Chapter 27

28 8 8
                                    

Malamnya, Febby menagih janji yang sempat Ara utarakan waktu mereka berjalan-jalan pagi tadi. Memang saat berada di Nol Kilometer tadi, Ara sempat membahas perihal apiknya tempat itu ketika malam hari. Juga jalan Malioboro serta Tugu Jogja.

Bukannya mau melanggar janji, tetapi Ara memang sangat kelelahan malam ini. Kakinya terasa gempor dan tiba-tiba maag yang dideritanya kambuh karena telat makan.

Sekarang, Febby menjadi tak enak hati melihat wajah Ara yang sedikit pucat. Tadinya ia memang tak menyadari kalau saja ia tak masuk kamar untuk menagih janjinya.

"Sorry ya, Ra. Maag lo malah jadi kambuh gara-gara gue."

"Enggak, bukan salah lo kok." Ara berucap sedikit berbisik, tangannya meraih selimut yang berada tak jauh dari kakinya. "Kalo mau ke tugu ajak Radit aja. Udah kenal kan? Tinggal samperin aja." Lanjutnya.

Febby sendiri menggeleng sebagai jawaban. Tak mungkin juga kan dirinya akan senang-senang padahal temannya sedang sakit. "Besok aja bareng elo."

Febby bangkit dan berjalan keluar. Menuju dimana orang-orang tengah berkumpul. "Bunda, obat maag Ara ada?"

Bunda tersingkap. "Kamu punya maag juga?"

"Bukan Febby, Bun, tapi Ara."

Ketiga laki-laki yang tadinya sibuk bermain play station itu pun langsung ikut tersingkap.

"Ara kambuh!?" Stik yang tadinya dipegang masing-masing itu pun tak ayal langsung dilempar. Berlari cepat menuju ke kamar si wanita yang katanya sedang kambuh.

Bunda sendiri dibuat melongo dengan tingkah ketiga laki-laki itu, tak luput juga Febby.

"Febby, itu mereka--"

"Bun, itu--"

Kedua perempuan beda usia itu berucap bebarengan.

"Yaudah, Bunda ambil obatnya dulu ya. Kamu liatin sana mereka ngapain."

"Iya, Bunda."

Sesampainya di kamar Ara, Febby bisa melihat bagaimana wajah khawatir dari ketiga laki-laki itu. Tak menyangka bila banyak orang yang sangat peduli pada Ara. Terlebih lagi Farel yang tentu saja baru dikenal oleh Ara.

"Pada ngapain sih? Ara nggak papa."

"Sttttttt...." Ayah yang tadinya duduk di pinggiran kasur itu merapat dan mengelus pelan rambut putrinya. "Istirahat, jangan banyak omong."

Ara memejamkan matanya pelan. "Kalo rame gini mana bisa Ara istirahat, Ayah."

Tak lama pintu kamar Ara dibuka. Muncul bunda yang membawa semangkuk bubur dengan air putih beserta obat yang tentu saja untuk Ara. Bunda mulai melangkah dan mengikis jarak antara dirinya dan putrinya. Membuat Radit dan Farel mundur teratur agar wanita itu lebih leluasa.

"Rame gini, keluar dulu ya. Biar Bunda sama Febby yang temenin Ara."

Ketiga laki-laki itu pun patuh. Melangkah keluar dan mungkin kembali lagi pada kegiatan yang tadinya mereka tinggalkan.

Ketiganya sampai di tempat dimana mereka tadi berkumpul. Duduk rapi seperti tadi. Radit mengambil stik yang saat ini berada di atas meja. Padahal tadinya ia lempar begitu saja. Ahh bunda kali yang mengambilnya.

"Ayah udah nggak mood ah. Kalian aja yang main."

"Yah, Ayah payah masa udahan. Nggak seru ih." Radit berucap santai seperti pada temannya.

"Kamu ini ya." Ucap Ayah geregetan sendiri. "Tau ah, keluar dulu ya."

"Hati-hati, Yah, banyak ibu-ibu genit! Ntar disosor lagi!" Radit berteriak sembari terkakak geli.

About YOUWhere stories live. Discover now