Chapter 21

33 14 30
                                    

Setelah satu minggu berkutat dengan segala antah berantah soal-soal kini akhirnya rampung juga. Segala sorai-sorai bergema di dalam kelas. Entah memukul meja, saling gendong-menggendong hingga ada yang terjungkal atau hanya sekedar teriak melepas penat.

Mereka bersorak, tak peduli dengan nilai yang akan mereka dapatkan atau remidial sekalipun. Yang penting liburan sudah di depan mata, pikir mereka.

Mungkin hanya Clarissa yang terlihat murung. Sebenarnya ia senang telah melewati ujian satu minggu penuh ini, tetapi jauh di lubuk hatinya merasa sedikit sedih mengingat ia tak bisa ikut liburan bersama sahabatnya.

Dari kecil, dirinya memang tidak pernah bisa keluar dari arena kota ini. Memang pernah satu kali ia hanya pergi ke daerah puncak--liburan bersama keluarga Ara secara diam-diam dan endingnya mereka tak jadi liburan disana.

Clarissa memang pernah mengutuk dirinya yang seperti itu.

"Cla..."

"Y-ya?"

Ara menatap sendu ke arah sahabatnya itu. Memandangi Clarissa yang murung seperti itu membuat dirinya ikut larut dalam euforia milik Clarissa.

"Jangan gini lah Cla, gue--"

"Apasih? Kenapa?" Mimik wajah yang sempat sendu itu seketika berubah ketika disadari oleh Ara.

"Gue fine. Oke?"

Ara tau. Semua itu hanyalah palsu. Clarissa hanya menutupi kesedihannya.

"Ke mall aja yuk." Clarissa tiba-tiba bersemangat.

Ara hanya mampu menghela napasnya pelan. Tak ingin merubah suasana hati Cla hanya dengan menolak ajakan itu. Tidak berat bukan hanya menemaninya. "Boleh. Ajak itu satu." Ara menunjuk dengan dagunya ke arah dimana Febby berada. Tepat di meja paling depan dimana Salsa sang bendahara kelas singgah. Memang sejak beberapa jam yang lalu mereka sempat berdebat masalah uang kas. Dasar Febby itu tidak pernah mau membayar uang kas.

"Tapi jangan nanti ya Cla, capek banget gue hari ini."

"It's okay."

"Gue mau ke depan beli jus, ikut nggak?"

Clarissa mendongak. Menggelengkan kepalanya untuk sekadar menjawabnya. "Males. Panas."

"Dasar! Yaudah gue ke depan dulu." Ara mulai melangkahkan kakinya. "Ikut nggak, Feb?"

Merasa tak mendapat jawaban dari sang empunya nama, Ara terus saja melangkahkan kakinya. Bodo amat bila nanti dibilang 'nggak ajak-ajak'.

Suasana di luar kelas memang masih tergolong ramai. Entahlah memang seperti ini. Bila seandainya pun mereka dipulangkan lebih awal biasanya mereka tidaklah langsung pulang. Entah hanya sekadar menggosip atau apapun itu.

Sesaat setelah Ara berhasil melewati lapangan yang terasa begitu panas, dirinya merasa ada seseorang yang mengikutinya. Ia menoleh ke belakang mencari tau siapa orangnya.

Dilihatnya orang-orang yang memang sibuk dengan aktifitasnya sendiri. "Apasih kok gue jadi merinding."

Ara pun buru-buru melangkahkan kakinya cepat.

Puk.

Merasa pundaknya ditepuk, Ara refleks menjerit. Membuat seluruh perhatian terpusat padanya.

About YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang