10. Jennie Kim?

2.6K 314 4
                                    

Langit cukup cerah malam ini, tidak ada bulan, hanya beberapa bintang yang terlihat seperti titik-titik kecil dari bawah sini. Hanbin memandang dalam diam, otaknya memikirkan hal-hal yang baru terjadi beberapa hari belakangan sepintas, menghela nafas luar biasa lelah.

Min Sara, yang ikut duduk di samping Hanbin perhatikan itu. Lihat bagaimana arogan Hanbin hanya dari tatapan tajam matanya, tersenyum miris.

"Sudah lama, ya."

Kalimat itu tidak mencairkan apapun, malah buat suasana tambah sepi dengan si laki-laki yang memilih bungkam. Tatap sendu langit "Aku... rindu sekali, pada mu."

Berhasil, Hanbin menoleh tepat dititik tengah mata besar wanita itu sinis "Jangan konyol."

"Aku yang terlanjur egois, aku paham jika kau tidak mau memaafkanku."

Senyum sinis itu berubah jadi gelak tawa, menyeramkan memang apalagi nada bicara Kim Hanbin terdengar kesal sekali "Kalau sudah tau tidak akan di maafkan, kenapa masih datang?"

"Beri aku kesempatan" mohon Min Sara pasrah, meraih tangan Hanbin yang langsung ditepis dengan kasar.

"Lalu, apa yang akan kudapat?"

"Kebahagiaan."

Hanbin benar-benar tidak bisa menahan tawa, terbahak-bahak mendengar pernyataan perempuan itu dengan tingkat percaya diri di level teratas.

"Tidak tau malu sekali, jujur saja aku terkejut. Kukira kau masih punya muka untuk tidak datang kesini."

Telak! Min Sara terdiam, jelas lihat raut muak diwajah keras Kim Hanbin.

"Apa aku mengganggu?"

Hanbin dan Sara menoleh bersamaan, beri atensi untuk Jennie—si pelaku perusak suasana, yang melipat tangan didada dan Lalisa yang menyandar pada pintu, lirik Hanbin dan Sara dengan alis sama-sama terangkat.

"Bibi di dalam memanggilmu." kata Lalisa, enggan tatap mata Sara yang duduk tepat disebelah Hanbin.

Kim Hanbin beranjak tanpa perduli tiga perempuan dengan pandangan berbeda-beda itu. Berhenti tepat di depan Jennie yang memandangnya skeptis.

"Lalice" panggil Kim Hanbin, menunjuk paha putih Jennie setelahnya langsung masuk begitu saja kedalam rumah "Pinjamkan celanamu padanya."

"Sudah kubilang dia itu tsundere, tinggi gengsi." bisik Lalisa menyikut Jennie dengan tawa kecil.

Itu adalah kalimat terakhir yang Hanbin dengar, memilih tak perduli. Lagipula, siapa yang tidak kesal didatangi tiba-tiba seolah tak terjadi apapun oleh orang yang jadi sebab terbesar kamu menolak datangnya setiap cinta? Hanbin rasa, tak keterlaluan jika dia bilang benci itu sekalipun.

Meski dipaksa untuk bercerita tentang apa yang terjadi dengan dia dan Min Sara di masa lalu, Kim Hanbin senang hati menolak ingat. Berjalan hampiri Kim Hanna di sofa, raih satu kaleng soda dingin yang sengaja tersedia diatas meja.

"Lalice bilang di luar ada Sara?"

Hanbin mengangguk pelan, tak ingin menjawab lebih "Ya."

"Ibu akan temui Sara, kenapa tak ada kabar dia sudah pulang Korea begini?"

Pemilik legam itu menyilang kaki, lirik dingin Hanna yang buru-buru meletakkan teh diatas meja "Tak perlu disambut, memangnya siapa dia."

Wanita paruh baya itu mengangguk, kembali duduk ditempat semula "Yasudah jika kamu tak izinkan."

"Malam ini Ayah menginap di Jeju?"

"Tidak, mungkin pulang tengah malam nanti." teh terkepul asap dalam cangkir cantik itu Hanna sesap, lirik Kim Hanbin yang sesekali mengalihkan pandangan kearah pintu masuk yang tertutup "Katanya Jinan dan Chanu akan mengunjungimu dikantor besok. Setelah urusan selesai dibutik Nyonya Choi, Ibu juga akan mampir kesana sebentar."

Kini Hanbin meraih ponselnya, membalas beberapa chat yang sempat Ia abaikan di kakaotalk "Kapan mereka bertemu Ibu?"

"Sore tadi di Gangwoo, ada Bobby juga disana, dia bilang akan ikut mampir jika sempat."

"Orang itu, seperti pernah serius saja hidupnya."

Hanbin mencibir untuk Bobby— teman dekatnya. Mulai terpisah saat mereka masuk Sekolah Menengah yang berbeda, sejak saat itu juga mereka mulai jarang sekali bertemu.

"Kau tidak keberatan 'kan?"

"Tentu tidak, asal jangan ajak si Koo Junhoe saja. Ruangan ku bisa hancur jika dia yang datang."


❄•❄

If You | Jenbin [√]On viuen les histories. Descobreix ara