11. Love By Chance

2.6K 341 26
                                    

Jennie pangku kepala menggunakan satu tangan, berdiri tatap suntuk seisi café, hari ini jadwalnya kembali kerja setelah dapat libur 2 hari yang lalu.

Nancy datang menepuk bahu, beri senyum manis "Bosan sekali, 'kan?"

Jennie memperhatikan empat orang remaja yang tertawa bersama disatu meja barisan depan, mengobrolkan hal-hal tak masuk akal dengan seragam sekolah masih menempel ditubuh mereka. Dalam hati iri, Jennie rindu masa-masa santai seperti itu, tanpa memikirkan beban, tanpa memikirkan harus kerja apa untuk dapat uang agar tetap hidup.

".... aku juga ingin sebenarnya." Jennie menoleh pada Nancy yang masih belum beranjak disebelahnya, bingung harus beri respon bagaimana sedangkan Ia saja tidak mendengar semua ocehan wanita itu.

"Adikmu sudah punya rencana untuk masuk universitas mana?"

"Entah, aku tak pernah tanya."

Jennie melebarkan mata ketika pintu kaca café terbuka, menampilkan sesosok laki-laki yang berjalan angkuh dengan hoodie abu-abu dan topi hitam yang jadi penyempurna penampilannya.

"Sok sekali kau bocah!" telapak tangannya meremas wajah bocah itu gemas, buat Raesung melepeh tersungut.

"Gila! Aku 'kan sedang acting, apresiasi sedikit dong!"

Jennie mengerutkan dahi jijik dengar omelan Raesung "Apaan? Kau ingin jadi actor? Ih Astaga! Sutradara jenius mana yang mau merekrut manusia berwajah busuk sepertimu?!"

"Brengsek kau!"

Raesung tarik kursi didepan meja bar, membalas delikan mata Jennie dengan senyum sangsi "Aku rajanya hari ini, jadi layani aku dengan becus."

Beberapa lembar uang terangkat tinggi didepan wajah Jennie, buat gadis itu refleks merebut. Raesung merengut, lindungi lembaran uang bernominal besar itu didepan dadanya "Mau apa kau?!"

"Kita miskin, tapi aku tak pernah mengajarimu mencuri Rae, uang siapa itu!?"

"Uangku lah! Menuduh sembarangan saja."

Beberapa pengunjung mulai melirik kakak-adik yang saling berteriak satu sama lain itu. Nancy jadi berdiri canggung, memilih tidak ingin terlibat atau harus memisahkan keduanya.

"Aku tanya sekali lagi Raesung Kim, uang itu kau dapat darimana?" intonasi suaranya memelan, berusaha redam emosi ketika Raesung membalasnya dengan mengibas-ibas uang itu sombong.

"Aku jual playstation ku."

Jennie menampar pipi adiknya tak percaya. Serius, Raesung Kim yang selama ini dia kenal adalah seorang bocah yang tidak bisa hidup tanpa analog game "Yang benar ah bangsat?"

Raesung tersenyum tengil, mengangguk dengan tangan menyilang didepan dada "Babu, cepat buatkan aku Cappucino!"

"Sumpah nih kau jual ps-mu hanya untuk beli segelas kopi?"

Raesung tatap Jennie dengki, nada suaranya naik lima oktaf "Ya tidaklah, bodoh."

Jennie menerima selembar pecahan Won setelah Raesung dapatkan pesanannya "Terus? Mau kau pakai buat apa uang sebanyak itu?"

"Bayar SPP sekolahku, memangnya apa lagi?" katanya menyeruput Cappucino itu dengan lagak songong.

"Kan sudah kubilang, biar nanti aku yang bayar. Aku menolak dengar rengekanmu minta playstation pokoknya."

Raesung meraih kotak tissu disamping kumpulan sedotan, memainkan beberapa lembar untuk dijadikan bunga "Kau bilang itu sekitar dua minggu yang lalu loh. Saat aku sudah didepak dari sekolah, baru akan kau bayar?"

