25. Friends with benefits

2.3K 257 4
                                    

"Jennie,"

Panggil sebuah suara diujung sambungan, yang dipanggil membalas berdeham, duduk malas diatas sofa dengan mangkok berisi kentang goreng lengkap dua saus berbeda rasa berada dipangkuan.

"Soal lamaran kerja mu."

Jennie asik mengunyah kentang goreng sambil menonton animasi kartun yang ditayangkan tv, sesekali menjilati jari telunjuknya jika berlumur saus "Bagaimana? Di terima?"

Terdengar helaan nafas dari si penelpon— Irene, buat Jennie ber-oh saat tak lama menyadari maksud helaan nafas itu "Tak apa, mungkin hanya belum beruntung."

"Maaf ya tidak bisa banyak membantu, posisiku diperusahaan kan bukan orang penting. Ku bantu saja deh, setidaknya sampai upahmu kau terima?"

Menggeleng meski percaya niatnya tidak dapat Irene lihat, Jennie tetap santai memasukkan satu persatu kentang ke dalam mulut juga baru sadar, pantas saja Ia tidak pernah mendapatkan sms apapun dari perusahaan itu selama ini "Hei, yang ditolak 'kan aku, kenapa malah jadi kau yang putus asa begitu?"

"Nanti malam aku ke rumah mu ya? Terus-terusan bekerja membuat ku pusing."

"Lalu kau pikir aku pengangguran begitu?" Jennie bertanya dengan nada ketus, melirik jam yang menunjuk pukul 06.30 pagi.

"Ya sudah, nanti aku mampir ke Café saja, Kututup teleponnya! Rosé benar-benar menyusahkan 'nih."

Jennie kembali meletakkan ponselnya diatas meja, menoleh penuh ke arah pintu yang di buka oleh Raesung. Menyerit saat bukan air mineral yang biasa laki-laki itu bawa saat selesai jogging, melainkan sebuah Teddy Bear berukuran besar, beberapa amplop warna merah muda yang dua diantaranya terselip dibibir Raesung, sebuket bunga mawar merah, dan yang paling membuat perhatian Jennie adalah sebuah paper bag besar berwarna hitam.

"Habis mencuri hati penggemar mu lagi?"

Raesung menyenderkan punggungnya ke sofa tepat disamping Jennie, selain paper bag warna hitam ia jatuhkan asal ke lantai. Jennie Kim yang tidak ambil pusing mulai menegak karena merasakan pegal luar biasa dibagian tulang ekornya.

"Yahh, kau taulah bagaimana nasib jadi orang tampan."

Jennie awalnya merotasikan bola mata dengan ketiak menjadi bahan untuk membully Raesung, namun kemudian dia membeku saat tau apa yang Raesung keluarkan dari paper bag hitam tadi. Sebuah playstation persis milik Raesung dulu, hanya saja versi baru nya  "Dia gila ya, sampai sebegitunya pada mu?!"

Raesung tersenyum sombong, mencium playstation warna hitam itu dengan mata berbinar "Lihat, aku bahkan tidak mengemis padamu untuk kembalikan mainan ini."

Perhatian Jennie buyar dari wajah Raesung yang berkata seperti 'tendang aku!', membaca sederet pesan dari teman satu shift hari ini.

Kim Mingyu.

Besok aku tidak datang, jadi shift mu ku tukar dengan punya ku ya hari ini. Ok

❄•❄

"Sedang apa 'sih?"

Hanbin memiringkan sedikit sebuah buku yang Ia genggam ke Jennie yang ada disampingnya, menjawab tanpa menoleh "Menulis lirik."

Jennie menahan ledakan tawa "Yang benar saja!" ledeknya memindai Hanbin seolah tak terganggu, malah tetap fokus menulis sederet kata kemudian mencoret-coretnya kembali.

"Akhir pekan Raesung suruh datang ke rumah ya."

"Untuk?"

"Raesung pernah bilang padaku, dia juga suka menulis lirik-lirik lagu."

Hanbin sesekali pandangi langit hitam dengan satu-dua bintang yang menghiasi, duduk di bagian teratas gedung konstruksi yang belum selesai untuk mencari inspirasi, apalagi ditemani Jennie Kim yang terlihat menggemaskan karena memakai bunny hat karakter mickey mouse kesukaan Hanbin.

Jennie tertawa, murni tidak percaya pada mereka yang kebetulan punya hobby sama. Duduk dengan lutut tertekuk, dia jadi punya satu pertanyaan untuk Hanbin.

"Bin, jika nanti saat aku tidur bermimpi jadi The Joker, kamu ingin jadi siapanya?"

Hanbin tertawa, merasa Jennie benar-benar konyol "Tidak bisa, kamu perempuan sedangkan Joker laki-laki."

"Ish! Kan seumpama, tidak bisa diajak bercanda sekali sih." Jennie menggertu, dorong pelan bahu Hanbin yang tertawa geli.

"Batman?" jawabnya ragu.

"Kenapa Batman?" tanya Jennie sibuk hitung bintang di langit "Kenapa tidak jadi Harley Quinn saja? Kamu ingin jadi musuh ku?"

"Harley Quinn 'kan perempuan, aku tidak mau di bilang banci."

"Masih berfikir seperti itu?" tanya Jennie lagi dengan pandangan datar, menatap Hanbin yang tersenyum ringan kini menutup buku.

"Aku tidak suka abusive relationship mereka." alihnya.

Jennie angkat dua alis temukan Hanbin yang memandang lurus ke depan, lampu-lampu gedung yang terlihat menyala dengan indah ditambah semilir angin yang seolah menghantarkan ketenangan setiap orang "Kenapa? Menurut ku romantis tuh."

Diam sebentar kemudian memposisikan tubuh menghadap Jennie, tatap tepat mata runcing si wanita yang memainkan bibir bosan "Itu 'kan hubungan yang tidak sehat. Lagian jika bisa buat kisah sendiri, kenapa harus ikuti kisah orang lain?"

Jennie balas mendelik, menggeleng tak paham.

"Ingin coba buat Kim couple atau Kim family? Sepertinya menggemaskan."

Jennie Kim menarik sehelai rambut Hanbin dengan rona dipipi, tak tau kenapa akhir-akhir ini Ia jadi lebih sering bersemu karena Hanbin "Gombal saja terus!"

"Hei, pipi mu memerah tuh!"

Hanbin mencubit gemas pipi Jennie yang mendesis, merasa benar-benar perlu untuk setidaknya berkata bahwa Hanbin berhasil membuatnya terbawa perasaan.

•❄•

If You | Jenbin [√]Where stories live. Discover now