32. Suitable (Part 2)

1.9K 218 5
                                    

"Jennie bilang. Dia mempermainkan ku, menyepelekan cinta ku, menggampangkan ketulusan ku. Ibu..."

Hanbin menatap kosong lantai yang di lapisi karpet hitam kamarnya. Apa yang Jennie ucapkan masih terasa jelas di telinga, perasaannya kacau, otaknya kian lelah menerka.

Kim Hanna menarik pundak Hanbin untuk mendekat, takut hal gila yang telah terkubur selama 3 tahun yang lalu akan terjadi lagi. Memeluk Hanbin erat, mengantarkan rasa hangat sebisa mungkin. Hanbin diam tak membalas, dia tetap menatap lantai dengan kosong.

"Apa yang kau maksud? Jennie menyayangi mu, Bin." Hanna mengusap pelan surai blonde milik Hanbin, tau betul jika Jennie pasti merasa kurang gara-gara perkataan Eun-Kyung.

"Tapi dia menyayangi harta ku, Ibu. Bukan hati ku."

Hanbin tertawa sumbang, menyesali keputusan kenapa dia terlalu jauh menginginkan Jennie Kim. Merasa tolol, menelan sendiri ludahnya yang sempat berkata bahwa Jennie, bukan gadis gila harta.

"Jangan bicara begitu, Nak! Jennie hanya bercanda, dia ingin mengetes  seberapa jauh kau mencintainya."

Hanbin bungkam, tawa sumbangnya mereda, dia tetap kosong menatap lantai, sesekali menggeleng sangat pelan tanpa sebab "Dia... tidak bercanda. Saat bilang begitu, Jennie menangis..."

Hanna menggeleng kuat, ikut sedih melihat Hanbin yang kacau. Sangat janggal memang, saat orang setidak perduli pada sekitar seperti putranya itu, tiba-tiba datang menemui untuk mengadu "Dia punya alasan! Kau seharusnya bisa menerima itu, Hanbin."

Kini Hanbin merubah posisi, tubuhnya jadi menghadap penuh Hanna, menunduk dalam "Jennie bilang, dia merasa rendah untuk semua orang."

Hanna menggenggam erat tangan Hanbin, mencoba meyakinkan bahwa semuanya bisa selesai secara baik-baik "Ibu tau apa yang Bibi-mu bilang pada Jennie tidaklah wajar. Tapi coba cari sudut pandang lain, misalnya begini..."

Hanna menegakkan tubuh saat Hanbin mulai mau menatapnya balik. Hanbin dewasa, dia harap apa yang akan Ia sampaikan membuat setidaknya Hanbin berfikir lebih jernih "Ada sebuah keluarga, keluarga itu punya dua orang putera. Si putera kandung, yang tertua sangat sempurna fisiknya. Sedangkan putera ke dua adalah anak adopsi yang cacat secara fisik, tapi punya IQ diatas orang-orang pada umumnya. Bayangkan, jika keluarga itu punya perusahaan besar dan si kepala keluarga kira-kira menurutmu akan mewariskan perusahaannya pada siapa? Pada si tertua yang sempurna, atau adik-nya yang cacat? Lalu apa alasannya?"

Hanbin diam sebentar, kemudian buka suara "Pada yang tertua, karena dia adalah anak kandung di keluarga itu, sedangkan si adik adalah orang lain. Karena si adik punya IQ diatas rata-rata paling-paling di jadikan otak perusahaan, tapi tetap saja perusahaan itu pasti akan di wariskan ke anak kandung keluarga itu, si tertua."

Hanna bertepuk tangan, menunjuk Hanbin dengan antusias "Nah, mengerti maksud ku 'kan?! Bibi-mu bawel pada mu kurang lebih seperti perumpamaan di atas alasannya. Dia menganggap bahwa yang perilakunya baik tapi levelnya di bawah keluarga Kim tidak cukup. Dia akan menganggap itu sebagai aib keluarga Kim, menganggap bahwa jika kau keras kepala menikahi Jennie Kim itu adalah sebuah 'kecacatan'."

"Ibu... Jennie bukan sebuah kecacatan!"

Hanna mengangguk, mulai kembali ber-opini "Ibu tidak menganggap Jennie seperti itu, Ibu malah sangat senang akhirnya kau punya seorang gadis yang benar-benar apa adanya seperti dia. Tapi lain pemikiran Bibimu, dia tidak pernah hidup sengsara, Bin. Jadi jangan terkejut jika dia menganggap orang-orang seperti Jennie sangat rendah.."

"Lalu, kenapa waktu Bibi menjelek-jelekan Jennie di depan ayah, Ibu hanya diam tidak membela? Malah tersenyum."

Hanbin tidak kehabisan pertanyaan, Hanna juga tidak bosan memberi jawaban "Karena Ibu percaya Jennie, percaya kamu." Hanna mencubit gemas hidung Hanbin, laki-laki yang masih labil soal cinta padahal umurnya sudah menginjak 25 tahun "Percaya pada kalian berdua."

If You | Jenbin [√]Where stories live. Discover now