Chapter 28

21 9 18
                                    

Suasana malam di kota Jogja memang tidak ada yang bisa menandingi. Walaupun hiruk pikuk kota yang terkesan menyesakkan masih terasa, tetapi ada hal lain yang membuatnya jadi tersamar.

Suara pengamen angklung di jalan Malioboro salah satunya. Hal yang bisa menjadi ciri khas ketika memasuki kawasan Malioboro langsung terasa. Bahkan baru-baru ini disekitaran persimpangan jalan pun ada. Mereka menghibur penat yang orang lain rasakan sekaligus untuk mencari pundi-pundi rupiah untuknya sendiri.

Setiap aksi yang mereka tunjukkan tak pernah ada seorang pun yang mampu melewatkan. Penonton yang mengelilingi rela berdesak-desakan demi melihatnya. Seperti halnya Febby dan Farel yang tengah berjinjit-jinjit ria demi melihat langsung aksi para pengamen angklung itu. Entahlah apa yang ada dipikiran mereka. Bukankah cukup untuk didengar saja? Tetapi disini tidak. Setiap para pengamen itu menyuarakan tabuhannya, pasti ada saja aksi yang mereka tunjukkan. Entah hanya sekedar menari atau apapun itu.

Sedangkan Ara dan Radit lebih memilih duduk di kursi yang disediakan oleh pemerintah kota di sepanjang jalan Malioboro.

Ara senang. Kawasan ini sekarang begitu diperhatikan. Sudah ditata sedemikian rupa agar para pengunjung bisa lebih menikmati suasana.

 Sudah ditata sedemikian rupa agar para pengunjung bisa lebih menikmati suasana

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Di tangan Ara sudah terdapat satu plastik lumpia yang tadi sempat dibelinya. Lumpia legendaris jalan Malioboro yang selalu ramai pembeli. Ada yang pernah coba?

"Temen lo tuh galak-galak tapi perhatian ya."

"Eoh?"

Radit tersenyum manis. Sepertinya ia tertarik dengan cewek galak yang saat ini tengah ikut berdesak-desakan disana dengan tangan yang terulur menggengam ponsel guna merekam aksi pengamen angklung itu. Ara mengikuti pandang lekat Radit yang mengarah ke cewek yang mungkin dimaksudnya.

Matanya membelak. "Maksud lo Febby!?" Ara memekik tak percaya. Radit? Si cowok sengklek ini suka sama Febby?

"Galak sih tapi lucu juga."

Ara menggeleng-gelengkan kepalanya. "Wah-wah ada apa gerangan ini bapak Radit kok tiba-tiba bisa suka sama teman saya?"

Radit terkikik geli mengingat kejadian semalam. Setelah pulang, cewek itu cepat-cepat ke arah dapur untuk mengambil alkohol beserta peralatan yang akan ia gunakan untuk membersihkan luka.

Senyuman Radit belum luntur, ketika dengan telaten Febby membersihkan lukanya sembari terus mengomel karena cewek itu kira dirinya tak bisa bela diri.

Sebenarnya Radit itu bisa, tapi semenjak ia berpisah dengan kakaknya, ia tak pernah lagi mengasah kemampuannya itu. Sudah terlalu bodo amat. Pernah ada janji yang tak tertulis bila Radit akan terus berlatih guna menjaga Ara ketika kakaknya itu pergi. Tetapi semenjak 2 tahun yang lalu saat Ara sekeluarga pindah, Radit sudah bodo amat dengan itu. Capek tiap hari kena marah sensei. Mending-mending dia ke kedai burjo didekat kampus. Lumayan bisa ngeliat mahasiswi cantik mondar mandir. Untuk masalah cewek, Radit tidak pernah cukup memandang di sekolahnya saja. Rela deh pergi kemana saja asal ada yang bisa dipandang. Banyak perkumpulan cewek? Disitu ada Radit yang membuntuti.

About YOUKde žijí příběhy. Začni objevovat