Chapter 6

188 118 107
                                    

Pusing. Itulah yang dirasakan Ara ketika telah tersadar dari pingsan. Dipijitnya area pangkal hidung hingga bagian kepala. Matanya menyisir ke sebuah ruangan yang kini ditempatinya. Berpikir sebentar, hingga bau obat-obatan yang begitu menyengat meyeruak masuk ke hidungnya. Rumah Sakit, pikirnya. Dan akhirnya manik matanya bertubrukan dengan manik mata gelap milik Farel.

"Masih pusing?" Tersirat nada kekhawatiran di sana. Ara tak menjawabnya, ia tengah mencoba untuk bangun dan duduk bersender pada kepala ranjang.

Ara tengah mencoba mengingat-ingat kejadian apa yang membawanya ke sini. Hingga akhirnya ia teringat kejadian pulang sekolah tadi. Saat meyebrang akan membeli jus ada sebuah mobil yang melaju ke arahnya. Ia tertabrak. Hingga ia berguling-guling di jalan dan akhirnya kepalanya terbentur sesuatu yang keras--ia tak tahu benda apa itu. Setelah itu ia tak mengingat apapun lagi.

Kepalanya kembali berdenyut mengingat-ingat kejadian itu. Ara memejamkan matanya sejenak. Setelah itu ditatapnya kembali Farel yang sedari tadi masih setia duduk di pinggiran ranjang.

"Kok lo bisa ada disini?"

Sudah beberapa detik berlalu, Farel belum juga menjawab pertanyaannya. Matanya masih memandagi Ara. Belum juga berkedip sejak pertanyaan itu terlontar.

"Maaf." Ucapnya setelah beberapa kali menghela napas. Farel merasa tenggorokannya tercekat saat akan melanjutkan kata-katanya. Hingga kini matanya telah mengarah ke lantai dihadapannya. "Gue yang nabrak lo."

"Maaf." Ucap Farel sekali lagi. Terapi saat ini matanya telah kembali mengarah pada Ara.

Terdapat kilatan amarah yang tercetak jelas pada manik mata milik Ara. Wajahnya juga telah memerah. "GUE PUNYA SALAH APA SIH SAMA LO?! NGGAK CUKUP KEJADIAN TADI PAGI? HA!?"

"Ra, maaf. Gue nggak sengaja. Maaf buat yang tadi pagi, itu gue buru-buru dan-dan nggak sengaja...."

Ucapan Farel itu belum selesai,tetapi telah terlebih dulu dipotong oleh Ara. "ALAH! Gue nggak ngerti deh sama lo. Baru sehari Rel! Baru sehari kita kenal. Oh ralat, Baru sehari kita ketemu. Dan lo..." ucap Ara sembari menunjuk Farel tepat di mukanya. Emosinya benar-benar pecah saat ini. "Lo udah sebegitu bencinya sama gue sampe-sampe lo nabrak gue. Bikin gue kayak gini. Nggak nyangka gue."

"Ra! Nggak gitu..." ditangkapnya tangan Ara yang tadi menunjuk wajahnya. "Gue nggak sengaja."

Hingga akhirnya Ara menepis kasar tangan Farel yang berani menyentuhnya. "Mana HP gue?"

Farel pun berdiri dan merogoh ponsel milik Ara di sakunya. Diulurkannya ponsel itu kepada si pemilik. Hingga dengan gerakan kilat Ara telah berhasil merebut ponsel itu dari tangan Farel.

Cukup lama Ara mengotak-atik ponsel miliknya. Meneliti satu persatu pesan yang sedari tadi--dari pulang sekolah-- belum dijamahnya.

35 panggilan dan 72 pesan. Matanya hampir melotot melihat riwayat panggilan juga pesan dari bundanya. Buru-buru ia menghubungi bundanya. Bundanya pasti begitu khawatir akan keadaannya. Tak lama kemudian panggilan itu pun tersambung.

"Ha-halo bun..."

"........."

Ara sempat menjauhkan ponsel dari telinganya karena mendengar suara bundanya yang seperti toa.

"Iya maaf bun...ini Ara aja ada di rumah sakit."

"............"

"Emm tadi ada insiden dikit. Eh tapi Ara udah nggak papa kok. Bunda nggak usah khawatir."

"............"

Ara mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Farel. "Shut.... RS mana nih?" Tanyanya masih dengan nada ketus.

About YOUWhere stories live. Discover now