6. Kim Hanbin

3K 334 2
                                    

Hanbin mendengus saat satu perempuan lain datang ke meja yang Ia duduki. Sialannya, Jaewon malah sok akrab pada dua perempuan yang Demi Tuhan serius Ia hindari.

Melirik Bae Irene yang pernah ia temui saat rapat kantor beberapa hari lalu, membungkuk dan tersenyum kaku untuknya. Pandangannya pindah alih, balas menatap perempuan di depan yang tidak berhenti memandanginya sejak terhitung 2 menit yang lalu, memangku kepala dengan sebelah tangan.

"Hei Hanbin! Kemarin kudengar dari Bibi Hanna, kau sempat membicarakan Jennie Kim pada Ayahmu ya?" kalimat pembuka yang bagus dari mulut Jaewon, buat Hanbin mengepalkan tangan kesal ditempatnya.

Bukan terkejut ataupun takut, Jennie malah antusias menarik bangkunya untuk lebih condong pada Jaewon yang duduk berhadapan dengan Irene.

"Benarkah?"

"Tentu! Bibi Hana bilang kalau-"

Ocehan Jaewon terhenti saat tiba-tiba Hanbin bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan Jaewon termasuk Jennie yang singgung senyum puas, berhasil buat telinga Kim Hanbin panas.

"Mau kemana 'sih? Duh kita baru sampai! Masa sudah ingin pulang? Tadi kau bilang haus?"

"Gerah." jawab Hanbin singkat tanpa menoleh, buat Jaewon tertawa tanpa suara.

"Jika ingin pesan, untukku juga ya!"

Kim Hanbin berkeliling kesekitar café setelah sebelumnya memesan satu Macchiato untuk Jaewon dan Latte untuk dirinya. Hanbin bukan pencandu kopi berkafein tinggi, jadi Latte adalah salah satu pilihan bagus untuk orang-orang seperti dirinya.

Lukisan-lukisan abstrak yang tertempel di dinding bata berwarna putih, beberapa buku novel karya penulis-penulis terkenal yang terletak rapi berjejer di rak, tidak kelihatan buruk di matanya.

"Jangan lupa ya, kau masih punya hutang janji pada ku."

Hanbin tidak menoleh, mulai terbiasa pada siapa pemilik suara manis ini, melirik tubuh yang berdiri tepat di sampingnya.

"Senang ya bisa menyiksa orang lain dengan mengancam?" balas Hanbin telak, telunjuknya perlahan menyentuh novel-novel dibarisan yang sudah menarik perhatian sejak Ia datang.

"Aku hanya mengingatkan, memangnya itu terdengar seperti ancaman?" Jennie mengerutkan kening, meski sebenarnya sadar betul maksud asli tanya Hanbin barusan.

Menarik satu dari barisan, novel lawas berjudul 'Anna Karenina' karya Leo Tolstoy. Meski punya satu yang seperti ini di rumah, Hanbin tak pernah bosan membacanya berulang kali. Dijuluki sebagai novel terindah sepanjang masa, Hanbin mengiyakan pernyataan itu.

"Menurutmu?"

Jennie tatap aneh Hanbin yang perlahan membalik lembar perlembar halaman novel, ikut menyesap Ice Americano seperti Hanbin menyesap Latte-nya dengan tenang "Aku tidak pernah merasa tuh."

"Berkaca itu penting" lagi-lagi masih dengan kadar emosi yang stabil, Hanbin meletakkan novel itu pada tempat awalnya, mulai kembali berjalan menyusuri setiap inchi café ini.

Dimana Jaewon? sedang asik mengobrol dengan Irene.

"Hutang adalah janji, barangkali kau lupa? Aku 'kan tidak menyimpan nomor ponselmu, mana bisa aku mengabari? Kita bertemu disini saja kebetulan."

Kim Hanbin berhenti melangkah, pasang wajah malas ketika Jennie menekuk dua lengannya disekitar pinggang "Sini ponselmu."

•❄•

J

ung Jaewon, tidak berhenti tertawa melihat ekspresi yang di tunjukan Kim Hanbin. Laki-laki itu, yang beberapa puluh menit lalu memberikan nomor ponselnya pada seorang perempuan hanya untuk merasa bebas, duduk meringkuk seraya menyembunyikan wajahnya diantara lutut.

"Omong-omong, turun 'kan dulu dong tidak kedua kaki mu itu! Mobil ku baru di cuci steam kemarin nih kemarin bangsat."

Hanbin tetap tak menggubris perintah Jaewon soal posisinya, beberapa kali kepalanya dibenturkan ke jendela mobil menyesal berakhir meringis sakit sendiri "Sinting sinting sinting! Dasar Kim Hanbin sinting!!!"

"Wah, sadar juga kau itu memang sinting? Lagipula aneh ya, kemana semua kalimat sinismu pergi jika didepan Jennie Kim saja? Jaga image tanpa sadar? Ya Tuhan! Kau sudah tau dampak sebenarnya jatuh cinta deh kalau begitu."

Jaewon terus-terusan meledek Hanbin dengan nada suara dibuat-buat. Mata hitam laki-laki itu menajam gondok luar biasa "Tidak bisa diam ya bangsat?!"

Jaewon meringis, percaya Kim Hanbin memang jatuh cinta pada Jennie Kim tanpa mau mengaku. Sandarkan punggungnya ke kursi kemudi, melemaskan otot tangan yang terasa pegal "Harusnya kau bersyukur bodoh! Jennie Kim jauh dibanding Ahn Nera, meski sama-sama agresif, tapi Jennie sepertinya masih bisa dikendalikan?"

Matanya dipaksa memejam, berharap saat terbuka nanti Jaewon bisa bertukar peran jadi Hanbin barang satu detik saja "Lagipula secara fisik, mau yang bagaimana lagi jika Jennie Kim ada didepan mata? Ingat, kesempatan kedua tak datang kesetiap orang."

Aneh, Kim Hanbin rasakan sesuatu ketika Jaewon lancar menyebut nama Jennie Kim "Berisik!"

❄•❄

If You | Jenbin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang