21. D-day!

2.3K 261 2
                                    

Jennie bersiap, merapatkan oversized denim jacket yang menutupi loose t-shirt dengan sempurna. Membenarkan tatanan rambut dengan cooker hitam yang melingkar dileher sebagai pemanis. Mengedipkan sebelah matanya di depan cermin, Jennie Kim benar-benar selalu terlihat sempurna.

Jarum alroji di pergelangan tangan menunjuk pukul 18.23 KST. Sekali lagi mengecek penampilan lewat cermin, semprotkan parfum berbau vanilla menyengat ke beberapa titik. Merambet apa-apa yang perlu dia bawa kedalam saku celana. Menutup pintu kamar dan bergegas, buat Raesung yang baru saja kembali dari dapur menyerit bingung kenapa Jennie begitu wangi.

"Mau jual diri ya?"

Kalimat Raesung dibalas dengan lemparan high heels oleh Jennie yang repot memasang sneaker warna pastel di kedua kakinya "Kalau bicara itu pakai otak, keparat!"

Jennie langsung berlari keluar rumah mengabaikan Raesung yang memaki dirinya dengan suara tak jelas. Terburu-buru untuk sampai di Hapjeong-dong, padahal dipesan yang Jaewon kirim bilang bahwa kejutan Hanbin untuknya jam 8 malam, bahkan sekarang ini untuk sampai dijam 7 malam saja masih jauh.

Mampir ke café terdekat untuk beli segelas Ice Americano, Jennie tersenyum lega saat matanya menangkap bangunan yang menjulang tinggi dengan arsitektur unik milik YG Entertainment berjarak 1 km dari depan pintu masuk café.

Mengangkat bahu acuh saat beberapa dari para remaja laki-laki bermasker hitam dan bertopi yang menutup hampir seluruh wajah mereka memandangnya tanpa henti. Mungkin trainee agensi besar itu, pikirnya.

Masih dengan pandangan mata penuh harap dan langkah kaki mantap, Jennie menghayalkan beberapa moment romantis mereka nantinya. Saat Hanbin menyatakan dengan tulus perasaannya, Hanbin yang mengelus pelan pipi Jennie, berciuman dengan akhir perjuangan yang manis. Membayangkannya saja sudah buat Jennie tersenyum lebar dengan degup jantung cepat.

Jennie berhenti dilangkah ke-5 menuju tepat di depan tembok dengan banyak coretan nama idol YG Entertainment. Hanya sedikit lagi untuk sampai pada Kim Hanbin yang benar-benar berdiri di sana, dengan sebuket bunga tulip putih di genggaman, tersenyum merentangkan lebar tangan seolah menyambut seseorang untuk datang ke pelukannya.

Bukan! Rentangan tangan itu bukan untuk menyambut Jennie Kim dalam dekapan, karena yakin bahkan Hanbin tidak sadar jika dia benar-benar ada disana dengan kaku dan senyum sukar. Rentangan tangan itu menyambut datangnya Ahn Nera ke pelukan.

"Lelucon apa 'sih ini?" lirihnya dengan mata berlinang, sekuat mungkin menahan tangis yang sudah mengintip dari ujung mata.

Nafasnya terhela panjang dengan mata berusaha terpejam erat, tersenyum paksa menghapus tetesan air yang satupersatu keluar tak bisa ditahan.

"Oh? Hai," sapa Jennie tepat di samping Hanbin dan Nera yang saling memeluk erat satu sama lain, Hanbin terlihat baik dengan senyum dan pejaman matanya.

Pun setelahnya Jennie bisa lihat Kim Hanbin yang benar-benar terkejut dengan refleks melepaskan dekapan Nera. Memundurkan tubuhnya beberapa langkah menjauh, Ahn Nera pun begitu tapi tatapannya untuk Jennie dan Hanbin sinis, senyim sangat tipis muncul hingga bahkan tidak dari ketiganya yang sadar.

"Pantas saja seperti kenal, ku kira kalian orang lain."

Jennie memungut buket bunga yang sempat terlepas dari tangan Hanbin dan jatuh ke aspal itu dengan satu tangan masuk ke saku denim pants nya, memberikan ke Nera yang terlihat terkejut.

Menoleh ke gedung agensi yang menaungi salah satu boyband legendaris yang sekarang masih tahap hiatus itu dengan berbinar, ternyata lebih megah dari yang Jennie bayangkan, apalagi sekarang keadaannya lampu disetiap lantai menyala, dan dibungkus oleh langit Mapo-gu yang gelap. Benar-benar memanjakan mata.

"Bagaimana kau bisa ada disini, Jennie?"

Menoleh balik tatap Nera dengan nafas berat, melirik sinis Hanbin "Hanya punya janji dengan seseorang, kebetulan sekali 'kan?"

Hanbin meraih lengan Jennie buat perempuan itu ikut tertarik mendekat. Menatap dalam mata angkuh gadis itu, memaksa wajah Jennie menghadapnya "Ini tidak seperti yang kau bayangkan."

Jennie melengos ketus "Ku kira kau sungguh-sungguh dengan ucapan mu waktu itu."

"Sumpah, aku tak pernah punya niat mengkhianatimu!"

"Kau pasti bercanda." desisnya menjauh, menyipitkan mata berbisik tepat ditelinga Ahn Nera sebelum berlalu "Kerja bagus cantik, kau dapatkan apa yang kau mau."

"Kena kalian."balas lirih Nera dengan garis senyum lebih tinggi disebelah kiri.

"Hei dengarkan dulu, Jane!" Hanbin menahan diri untuk tak mengejar Jennie, balik mundur beberapa langkah menatap culas Nera mengangkat jari telunjuk di depan bibir merahnya.

"Kecewa ya? Jennie Kim memang tolol ternyata."

Hanbin tertawa ringan, beri gelengan pelan kepala "Jalang mana yang mengajarimu begitu?"

"Oh bukan, bukan." senyumnya belum pudar sedikitpun "Bukan jalang tapi kamu, Kim Hanbin."

"Kau tau? Bahkan malam ini dirimu terlihat lebih menjijikan dari sampah." Hanbin memasukkan tangan kiri ke saku jacket, mengacak surai hitamnya bengis.

"Benarkah kau menganggapku sampah? Ku kira diriku sebuah,... Bunga? Maaf."

Nera tertawa geli, mengabaikan sekeliling terkhususnya Hanbin, yang menatapnya dengan pandangan seperti berkata bahwa perempuan itu benar-benar sakit jiwa.

Hanbin merotasikan bola mata dengan senyum hina, jika Hanbin tidak ingat Nera adalah perempuan, bisa dia yakini satu kepalan tangan berhasil tercetak diwajah cantik itu.

"Keparat!" umpatnya berlari mengejar punggung Jennie Kim didepan sana.

❄•❄

If You | Jenbin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang