Chapter 35

30 9 4
                                    

Disinilah Ara berada, di kedai jus yang tempo hari Farel mengenalkannya. Sebenarnya sudah beberapa kali sih Ara datang bersama cowok itu, tetapi tidak bosan juga. Berhubung hari ini kedainya sangat ramai, keduanya pun tak mendapati tempat duduk seperti biasa. Alhasil mereka hanya membeli lalu pulang.

"Thanks."

"Gausah jutek gitu, makin gemes jadinya."

Justru sekarang Ara makin sebal dibuatnya. Mimik wajah Farel yang tak selaras dengan ucapannya itu semakin membuatnya dongkol.

"Besok kalo lo udah jadi pacar gue, gue beliin sekedai-kedainya."

Sekarang Ara dibuat kaku. Telinganya tak salah dengar kan? Entah hanya perasaannya saja atau memang benar, akhir-akhir ini Farel sering membuat Ara kepikiran dengan omongan cowok itu. Farel seperti sengaja membuat Ara kepikiran. Wajar bukan bila Ara memikirkan hal itu? Sudah terlalu sering dan Ara harus membentengi diri agar tidak terlalu percaya diri. Ara tegaskan, Ara itu perempuan. Dan menurut Ara sikap Farel itu terlalu berlebihan untuk ukuran seorang teman. Benar bukan? Jika salah pun tolong benarkan perkataan Ara barusan.

"Yaudah masuk gih."

Tak menjawab apapun, Ara melenggang masuk. Tak menawari Farel mampir atau apapun itu macam biasanya. Sebelum dirinya benar-benar hilang dibalik pagar, Farel buru-buru memanggilnya lagi.

Ara berbalik.

"Nanti sore gue jemput, main bulu tangkis yuk!"

Entah sadar atau tidak Ara mengangguk saja. Farel pun tersenyum dan melenggang pergi.

Kepala Ara jadi pusing sendiri memikirkan cowok itu. Aneh, susah ditebak. Ia pun menghela napas pelan dan masuk.

"Assalamu'alaikum, Ara pulang."

"Wa'alaikumsalam. Hei, anak Ayah udah pulang."

Ara mendekati sang ayah, mencium tangan beliau tanda kesopanan. Tak lama setelah bercakap sedikit Ara ijin naik ke kamarnya. Perempuan itu berganti pakaian lalu menuju kamar mandi guna mengambil air wudhu. Menunaikan ibadahnya karena jarum jam sudah menunjukkan pukul satu siang.

Setelah selesai, Ara kembali turun karena perintah sang ayah yang tadi menyuruhnya untuk segera turun. Ara celingak-celinguk mencari keberadaan kedua orang tuannya. Menengok ke tempat ayahnya tadi, sudah tidak ada. Ia pun menuju ruang makan, barangkali orang tuanya berkumpul disana menunggunya makan siang.

"Ayah, Bunda, kak Revan?" Ucap Ara kaget ketika mendapati Revan yang berada di meja makan.

"Hei sini duduk."

Mata Ara meliar ke atas meja makan. Kue-kue kesukaannya bertengger manis di piring besar. Matanya berbinar senang. Tumben sekali bundanya mau repot-repot membuat kue segini banyak. Padahal biasanya hanya satu loyang jika membuat.

"Uuu adik kakak udah lulus. Selamat ya!" Ucap Revan yang langsung memeluk adiknya.

Tak segan Ara pun membalas pelukan itu. Memang dua hari yang lalu pengumuman kelulusan sudah ia hadiri. Berbekal kepercayaan dirinya, Ara berhasil mendapatkan nilai yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Sampai-sampai ketika membuka map berisikan nilai, Ara langsung menangis saking bahagianya. Usaha benar-benar tak menghiananti hasil.

"Udah, duduk yuk. Kita makan sama-sama."

Ara menurut. Duduk tenang sambil menikmati pandangannya ke arah kue. Rasanya sudah tidak sabar ingin memasukkan kue-kue bertuliskan congratulation itu ke mulutnya.

"Makan nasi dulu ya sayang."

Wajah Ara berubah masam. Kuenya terlalu kasihan bila ia jadikan makanan kedua. "Kue dulu, Bunda."

About YOUWhere stories live. Discover now