Chapter 9

144 75 77
                                    

Saat ini mereka bertiga --Ara, Febby dan Farel-- tengah berada di ruang UKS sesuai 'anjuran' dari Bu Tuti tadi.

Di dalam sana suasana sedang hening. Kedua siswi yang tengah berjaga itu juga bungkam --masih syok dengan kedatangan Farel yang selalu dielu-elukan oleh seluruh siswi 44. Melihat keadaan Farel yang hidungnya mengeluarkan darah menambah raut ketidak mengertian bagi keduanya. Sebenarnya mereka ingin sekali mengobati, akan tetapi melihat ada 2 kakak kelasnya yang datang bersama Farel tadi, nyali mereka cukup ciut.

"Woy!" Sentak Febby sangat tidak sabar karena sedari tadi melihat kedua petugas UKS itu diam saja. "Malah bengong, obatin sana!"

Kedua siswi itu tersentak kaget dengan ucapan Febby. Mereka tak menyangka akan mengobati idola dari seluruh siswi. Mereka pikir kedua kakak kelasnya itulah yang akan mengobati Farel. "Kalian budek apa gimana!?"

"Eh....um-a... i-iya k-kak... mm-mari kak Farel." Ucap salah satunya terbata.

Farel pun menurut, ia melangkah ke arah ranjang dan duduk di sana. Menunggu kedua petugas UKS itu menyiapkan apa yang diperlukan untuk mengobatinya.

Febby dan Ara? Tentu saja mereka tidak mau mengobati Farel. Apalagi Febby, ia sungguh tidak sudi! Saat ini merka berdua masih setia berdiri di dekat pintu dengan punggung yang bersandar pada dinding.

Hingga tak lama kemudian kedua petugas itu kembali dan bersiap untuk mengobati Farel. "Gue bisa sendiri." Ucap Farel datar. Karena sedari tadi kedua petugas UKS itu menatapnya dengan pandangan aneh yang membuat Farel risih.

Yah nggak jadi pegang-pegang kak Farel.

"Taro situ aja." Tunjuk Farel dengan dagu ke arah sampingnya.

Kedua penjaga UKS tadi pun hanya mampu berdiri di samping Farel untuk berjaga kalau-kalau kakak kelasnya itu membutuhkan bantuan. Hitung-hitung bisa dekat dengan sang pangeran 44, pikir keduanya.

Tak jauh disana, Ara menggeram gemas karena melihat cara Farel yang mengobati lukanya dengan asal-asalan. Bagaimana bisa Farel mengobati lukanya sendiri semacam itu? Sedangkan pada saat mengobati lukanya tempo hari seperti sangat terlatih. Jujur, semenjak hari itu ia merasa sedikit aneh dengan hatinya. Ada suatu perasaan lain yang selalu datang ketika ia berhadapan dengan Farel. Tetapi Ara tak tahu itu perasaan apa. Kini kakinya refleks melangkah ke arah dimana Farel berada. Setelah sampai di depan Farel tangannya langsung merebut handuk basah yang digunakan Farel untuk mengompres lebamnya. Ara terdiam sebentar, sejak kapan Farel lebam? Bukannya tadi cuma mimisan?

"Kenapa?" Farel mengalihkan pandangannya ke arah Ara yang tiba-tiba merebut handuk basahnya.

Ara mengerjap, kemudian tatapannya mengarah pada tangannya yang beraksi refleks tadi. Berkedip sebentar lalu mengembalikan handuk tadi pada Farel. "Eh...enggak." ucapnya lalu melangkahkan kakinya keluar dari UKS.

Farel menyerit bingung dengan tingkah Ara. Masih ditatapnya Ara yang kini melangkahkan kakinya keluar UKS.

Di luar UKS Ara memilih duduk di bangku yang tersedia, memikirkan kembali kejadian barusan. Lalu ia menepuk-nepuk bagian kepalanya, berusaha untuk kembali sadar. Bisa-bisanya ia berindak seperti tadi. Tak lama kemudian Febby mengikuti Ara keluar dari UKS.

"Ra!" Febby melangkahkan kakinya dan berakhir duduk di samping Ara. Mencoba menyadarkan sahabatnya yang sedari tadi menepuk-nepuk bagian kepalanya. "Lo kenapa sih?"

Ara pun menghentikan aksinya dan mendongak, menatap Febby dengan sebelah alisnya yang terangkat bingung. "Kenapa?"

Bibir Febby lantas terbuka. "Kenapa? Heh harusnya gue yang tanya kenapa, Ara!" Ucapnya gemas. "Lo ngapain tadi pake ngerebut-ngerebut segala? Mau ikut ngobatin Farel?"

About YOUWhere stories live. Discover now