gue perhatiin dia udah abis empat rokok dari tadi," ucap Haidar.

"Iya Nad, biasanya yang nenangin sama ngingetin Algis itu Elin tapi sekarang dia kan deket sama lo," ucap Ian.

"Gak mao ah!" tolak Nada tegas. Tak urung matanya ikut melihat kearah Algis yang tengah menghembuskan asap rokoknya sesekali mengacak rambutnya asal hingga berantakan.

"Gak boleh gitu alunan Nada. Lo kan tangan kanannya guru BK masa lihat murid ngerokok di diamin aja," kata Fauzi.

"Kenapa gak kalian aja si!" ucap Nada yang sangat malas berurusan dengan ketua Juhar.

"Algis gak bakalan dengerin kalo kita yang bilangin. Lo tahu sendiri dia keras kepala," ucap Haidar. "Malah yang ada kita yang diusir!"

Adrea mendorong Nada untuk bangkit dari duduknya. Dirinya jelas tahu betul apa penyebab Algis seperti itu. Apalagi kalau bukan kejadian tadi dibelakang sekolah.  "Udah sana bantuin. Walaupun gue tahu lo kesel sama Algis tetep tugas lo buat negur dia."

"Lo juga lah. Lo kan ketua osis!" kata Nada dengan bibir mengerucut.

"Gue gak bisa," tolak Adrea. "Gue eum gue mao metik jambu. Iya gue mao metik jambu sama Fauzi." Adrea merangkul balita Juhar hingga cowok itu terpaku ditempatnya.

"Udah sana samperin!" suruh Adrea

"Iye! Iye ah!" sahut Nada malas.

Mau tak mau Nada melangkah mendekat kearah Algis.

Sepeninggal Nada, Ian dan Haidar menatap Adrea dengan serius.

"Jujur sama gue Re, pipi lo kenapa?" tanya Haidar.

"Kan gue udah bilang ini cuma prank."

"Adrea gue ini anak jalan. Lo gak bisa bohongin gue. Sekarang jujur sama gue kenapa pipi lo sampai lebam gitu?" tanya Haidar dengan sorot mata penuh ke khawatiran.

"Gak usah bohong sama kita Re. Jujur aja," ucap Ian.

"Tapi lo janji jangan bilangin Nada." Adrea menatap serius kedua cowok didepannya. 

ALGIS ✓Where stories live. Discover now