18. Sssst,... ily

3.1K 308 10
                                    

Tubuh Hanbin berkeringat sama hebatnya dengan Jennie. Mengukung tubuh sempurna itu di bawah, mengecup setiap inchi kulit putih si wanita sampai bercak merah timbul di sekitar area tengkuk sampai dada.

Hanbin tersenyum dengan garis bibir sebelah kanan lebih tinggi, menatap tepat mata angkuh Jennie yang benar-benar kelelahan, menyerang bibir ranum itu sekali lagi dengan rakus.

"Tubuh mu,.." nafas Hanbin tersendat saat pangutan bibir mereka terlepas, jari-jarinya mulai menyusuri kembali tubuh Jennie dengan perlahan "Hati mu,.."

"Semuanya milik ku."

Kembali pada apa yang telah ia mulai, Jennie juga kembali mengalungkan tangannya dileher Hanbin, sesekali mengerang dengan menjambak surai tidak menolak apa yang laki-laki itu coba berikan.

Aroma memabukkan kamar ini menjadi saksi bisu tentang mereka. Tentang Kim Hanbin yang mulai candu pada tubuh Jennie, dan Jennie Kim yang tidak pernah bisa menolak setiap sentuhan Hanbin.


Terkejut, Hanbin langsung duduk melirik setiap sudut kamar dengan pupil bergetar, memukul pipi dengan kerja jantung tak normal, menutupi wajahnya malu dengan kedua tangan "Sampai terbawa mimpi? Ya Tuhan..."

Dua jarinya turun menyentuh bibir saat mimpi menjijikan itu terlintas berputar di otaknya.

Hanbin memilih untuk keluar kamar, mungkin dengan meminum sedikit air malam ini kedengarannya bagus. Melirik arloji tepat pukul 00.00 KST, jam dinding di lantai atas berdentang bersahutan dengan bunyi yang terdengar seperti 'pip' yang berasal dari jam digital di setiap kamar yang Ia lewati.

"Apa sih ah bangsat?!" kesalnya menendang nakas tepat sebelum anak tangga pertama untuk turun ke lantai bawah berada.

Otaknya kembali melintaskan mimpi itu lagi. Di sepanjang ia menapaki anak tangga, di sepanjang itu pula Ia tak berhenti memukul sendiri kepalanya, bermaksud untuk menghilangkan hal-hal yang Kim Hanbin harap bukan Jennie Kim, sebagai pemeran wanita dalam hubungan intimnya.

Saat akan memasuki dapur, Hanbin mendengar suara seperti gelas diletakkan. Tidak mungkin Bibi So datang saat tengah-tengah malam begini, rumahnya 'kan lumayan jauh dari sini.
Lalisa? Untuk bangun di jam rawan seperti ini rasanya tak mungkin, bangun saat pagi hari saja susah sekali.
Hantu? Hanbin tertawa jika itu opsinya.
Ibu? Kalau yang ini bisa jadi.

Berdeham, Hanbin berusaha tidak terkejut saat tau siapa pemilik tubuh yang ada didapurnya saat itu. Melupakan fakta bahwa saat tadi siang wanita ini pingsan, Hanbin langsung membawanya kesini.

Jennie yang berdiri dengan jarak 1 meter dari tempat Hanbin menyender ke tembok dengan senyum kikuk "Aku haus, he he"

Hanbin acuh mengambil gelas lain, menuangkan air lalu di tenguk sampai habis, lirik Jennie yang tidak melepaskan pandangan darinya "Bangun juga akhirnya, kukira kau meninggal."

Jennie membulatkan bibir, mengusap tengkuk leher saat Hanbin yang gantian memandangnya tepat pun tanpa kedip. Melirik apa yang Hanbin pandangi, melotot dengan kedua tangan langsung menutup kedua dada nya yang di lapisi kaus hitam polos, "Mesum! Sialan kau!"

Jennie buru-buru pergi tapi urung jika saja Hanbin tidak menahan lengannya, menyeret Jennie hingga tubuh keduanya menempel, mempepetkan bokong si wanita sampai mengenai kitchen bar.

"Hei! Apa-apaan 'sih kau ini? Lepaskan!"

Jennie panik sendiri saat Hanbin mendekatkan wajah sampai hidung keduanya menempel. Dengan mata si calon pemilik Perusahaan Media besar di Korea Selatan ini yang tak lepas memandang bibirnya.

Mendorong agar tubuh Hanbin menjauh, tapi laki-laki itu malah semakin mengeratkan pelukannya di kedua pinggang Jennie yang tiba-tiba malah melirih "Aduh,.. Hei!"

"Tau tidak? Tadi aku bermimpi, konyol dan menjijikan sekali. Tapi anehnya, mimpi itu masih terus terbayang."

Tersenyum dengan garis bibir sebelah kanan lebih tinggi, Hanbin sukses buat Jennie bungkam telak "Aku mencintaimu."

Harusnya Jennie Kim senang bukan, Kim Hanbin mulai jatuh cinta padanya di pertengahan scenario?

"Eh?"

Jennie berhasil mendorong keras tubuh Hanbin agar menjauh, mendelik tak nyaman karena terpergok.

Lalisa—pelakunya, membungkam bibir dengan dua tangan saat melihat posisi itu. Saat Hanbin mencium bibir Jennie rakus, dan Jennie yang tak menolak.

"Kalian,.." tunjuk Lalisa, tak habis pikir kenapa Hanbin memilih mencium Jennie saat di dapur.

Nagaimana jika itu ciuman pertama Jennie atau bahkan Hanbin sendiri? Sangat tak berkesan.

Hanbin melempar Lalisa yang berdiri di ambang pintu dapur dengan serbet meja, kesal pada si cerewet ini yang sudah merusak momen bagusnya.

"Oke, oke.. Aku pergi, maaf ya sudah mengganggu."

Lalisa berjalan mundur, memandang Jennie dengan tatapan jahil kemudian meledek Hanbin. Belum semenit pergi, gadis itu kembali lagi dengan cengiran, merambet satu dari dua gelas di atas meja dengan asal, menuangkan air kedalamnya dengan dua pasang mata yang melirik dengan pandangan sama "Haus,.. sebentar yaa.."

"Nah, silahkan lanjutkan."

Pamit Lalisa pergi dengan membawa segelas air sambil berteriak saat sosok gadis itu menghilang dari dapur "Aku akan bilang pada Paman Yu dan Bibi Hanna untuk tidak ke dapur dulu!"

Jennie tatap gemas Hanbin yang merunduk, setelah 30 detik saling diam, akhirnya Ia memilih untuk menarik lengan Hanbin agar mendekat kembali. Saling tatap sampai Jennie mendekatkan bibirnya pada bibir Hanbin dengan anomali berdetak tak karuan buat Hanbin tersenyum menggila sebelum pangutan bibir mereka kembali terjalin.

"Aku juga."

❄•❄

If You | Jenbin [√]Where stories live. Discover now