Chapter 22

29 15 19
                                    

Setelah sampai di cafe tempat Revan bekerja, Ara buru-buru menghampiri sang pemilik yang saat ini tengah sibuk di belakang meja barista.

Ara duduk tepat di samping pelanggan yang mungkin saat ini tengah menunggu minuman yang ia pesan selesai dibuatkan.

"Pesan apa mbak?" Ucap si laki-laki tanpa mengangkat kepalanya. Tangannya masih sibuk dengan segala macam cangkir aneh--entah Ara tidak tahu namanya--dengan lihai.

Merasa tak kunjung ditanggapi oleh pelanggannya yang baru datang itu, Revan pun mendongak. Sebenarnya kesal karena ia sangat sibuk membuatkan pesanan pelanggannya yang sedari tadi terus berdatangan. Tetapi setelah manik matanya bertemu dengan manik mata yang selalu bisa membuatnya teduh ketika berpandangan, sontak Revan tersenyum lebar.

"Kakak," sapanya riang.

"Hei, kakak kira pelanggan." Balas Revan tak kalah riang dengan tangan yang juga tak berhenti dengan aktivitasnya.

"Kakak sendirian?" Pasalnya dari tadi Ara tak menemukan seorang pun yang biasa membantu Revan.

Revan tersenyum, "hehe iya nih, kebetulan dua-duanya izin nggak masuk." Lengannya yang satu ia gunakan untuk menyeka keringat yang mengucur di sekitar pelipis.

Ara memandang kakaknya dengan kasihan. "Yaudah, Ara bantuin ya?" Ucapnya sambil berdiri dan melangkah memutar untuk bisa sampai dimana Revan berada.

"Udah nggak usah, kamu kan capek abis sekolah. Duduk aja sana nanti kakak buatin--"

"Mas pesanan saya mana?" Kalimat itu terlontar tepat sebelum Revan menyelesaikan kalimatnya.

"Oh iya mas sebentar."

"Nah kan. Udah nggak papa, Ara nggak capek kok. Justu kakak pasti yang capek, kan udah dari pagi sendirian kerjanya."

Revan tersenyum, menyentuh puncak kepala adiknya kemudian mengusap sayang. "Makasih ya. Yaudah ini tolong anterin ke meja yang pojok itu."

"Siap bos!" Ara memerima nampan yang berisi pesanan dari pelanggan itu dengan riang. Begitu pula seterusnya.

Pelanggan yang berdatangan di cafe itu semakin malam justru semakin ramai. Ara sempat kewalahan dan lelah saat menunjukkan buku menu atau sekedar mengantarkan pesanan. Tetapi mengingat kakaknya lebih dari yang ia rasakan, Ara tak mempermasalahkan itu. Ia senang bisa membantu kakaknya.

Dari belakang meja barista Revan tersenyum melihat bagaimana Ara dengan riangnya melompat dari satu meja ke meja lainnya untuk sekedar menanyakan pesanan pelanggannya. Bahkan sempat berlari-lari kecil karena banyaknya yang datang ke cafe.

"Ara?" Ara menoleh ke arah orang yang memanggilnya. "Lo kerja disini?"

"Ah, enggak kok." Balasnya pada laki-laki yang saat ini tengah melihat-lihat isi buku menu.

"Terus?" Cowok itu mengalihkan pandangannya dari buku menu.

"Gue cuma bantuin pemiliknya."

Arga mengangkat sebelah alisnya, kemudian melirik ke arah dimana si pemilik berada. "Lo kenal sama pemiliknya?"

Ara mengangguk sebagai balasnya. "Oh iya mau pesen apa jadinya?"

"Emm... americano aja."

"Oke, ditunggu ya." Ara tersenyum sebelum benar-benar pergi dari hadapan Arga.

"Istirahat dulu sana. Kasian capek kamu."

"Enggak kok, Ara nggak capek."

Revan melirik ke arah cowok yang menurutnya dikenal oleh Ara tadi. "Siapa dek?"

About YOUWhere stories live. Discover now