"Ya sabar sedikit dong! Memangnya aku bekerja setiap hari untuk siapa? Kau bisa terus sekolah sampai sekarang memangnya karena siapa? Cukup! Aku tidak perlu kata terima kasih, aku ini tipe orang yang ikhlas, jadi tak perlu diungkit lagi."

"Yang bicara songong begitu jugakan dia sendiri." cibir Raesung pelan pura-pura tuli.

Sementara itu di jam yang sama percakapan antara Jennie-Raesung, tapi berbeda tempat. Ada delapan orang laki-laki dewasa, berjalan berkelompok ditengah hilir-mudik pejalan kaki Seoul, suasana delikan, tawa, heran, dan tidak perduli mereka buat.

Kim Hanbin, menundukan topi dan menaikan masker hitamnya, terlalu malu ada diantara kerumunan orang sinting yang jadi pusat perhatian sepanjang jalan Mapo ini. Mari detailkan kenapa Hanbin menyebut mereka—kecuali dirinya, sinting.

Di barisan terdepan ada Song Mino dan Bobby, sibuk melucu juga beberapa kali menyapa turis asing tak dikenal.

Kedua ada Jung Jaewon, Kim Jinhwan dan Song Yunhyeong. Jung Jaewon sibuk menggoda para gadis menggunakan wajah tampannya, Kim Jinhwan yang sebentar-sebentar berhenti untuk beli makanan ringan, sedangkan Song Yunhyeong malah sibuk membuat vlog sekedar merekam dirinya sendiri kepada para subscribernya.

Di belakangnya ada Jung Chanwoo, dan Koo Junhoe. Jung Chanwoo yang seperti orang autis karena terlalu fokus pada ponsel, buat dia berkali-kali menjadi bahan omelan Jinhwan karena tak sengaja menginjak belakang sepatu milik si laki-laki pendek. Koo Junhoe menyumpal earphone ditelinga, bernyanyi dengan tidak tau malunya mengikuti irama lagu yang diputar, sesekali akan meninju dan menedang udara.

Dan yang terbelakang Kim Hanbin, sengaja berjalan agak jauh, tidak ingin dicap sebagai laki-laki otak separuh seperti teman-temannya.

Satu seruan terdengar jelas, buat yang terdepan dan yang terbelakang berhenti melangkah serentak "Belok ke kanan!! Aku butuh kopi siang ini!"

Bukan Song Yunhyeong—si pemilik suara, melainkan Bobby dan Mino yang meringsek ke dalam café mendului, disusul Jaewon yang mulai meluncurkan aksinya sejak datang pertama—menggoda para gadis. Ketiga laki-laki itu berpencar, punya target masing-masing melihat isi café yang rata-rata dipenuhi remaja perempuan.

Kim Hanbin masuk dibarisan ketiga, bersama Yunhyeong dan Junhoe. Melirik kearah bar, tersenyum sinis setelahnya "Aku yang akan pesan, kalian cari meja."

Chanwoo yang mendengar paling jelas menoleh, matanya ikuti kemana Hanbin pergi ditengah kerusuhan café karena ulah mereka terutama tiga buaya tadi dengan senyum sulit ditafsirkan, mengiring para tetua itu untuk duduk dengan komandonya "Ayo semuanya ikuti aku! Jangan buat malu Hanbin hyeong dengan tingkah tak waras kalian!!"

Jennie melirik seseorang yang datang mendekat, berdiri tepat disamping Raesung yang fokus merunduk pada ponsel, meraih note kecil tau betul pria ini akan pesan banyak untuk gang pengerusuhnya "Bisa saya catat pesanan anda, Pak?"

"Satu Latte, tiga Macchiato, dan empat Ice Americano. Ah iya, Latte-nya jangan terlalu manis."

Jennie menuliskan semua pesanan Kim Hanbin di dalam secarik kertas menggunakan pulpen, tersenyum tanda formalitas "Ada lagi?"

"Kalau hatimu untukku saja, bisa tidak?" Jennie sukses membeku, dengan Raesung yang tersedak minumannya sendiri.

❄•❄

If You | Jenbin [√]Where stories live. Discover now