Chapter 12

68 28 38
                                    

"Masih mau ngapain sih Rel, gue udah ngantuk nih, mana dingin lagi!" Gerutu Ara disertai dengan usapan pada kedua lengannya.

Pasalnya mereka masih berada di taman yang sama, tetapi memang tak lagi duduk di rumput tengah taman. Mereka beralih ke seberang jalan menikmati alunan lagu yang dinyanyikan oleh pengamen jalanan yang sebenarnya suaranya bisa dikatakankan enak untuk didengar. Disana terlihat lebih ramai, banyak sepasang muda-mudi yang juga duduk di sekitaran untuk sekedar menikmati lagu. Hasil romansa mereka bisa berbaur dengan lagu yang entah mengapa bisa begitu pas. Atau mungkin lagu itu hasil request dari salah satu pasangan disana. Entahlah mungkin hanya Farel dan Ara yang bukan sepasang seperti mereka.

"Mau coklat lagi?"

Ara yang mendengar jawaban tak sesuai itu pun mendengus keras. Sudah kesekian kalinya ia bertanya motif Farel mengajaknya kesini tapi tak juga diberi jawaban. "Gue mau pulang."

Ara telah berdiri, berusaha melangkah maju untuk meninggalkan kerumunan yang saat ini tengah bertepuk-tangan karena lagu yang dinyanyikan sang pengamen telah usai. Dihentak-hentakkan kakinya sebal. Farel tidak mengejarnya. Laki-laki macam apa Farel itu.

Ara berdiri di pinggir jalan berusaha menunggu taxi yang mungkin saja lewat. Jarum jam yang berada di pergelangan tangan kirinya kini sudah menujukkan pukul 21.20, entahlah semoga masih ada taxi yang lewat.

"Ayo pulang." Ara melirik sekilas, ternyata Farel telah berada di atas vespanya, mengulurkan helm yang tadi dipakainya ketika berangkat. "Mau kayak yang di sinetron? dipakein?"

Mendengar itu kekesalan Ara kian bertambah. Direbutnya helm itu kemudian memakainya cepat dan langsung naik ke boncengan belakang. Di depannya Farel tersenyum tipis. "Kalo dingin peluk aja."

Tak lama setelah kalimat itu terlontar, Ara tak segan-segan meninju bahu Farel dengan keras. "Cepetan!" Farel terkekeh ringan. Melihat raut wajah Ara yang kesal membuatnya gemas sendiri.

"Mau makan dulu nggak?"

"Ck! Udah dibilang pulang juga!"

Farel tak menjawabnya. Perlahan vespa itu mulai membelah jalanan ibukota yang tak pernah sepi itu. Lamunan Ara terlempar ke kota tempatnya besar. Disana, di kota itu jalanan tak pernah seramai ini. Tak pernah macet apalagi sepanas saat siang disini. Dulu ia sering berjalan kaki kemanapun ia mau tanpa repot memikirkan tentang segala asap yang siap berpapasan. Keramah-tamahan begitu dijaga di sana, sampai-sampai Ara tak berani bila tak menyapa ketika saling bertemu. Tetapi bagaimana dengan kota itu sekarang? Apa masih sama seperti dulu saat ia masih tinggal? Apa masih banyak tukang becak yang selalu menawarinya ketika ia pulang sekolah dulu? Atau justru mereka telah digantikan dengan para ojek online yang sekarang begitu merajalela. Huft, Ara ingin kesana.

Farel mengendarai motornya tidak terlalu kencang karena tadi Ara sempat bilang sedang kedinginan. Tak lama kemudian vespa itu berbelok memasuki pelataran sebuah cafe. "Ngapin kesini? Gue kan mau pulang! Gue tuh nggak laper, Rel. Gue ngantuk-tuk-tuk! Nggak usah dipaksa makan deh. Besok aja kalo mau traktir."

Farel memadang jengah ke arah Ara. "Bawel banget sih lo, orang yang laper tuh gue. Yang mau makan tuh gue." Ucapnya lalu mulai melangkah memasuki cafe. Meninggalkan Ara yang kini berwajah cengo.

Ara yang masih duduk pada bangku belakang itu melongo tak percaya. Mengerjap-ngerjapkan matanya. Farel tadi bilang apa? Ohhh tolonglahh kenapa Ara jadi kepedean gini sih. Ara pikir kan kaya yang di sinetron gitu!

"Nggak ikut masuk mbak? Masa pacarnya nggak ditemenin." Ara menoleh. Dilihatnya tukang parkir yang berdiri tak jauh darinya. Pacar? Siapa? Ara kan disini sendiri. Tukang parkirnya gitu?

About YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang