16. Conversation

2.3K 277 3
                                    

Lalisa duduk bersila di dalam gazebo halaman belakang rumah Hanbin, menonton Kim Hanna yang sibuk mencabuti rumput liar "Bibi kenapa tidak sewa pembantu saja?"

Gelengab jadi jawaban, Hanna meraih karung berisi sampah daun ke dekatnya "Bibi So ada."

"Lalu kenapa tidak suruh dia mengerjakan semua pekerjaan rumah? Bibi bisa memberi dia upah lebih, 'kan?"

Lalisa menoleh tepat ketempat Bibi So berada— satu-satunya pembantu di rumah ini, yang sedang memasak dan mencuci piring bergantian didapur.

Letak gazebo hanya berbatas tembok kaca untuk bisa langsung masuk ke dapur. Kadang Lalisa bingung pada Hanna, rumah sebesar ini menyewa pembantu hanya satu saja, sisanya malah pemilik rumah yang membersihkan.

"Bibi So itu manusia Lalice, bukan robot."

"Lalu kenapa tidak sewa pembantu lain? Bibi bisa saja suruh Hanbin Oppa untuk membayarnya?" Lalisa tetap pada pernyataan, mulai kasihan pada Hanna yang berkeringat deras.

"Selagi aku mampu mengerjakan, tak apa. Lagipula Bibi So punya jadwal harus mengerjakan apa selama seminggu, Bibi tidak merasa di bebani juga. Daripada kau sibuk memaksaku untuk menyewa pembantu baru, lebih baik kau saja yang membantu ku, sedang menganggur, 'kan?"

Lalisa berjalan malas memdekat, buat Hanna tertawa geli ditempatnya. Lalisa jadi sering berfikir sifat ketus, kejam, tidak murah senyum, tidak mau berbaur pada orang lain, bicara irit yang ada didiri Kim Hanbin di turunkan dari siapa? Kim Hyu-yeon— ayah Hanbin, tidak seburuk itu perasaan.

"Kira-kira Jennie Kim bisa mengurus pekerjaan rumah tidak ya?"

Lalisa berhenti mengumpulkan daun-daun kering ke dalam karung sampah karena monolog Kim Hanna barusan "Kenapa jadi dia?"

Hanna gantian angkat dua bahu, membalas tanya Lalisa dengan senyum manis "Tidak apa-apa, Bibi hanya ingin mengobrol dengannya lagi."

Lalisa meminggirkan karung sampah ke dekat tembok, membuka kran air untuk membasuh tangannya, kembali duduk di gazebo "Kenapa 'sih Bibi seperti itu kepada Jennie?"

"Seperti itu apanya?" Hanna ikut duduk di samping Lalisa, memandang halaman belakang rumah yang sedikit lebih rapi dari sebelumnya.

"Seperti semangat sekali soal Jennie dan Hanbin Oppa?"

"Hanbin jatuh cinta padanya, masa kau tidak sadar?"

Lalis mengangkat alis, senyumnya melengkung kebawah "Bibi sok tau sekali."

"Aku ini Ibunya, aku kenal Kim Hanbin dari kecil. Sebelum ini, dia tidak pernah begitu kepada perempuan."

Hanna memandang lurus diikuti Lalisa yang menyusuri deretan pot tanaman gantung di sepanjang tembok dari jauh "Min Sara?"

"Sara labil soal Hanbin, dan Hanbin juga tak mau kembali di sakiti orang yang sama. Kadang pendiriannya itu terdengar benar-benar keras kepala."

"Lalu kenapa Bibi yakin soal Oppa yang jatuh cinta pada Jennie? Yang kutau, Oppa tidak mudah menaruh hati apalagi dengan orang yang belum lama dia kenal."

"Kenapa harus ragu? Jennie Kim apa adanya."

Lalisa tidak menyangkal jika sebenarnya Ia sadar Hanbin dan Jennie punya rasa satu sama lain. Untuk memberi asumsi bahwa benar Hanbin juga jatuh cinta pada Jennie, Lalisa perlu untuk mendengar dari mulut laki-laki itu juga.

"Bagaimana menurutmu?"

Lalisa tersenyum canggung, mengusap tengkuknya yang tak gatal "Aku nyaman kok mengobrol dengan Jennie."

Bukan sok menghalangi atau apa, Lalisa hanya tidak ingin melihat Hanbin rapuh untuk yang kedua kalinya seperti waktu itu.

❄•❄

"Aww..." ringis Jennie langsung menutup kedua telinganya, memejamkan erat mata dengan kerja jantung tak normal.

"Kenapa noona?" panik Bang Yedam—mahasiswa tingkat dua se-part time Jennie, memberikan segelas air putih.

Jam Istirahat kali ini, Yedam memilih menemani Jennie yang katanya tidak enak badan untuk makan siang di ruang loker karyawan café saja, hanya berdua karena yang lain lebih memilih untuk keluar mencari resto.

"Jangan cemas, telingaku cuma berdengung tadi" Jennie menerima gelas berisi air putih itu dengan senyum meringis, meneguknya sampai habis.

"Kata Ibuku, alau telinga berdengung seperti itu tandanya ada orang yang sedang membicarakan noona?"

Jennie mendelik heran, membalasnya dengan tawa tak habis pikir "Apa 'sih? itukan hanya Mitos."

•❄•

If You | Jenbin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang