Chapter 40

32 9 1
                                    

Sekitar empat puluh menit kemudian Clarissa datang dengan raut bersalahnya. Ia sudah telat sekurang-kurangnya tiga puluh menit dari waktu yang mereka janjikan.

Cafe ini sebenarnya terletak tidak terlalu jauh. Hanya sekitar lima belas menit dari rumahnya. Tetapi entah kenapa di tengah jalan tadi, taxi yang ditumpanginya tiba-tiba terjebak macet. Ah ibu kota.

"Sorry ya,tadi macet banget. Padahal biasanya enggak."

"Nggak papa Cla."

Clarissa memandang raut wajah Ara yang sedikit sendu. Kemudian beralih lagi pada sahabat satunya yang menggenggam tangan Ara.

"Ra?"

Ara mendongak. Membalas panggilan Clarissa tadi dengan gumaman. Jus mangga di depannya masih utuh. Padahal sedari tadi sudah diminumnya terus.

"Lo baik-baik aja kan?"

"Ya."

"Em, Cla, lo bisa nemenin Ara buat ke Bandung?"

"Hah?"

Febby menghela napas kasar. Kenapa jadwal kuliahnya akhir-akhir ini sangat padat sih? Dongkol sekali rasanya. Kenapa harus padat disaat sahabatnya itu membutuhkan dia?

"Gue bener-bener nggak bisa ninggalin kuliah gue. Akhir-akhir ini lagi padet-padetnya. Kalo nggak gitu gue udah tipsen aja. Lo bisa?"

Clarissa memandang Ara. Sorot permohonan itu tercetak jelas di kedua bola matanya. Apa sahabatnya itu masih belum bisa melupakan Farel? Apa laki-laki itu masih ada di hatinya? Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka?

"Gue bisa kok. Mau kapan?"

"Cla..." Ara langsung saja memeluk Clarissa. Ah senangnya bila ada teman ketika mencari sosok cowok itu nantinya.

Ia tadi sudah kebingungan bila Clarissa juga tidak akan memiliki waktu luang. Bagaimana nantinya bila ia sendirian disana.

"Makasih ya,"

"Ra, apa sih makasih segala?"

Ara tersenyum. Tetapi seketika ia ingat bila nantinya harus bagaimana. Hei, temannya itu tidak tahu menahu. Semua rahasia tentang Farel hanya ia simpan rapat dengan Febby. Entah, berat rasanya bila harus menambah beban Clarissa yang selama ini sudah dipikulnya sendiri. Cewek itu tak sekuat yang kita semua lihat.

Satu gelas jus alpukat yang baru saja diantarkan oleh seorang waiters tadi membuat Ara menegang. Cowok itu juga suka alpukat. Dan sejak kapan Clarissa suka alpukat?

"Kira-kira mau kapan ke Bandungnya?"

Sekarang Ara menjadi ragu bila mengajak Clarissa untuk mencari cowok itu. Apa yang akan ia katakan bila Clarissa akan bertanya-tanya.

"Cla, tapi kamu serius bisa?"

Clarissa yang paham akan tekanan kata 'bisa' yang baru Ara katakan itu pun segera mengangguk. "Gue fit kok."

"Tapi--"

"Ra? Lo masih ragu buat kesana?"

Ara menyorot pada Febby. Matanya memang ragu, tapi bukan keraguan akan pergi ke Bandung sana. Melainkan ragu saat Clarissa akan menemaninya. Apa Febby tidak sadar? Ingin sekali rasanya ia berteriak meyuarakan bahwa ini Clarissa! Clarissa tidak tau apa-apa.

Clarissa yang merasa aneh sendiri saat kedua sahabatnya itu saling pandang dengan sorotan masing-masing pun semakin terheran. Sebenarnya kenapa? Ada apa?

Sudah cukup lama sebenarnya ia merasa ada yang disembunyikan oleh kedua sahabatnya itu. Walaupun memang ada kenapa harus disembunyikan? Toh ia juga temannya kan? Apa gara-gara ia yang berbeda? Apa selama ini ia dicap lemah oleh mereka?

About YOUOù les histoires vivent. Découvrez maintenant