Chapter 13

80 26 49
                                    

"Kak Revan!"

Ara langsung saja berdiri. Menubruk laki-laki yang dipanggilnya Revan tadi. Memeluknya erat. Menyalurkan rasa rindu yang amat sangat dalam.

Revan yang merasa tidak siap pun ikut terhuyung kebelakang. Berusaha menahan bobot Ara yang sebenarnya tak seberapa itu. "Ara," laki-laki itu cukup kaget dengan kehadiran Ara. Tak segan iapun turut membalas dekapan Ara.

Tinggi Ara yang hanya sebatas bahu lebih mempermudah akses Revan untuk memeluknya. Tak menyangka ia bisa bertemu gadis kecil itu lagi. Setelah sekian lama ia pindah ke Jakarta, ia tak lagi bertemu dengan gadis kecilnya itu. Terlebih lagi kesibukan mengurus cafe membuatnya sulit untuk kembali ke Jogja.

Tetapi hari ini semuanya telah berakhir ia telah bertemu dengan Ara. Rasa rindu yang sempat tak kelihatan ujungnya kini telah ditemukannya. Kini telah melebur.

Cukup lama mereka berpelukan, saling menyalurkan rasa rindu. Keduanya sampai tak sadar kalu masih ada satu manusia dengan wajah cengo sedang melihat keduanya. Terlihat begitu ngenes karena berasa melihat orang yang disuka sedang bertemu dengan pacar aslinya.

Ehem!

"Batuk Pak haji! Uhuk!"

Revan dan Ara sontak saling mengurai pelukannya. Bebarengan menoleh ke arah sumber suara.

"Eh kok udahan?" Farel dengan tampang yang dibuat sok bingung ikut menoleh karena merasa diperhatikan.

Tepat disampingnya Ara memasang muka paling datar yang dimilikinya. Pasalnya ia sungguh kesal dengan tingkah Farel. Ganggu aja sih orang lagi enak-enak pelukan juga!

Ara pun kembali berpaling pada Revan. Tak lupa mengganti raut wajahnya kembali dengan senyuman lebar. "Ihhh kak Revan, kangen tau," ucapnya kembali memeluk.

Farel? Ada yang tau Farel lagi ngapain disana? Tentu saja sedang menyaksikan drama yang menurutnya alay. Dengan tampang gondok ia mengalihkan pandangannya kesembarang arah. Merasa tak suka dengan laki-laki yang bernama Revan tadi.

Siapa dia sih! Udah tua juga, ganteng juga gantengan gue. Ara juga ngapain peluk-peluk segala. Niat awalnya kan mau pdkt eh...

"Katanya laper, Ra! Buruan! Gajadi gue traktir mampus lo."

Ara kembali mengurai pelukannya. Menatap ke arah Farel, "Bodo amat! Gajadi minta traktir orang pelit kaya lo." Kalimatnya ia akhiri dengan juluran lidah.

Farel dibuat melongo dengan jawaban Ara. Duit darimana dia? Katanya nggak bawa dompet.

"Gratis kan kak?"

Seulas senyum terbit di bibir Revan. Diacaknya gemas rambut milik Ara, "Iya,"

Dasar Ara kampret!

"Aaaa tambah sayang deh sama kakak."

"Yaudah duduk dulu gih, kakak ke dalem dulu." Ucap Revan sebelum melangkahkan kakinya.

Ara mengangguk patuh, duduk di bangku yang tadi ditempatinya. Masih dengan senyum yang sedari tadi tak pernah hilang di bibirnya. Ara pikir setelah Revan pindah ia tak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi.

Pikiran Ara terlempar begitu saja pada tahun-tahun kebersamaannya dengan Revan saat di Jogja.

Flashback on,

"Kak Revan dorong yang kenceng ih, ini apaan nggak kerasa," omel Ara pada Revan karena kakaknya itu hanya pelan saat mendorong ayunan yang tengah didudukinya.

"Ini udah kenceng tau, kalo ditambahin nanti kamu jatoh lagi."

Ara memberenggut kesal. "Ihh enggak bakalan, cepetan kak inituh apaan nggak kerasa."

About YOUWhere stories live. Discover now