Chapter 30

30 9 17
                                    

Sesampainya di terminal jus, Ara dan Farel masing-masing memesan apa yang disuka. Jus mangga yang tak lain dan tak bukan selalu Ara pesan dan jus alpukat di pihak Farel.

Mungkin buah hijau dengan biji yang besar itu adalah buah kesukaan Farel. Ketika di kedai depan sekolah pun dia juga memesan jus alpukat.

Mangga versus alpukat.

Kedua remaja itu memilih duduk di sana--yang untung saja masih kedapatan kursi-- sembari menikmati pesanan masing-masing.

"Lebih enak kan daripada yang didepan sekolah?"

Ara mengangguk mantap. Memang benar, rasanya lebih enak dari kedai kecil depan sekolahnya. Mungkin setelah ini, ia akan menjadi pelanggan tetap di kedai ini. Walaupun jaraknya dengan sekolah lumayan juga, tetapi bila dibandingkan dengan rasa, Ara pun tak masalah. Demi jus mangga!

"Gue sering kesini. Selain jusnya enak, tempatnya nyaman, free wifi pula. Jadi yah jadi tempat favorit gue."

Ara diam. Tidak tau mau menanggapi seperti apa kalimat Farel tadi.

"Diem-diem bae?"

"Ck! Rel, lo tuh cerewet banget sih?"

Farel langsung diam, berhenti bergerak karena mendengar omongan dari cewek di depannya itu. Cerewet? Astaga!

Cowok itu menelan ludahnya kasar sambil memandangi Ara yang tengah asik menyeruput jus mangga. Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk lengkungan sabit. Gemas dengan tingkah Ara yang minum jus saja langsung tersenyum senang.

Farel yakin, ia benar-benar menyukai cewek itu. Setiap kali melihat senyum di bibir cewek itu, bibirnya otomatis mengikuti. Senyumnya Ara menular.

"Kok sekarang diem?"

Farel tersadar dari lamunannya. "Hah?"

"Tadi cerewet minta ampun, sekarang diem. Cowok emang gitu ya?"

"Lah katanya gue cerewet, nah makanya gue diem biar nggak lo bilang cerewet. Masa cowok cerewet sih."

Ara diam. Membenarkan apa yang dikatakan cowok didepannya itu.

Mata Ara beralih menatap lurus ke arah Farel. Cowok itu mengenakan hoddie yang baru Ara sadari melekat pas di tubuhnya yang jangkung. Warnanya abu-abu, dan Ara suka melihatnya. Rambut Farel terlihat acak-acakan, tidak seperti ketika pagi yang disisir rapi berpomade. Tetapi tak apa, walau berantakan pun Farel tetap tampan. Matanya apalagi, walaupun sedikit tajam tetapi menyiratkan kelembutan dan kenyamanan. Rahang Farel juga tegas, dan sekarang mata Ara tertuju pada jakun cowok itu yang bergerak naik turun karena sedang minum jus.

Ara berkedip pelan. Apa yang dilihatnya tadi?

"Udah puas mantengin kegantengan gue?"

Ara langsung mendelik, "dih!" Alisnya ia tautkan dan memandang jijik.

Sedangkan Farel terkekeh melihat ekspresi yang ditujukan Ara. Dasar malu-malu meong.

"Udah yuk, pulang."

Farel melirik ke gelas jus di depan Ara yang telah tandas. Membandingkan dengan gelas miliknya yang masih setengah. Doyan apa haus itu cewek? Buru-buru ia menghabiskan jusnya sendiri.

Sembari menunggu Farel menandaskan jusnya, Ara mengedarkan pandangannga ke kedai ini. Memang sih tempatnya tidak terlalu besar, hanya ada tak kurang dari 4 meja disini. Tapi justru yang seperti inilah yang membuat nyaman. Dindingnya bercorak batu bata merah dan berselang satu meter tertempel bungkai dengan tulisan yang berisi manfaat buah-buahan.

Bila tak kedapatan meja pun, ada beberapa kursi panjang yang disediakan. Kedainya ramai, tetapi tetap nyaman.

"Yuk!"

About YOUWhere stories live. Discover now